Hari yang semakin sore, terlihat awan hitam berkumpul di langit? Membuat sinar sang mentari yang meredupkan cahayanya. Angin perlahan datang yang diikuti setitik demi setitik air yang turun dari langit.
Di tengah obrolan yang hangat itu?
“Hei Rav lu mau pergi?” tanya Ansel melihat Arav yang tiba-tiba bangun dari tempat duduknya.
“Maaf Ansel? Gua ingin sendiri dulu,” jawab Arav dengan nada datar sambil bergegas pergi.
Langkah kaki Arav semakin cepat begitu ia melihat di luar hujan yang sudah turun. Namun? Tepat di pintu keluar dan saat yang bersamaan? Terdengar suara yang membuat semua teman-teman Arav di ruangan itu tertuju ke arah suara itu.
“Aduh! ma-maaf? Kami tidak tahu ternyata ruangan ini sudah ada orangnya?” ucap seorang gadis sambil menahan sedikit rasa malu.
“Ah! tidak perlu minta maaf? Saya yang seharusnya meminta maaf,” jawab Arav sambil memungut kunci motornya yang jatuh.
Namun? Betapa terkejutnya Arav setelah dia melihat bahwa yang bertabrakan dengannya adalah muridnya sendiri?
“RISKA! Ternyata kamu? Ke-kenapa kamu bisa ada di sini,” tanya Arav dengan heran.
“Loh! Bapak?” jawab Riska sambil menutupi mulutnya.
DEG!!! Hati Arav yang tadinya tidak karuan, kini menjadi hangat sambil sedikit tersipu malu. Setelah ia melihat wajah dan rambutnya yang basah akibat terkena hujan secara langsung dari dekat. Hal ini tentunya sempat membuatnya canggung di saat itu.
“GILA! Ternyata seperti ini jika dari dekat?” Arav secara tidak sadar spontan bergumam.
Begitu juga dengan Riska? Sambil menahan rasa malu! Wajahnya yang merah merona sangat terlihat jelas di saat itu.
Tidak ingin melewatkan momen yang super langka itu? Seolah sudah memahami situasi? Semua teman-teman Arav sengaja diam sambil tersenyum melihat tingkah Arav berdua.
“Momen super langka ini.”
“Siapa gadis itu? Bukan Cuma cantik. Tapi imut juga.”
“Baru sekarang melihat Arav yang begitu? Selama ini cuman wanita yang mendekati Arav yang begitu.”
“Melihat dia yang sekarang? Aku masih belum mempercayai mataku.”
“Haha! Benar? Sepertinya gadis itu sudah membuat pangeran kita takluk.”
“Sstt! Nanti orangnya dengar loh?”
Bisik di antara teman-teman Arav.
Sementara itu Ansel yang hanya diam sambil melongo masih bertanya-tanya dalam pikirannya.
“Ah! apa kamu baik-baik saja?” tanya Arav.
“Ma-maaf pak? Sepertinya saya yang salah masuk tanpa mengetuk pintunya dulu” tutur Riska sambil menundukkan kepalanya menahan rasa malu dan beranjak pergi.
“Kenapa kamu bisa masuk ke sini?” tutur Arav.
“Bukankah tempat ini cuma di khususkan untuk orang-orang yang tertentu saja?” lanjutnya sambil memegang tangan Riska.
Melihat Riska yang seperti orang bingung? Membuat rasa curiga muncul. Karena di tempat itu? Hanya dikhususkan untuk orang-orang yang tertentu. Harus memiliki kartu VIP dan harus diakui anggota grup tertentu saja. Jika selain itu harus didampingi orang yang memiliki syarat tersebut.
Tidak mudah untuk masuk. Penjagaan yang super ketat di tiap sudut bahkan membuat seekor nyamuk saja tidak bisa melewatinya.
Namun di saat yang bersamaan? Datang seorang gadis yang menyelamatkan Riska dari situasi itu.
“Maaf bapak! Kami datang kesini bersama kok.” Sambil memegang bahu Riska gadis itu berkata.
“Se-sepertinya ada kesalahpahaman di sini! Kami kesini hanya sebentar saja kok?” lanjutnya sambil tersenyum.
“Loh! Claisya? Kamu lagi? Kenapa kalian berdua bisa ada di sini? Di sini kan ...?” tanya Arav semakin penasaran.
“Ma-maaf pak? Kami harus mengeringkan diri dulu kami dulu. Kami harus segera pergi pak,” potong Claisya sambil menarik tangan Riska.
Claisya yang tidak ingin berlama-lama berada di tempat itu mengalihkan pembicaraan untuk pergi.
“Jangan lupa, BESOK KITA PASTI BERTEMU LAGI YA PAK!” teriak Claisya setelah berada cukup jauh dari Arav.
Di saat Arav ingin menghentikan mereka berdua? Ansel tiba-tiba datang menahan Arav.
“LAGI.”
“KETEMUAN!”
“ARAV YANG SEPERTI SUDAH AKRAB.”
Dalam sekejap terlintas pertanyaan di kepala Ansel.
“Emm! Rav? Apakah mulai sekarang aku harus memanggil gadis itu RATU,” tanya Ansel sambil menepuk pundak Arav dengan ragu.
“Bicara apa kamu! Dia itu muridku?” jawab Arav dengan datar.
“INGAT! MEREKA ITU MASIH DIBAWAH UMUR,” tegas Ansel meninggikan nada.
Arav bingung tidak tahu maksud perkataan Ansel.
“lalu ...?”
“... bu-bukan apa-apa, Arav,” gumam Ansel.
“Sudah kuduga! Ternyata benar dia tidak NORMAL. Katanya cuma murid biasa. Aku tidak bisa menyamakan diriku yang normal ini dengan dia,” lanjutnya dalam hati sambil membungkuk berjalan lemas.
Sementara itu Arav?
“Apa yang ada di kepalanya? Sepertinya anak itu sedang memikirkan sesuatu yang aneh-aneh?” ucap Arav dalam hatinya.
“Hei Rav! Katanya mau pergi? Ayo. Aku akan mengantarmu?” ajak Ansel dengan lemas walau masih kesal.
“Tidak perlu! Gua bisa pulang sendiri,” jawab Arav dengan datar.
Namun itu malah semakin membuat Ansel yang sedang kesal dengan cepat mendekati Arav dan berkata.
“KAU TIDAK LIHAT HUJAN DILUAR HAH! KAU KIRA MOTORMU ITU PESAWAT, BISA TERBANG DI ATAS HUJAN HAHH!” raung Ansel dengan muka yang menyebalkan.
“...?”
“Huh! iya-iya! Gua tahu kok. Tidak usah berlebihan begitu! Dan? Tolong jauhkan mukamu yang MENGERIKAN itu dari pandanganku,” cetus Arav sambil memalingkan kepalanya.
“Itu bisa membuat bola mataku copot,” lanjutnya sambil bergumam.
“Berpikir normal sedikit kenapa sih!” pungkas Ansel berbicara sendiri sembari berjalan duluan.
“....?” Ansel tidak bisa berkata apa-apa lagi.
SEMENTARA ITU DI LAIN TEMPAT.
“Hahh ...! untung saja deh,” ucap Claisya.
“Sepertinya ini awal yang baik deh ka? Walau caranya yang begitu!” lanjutnya sembari berdiri di belakang Riska yang sedang mengeringkan rambut Riska.
“Maksud kakak?” jawabnya penasaran.
“Hei! Putri tidur,” tegas Claisya sambil mengetuk pelan dahi Riska dengan hair dryer di tangannya.
“Bangun! Kapan kamu akan menggunakan otakmu yang pintar itu? Apakah suasana tadi hal yang wajar? Melihat kalian saling berpandangan saat kamu hampir terjatuh tadi. Dengan wajah kalian berdua yang merona itu? Hem! Seperti membuat dunia ini milik kalian berdua saja,” lanjutnya sambil membayangkan sesuatu.
“Apa! Jadi sejak awal kakak sudah tahu? Dari mana kakak tahu, bahwa ayu salah masuk ruangan?” tanya Riska sambil membalikkan badan karena penasaran.
“Hahaha! Maaf-maaf? Kakak belum memberitahumu ya?” Tutur Claisya sambil tertawa.
“Itu memang ruangan yang biasa kita masuk kok? Cuma kakak juga nggak tahu, kenapa ruangan itu bisa mereka masuki. Padahal itu kan khusus privat cuma untuk kita berdua saja?” lanjutnya sambil bertanya-tanya.
“Kalau memang begitu? Kenapa manajer kita membolehkan mereka masuk? Coba kakak tanya dulu deh,” tandas Riska walau sedikit kesal.
“Iya-iya! Sambil kita selesaikan tujuan kita ... ADUH, SAKIT!”
“POKOKNYA AYU MAU SEKARANG,” potong Riska sambil mencubit Claisya.
“Kebiasaan! Ini. Keringkan sendiri rambutmu? Kakak ambil ponsel dulu,” seru Claisya dengan senyum.
“Dasar! kalau sedang dilanda KASMARAN ternyata banyak maunya,” lanjut Claisya dengan bergumam berjalan mencari ponselnya.
“Seperti dugaan nona? Mereka berdua menuju Room ‘CR’ puncak lantai atas kelas VVIP.” Suara yang terdengar dari ponsel.
“Baik. Kamu lanjutkan pekerjaan kamu. Ingat? Jangan sampai ada yang tahu,” jawab seorang perempuan itu melalui ponsel.
“Teman apaan ...! itu kan derita kamu sendiri. Kamu ini ya ...,” teriak kesal Claisya berdiri sambil mengambil tas dengan muka masam nya. “Sudahlah. Membuat pusing kepala saja. Kakak harus buru-buru,” lanjutnya berjalan pergi dengan tergesa-gesa. Sementara itu dari arah belakang, Riska yang berteriak ingin meminta solusi dari Claisya. “Kak ...! kakak ...! bagaimana ini, masa pergi begitu saja sih.” Namun Claisya sudah terlanjur pergi, dan tidak mendengar teriakannya tanpa menghiraukan candaan Riska. “Huhh ...! dasar kakak. Setidaknya, pura-pura kan bisa,” lanjutnya bergumam. Kediaman Ailen. “Celaka ...! hei kalian. Bisakah menggerakkan tubuh kalian dengan cepat? Kalian akan mendapat masalah jika aku sampai terlambat,” teriak Ailen kepada pengawalnya yang sedang menunggu mobil berjalan dengan lambat. Ailen ingin bertemu dengan salah satu keluarga kaya raya di kota itu. selain urusan bisnis, ada hal lain ju
Melihat keadaan Ailen mulai resah, Arav melepas genggaman tangannya.Terlihat bekas merah tepat di pergelangan tangan Ailen, membuat Arav merasa bersalah akibat itu.“Ma-maaf Ailen! Aku tidak bermaksud membuat tanganmu seperti itu,” tutur Arav merasa bersalah.Namun bukan menjawab, Ailen pergi tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Itu tentu semakin membuat Arav merasa sangat bersalah terhadap Ailen. Bukannya mendapat penjelasan, malah menambah masalah baru lagi.Tidak lama berlalu setelah Arav duduk lemas. Dia bermaksud meninggalkan tempat itu untuk menenangkan pikirannya. Saat berjalan, langkahnya sempat berhenti, lantaran dia melihat Riska dan Claisya ternyata melihat semua kejadian barusan itu.Tidak ingin ada kesalahpahaman di antara mereka? Arav bermaksud menjelaskan semua sambil dia juga teringat akan Diary yang ada padanya saat ini untuk dikembalikan.Melihat Arav yang berjalan ke arah mereka? Sontak saja, Claisya m
“Jadi. Kita harus bagaimana nona?” tanya pria itu.“Tunggu ...! terlalu dini jika langsung ke puncak? Sepertinya aku akan bermain-main dulu dengannya,” lanjutnya sambil menyeringai.Mereka pun pergi begitu saja setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan.Sementara itu, Arav yang ingin mengembalikan diary pada pemiliknya sedang kebingungan. Lantaran dia tidak melihat Riska dan Claisya di sekolah. Karena tidak ada kabar, dia menanyakan pada siswa lain kenapa mereka tidak datang? Namun tidak ada satupun yang tahu alasan mereka tidak hadir.Sebenarnya Arav masih ragu siapa pemilik Diary itu., tapi dia yakin bahwa itu adalah milik Riska. Melihat dari awal dia menemukan diary, sampai dengan inisial di cover diary itu.Tidak berselang lama, Arav dikejutkan oleh getaran ponsel di kantong kanannya. Ternyata itu adalah pesan dari Ailen.“Untuk apa dia menghubungiku?” Arav dengan wajah kebingungan bertanya-ta
“Ti-tidak nona! Saya yang salah. Saya malu karena kejadian ini. Sungguh! Di luar perkiraan saya.”“Hei kamu? Cepat kemari dan beri hormat pada nona Claisya dan nona Riska,” lanjutnya sambil memanggil penjaga itu.“MAAFKAN SAYA! Karena sudah menahan Anda tadi. Itu karena saya tidak tahu Anda. Sekali lagi maaf,” serunya dengan perasaan bersalah penjaga itu sangat ketakutan.“Aku tidak peduli itu,” tandas Claisya secara tegas.Tentunya jawaban itu membuat penjaga semakin ketakutan. Sampai dia berpikir inilah akhir dari pekerjaannya.“Paman? Tolong antarkan kami bertemu manajer di sini!” lanjutnya.Di saat mereka akan pergi? Riska memegang tangan Claisya dan membuat langkahnya berhenti.“Kak ...!” gumam Riska.Sambil perlahan memalingkan kepala ke arah penjaga itu. Claisya yang langsung paham akan maksud Riska langsung berkata.“Maaf! Nama Anda sia
“Apa yang dilakukan mereka di tempat seperti ini?”Terlihat perempuan itu sedang memikirkan sesuatu setelah ia selesai berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Sambil berdiri di samping mobil berwarna merah muda, seperti sedang menyusun rencana yang belum pasti.“Aha ...! aku tahu apa yang bagus untuk kalian berdua,” ucap perempuan itu sambil menyeringai tertawa senang.KEESOKAN HARINYA.“Hei, putri tidur! Bangun?” panggil Claisya sambil menggoyangkan badan Riska yang masih tidur.Riska langsung berjalan pelan menuju kamar mandi dengan mata yang masih redup. Seperti orang yang sedang mengumpulkan nyawa ke tubuh.“Hmm! Riska ...!” seru Clasiya dengan nada yang manja.“Hari ini tidak bisa,” sela Riska.Setelah selesai dengan urusan paginya itu? Riska sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah langsung membalas dan tahu maksud tujuan dari Claisya.
Hari yang semakin sore, terlihat awan hitam berkumpul di langit? Membuat sinar sang mentari yang meredupkan cahayanya. Angin perlahan datang yang diikuti setitik demi setitik air yang turun dari langit.Di tengah obrolan yang hangat itu?“Hei Rav lu mau pergi?” tanya Ansel melihat Arav yang tiba-tiba bangun dari tempat duduknya.“Maaf Ansel? Gua ingin sendiri dulu,” jawab Arav dengan nada datar sambil bergegas pergi.Langkah kaki Arav semakin cepat begitu ia melihat di luar hujan yang sudah turun. Namun? Tepat di pintu keluar dan saat yang bersamaan? Terdengar suara yang membuat semua teman-teman Arav di ruangan itu tertuju ke arah suara itu.“Aduh! ma-maaf? Kami tidak tahu ternyata ruangan ini sudah ada orangnya?” ucap seorang gadis sambil menahan sedikit rasa malu.“Ah! tidak perlu minta maaf? Saya yang seharusnya meminta maaf,” jawab Arav sambil memungut kunci motornya yang jatuh.Nam