Share

Mukena Untuk Ibu

Sinta adalah seorang janda yang telah ditinggal mati oleh suaminya yang bermata pencaharian sebagai seorang nelayan dan juga seorang ibu rumah tangga yang mempunyai dua anak. Sampai saat ini dia masih belum mengetahui kondisi suaminya tersebut. Jasadnya masih belum berhasil diketemuan selama bertahun-tahun lamanya setelah peristiwa kecelakaan kapal sudah terjadi. Sinta telah berkomitmen bila dia masih melihat jasad suaminya itu dengan sendiri dia berpendapat bahwa suaminya masih belum meninggal.

Ucapan Sinta mengharapkan bila keajaiban tersebut tiba dan membawa suami pulang kerumah dengan keadaan selamat “Bila aku masih belum menemukan suamiku dengan usahaku sendiri. Aku akan tetap menunggu dia sampai bertahun-tahun lamanya bahkan sampai malaikat maut akan mencabut nyawaku”

Sinta benar-benar merasa tidak tenang saat itu. Dialah yang telah mengantarkan suaminya pergi menuju ke kapalnya untuk mencari ikan di pagi yang indah itu. Pada saat itu Sinta telah berpesan kepada suaminya.

“Bapak, ibu benar-benar tidak merasa tenang. Ibu sangat cemas maka ibu mohon kepada bapak untuk tidak pergi melaut hari ini ya?” ujar dengan muka yang merasa cemas.

“Tidak usah khawatir ibu, bila bapak tidak pergi melaut bagaimana kita bisa mendapatkan uang untuk makan. Saat ini kita sudah kekurangan uang untuk biaya makan. Apakah ibu sudah memikirkan bagaimana nasib kedua anak kita nanti?” ujar Heri kepada istrinya.

Dia meilhat anak pertamanya yang bernama Andi masih berusia sembilan tahun dan anak terakhirnya yang bernama Heni masih di gendong oleh istrinya sebab dia masih berusia sembilan bulan.

“Ibu jadi tidak tenang apabila nanti terjadi apa-apa dengan bapak”

Heri hanya dapat melemparkan senyumannya kepada istrinya “Ibu tidak perlu khawatir, semuanya itu sudah diatur oleh Tuhan YME. Bila memang suatu saat terjadi sesuatu yang menimpa bapak sebelum bapak pulang kembali ibu harus berjanji akan selalu sabar dan selalu memanjatkan doa kepada Tuhan YME. Tolong ibu jaga baik-baik kedua anak-anak kita, mereka adalah anugerah yang sangat terindah dari Tuhan Yang Maha Kuasa”

Sinta hanya bisa tersenyum dengan mengikuti nasehat dari suami. Dia mencium tangan suami dan memeluk punggung suami tidak lupa juga anak-anaknya diminta melakukan hal yang sama sebab pendidikan saling menghormati harus kita tanamkan kepada anak-anak kita pada saat mereka masih kecil.

Dengan segera Heri pergi menuju tengah laut ketika itu suasana pagi sangat cerah sekali. Sinta melihat suaminya itu pergi meninggalkannya demi memenuhi kebutuhan keluarga. Namun rasa tidak tenang masih saja menghantui perasaan Sinta. Meskipun hari sudah menunjukan siang rasa tidak tenang yang ada pada Sinta masih saja belum sirna. Pada suatu hari dia telah mendengar dari salah satu nelayan yang sudah pulang kembali sebabnya terjadi peristiwa badai di tengah laut dan seluruh nelayan telah kembali pulang dengan kondisi selamat akan tetapi tidak bersama dengan suaminya itu. Dia telah menyaksikan seluruh nelayan ke desanya namun dia tidak melihat keberadaan suaminya itu.

“Mohon maaf suami saya mana?” tanya Sinta kepada salah satu nelayan yang telah berhasil pulang.

“Mohon maaf ibu Sinta saya tidak berhasil menyelamatkan pak Heri” ujar pak Jaka yang merupakan salah satu nelayan yang telah berhasil pulang dengan keadaan selamat.

Pak Heri dan pak Jaka telah pergi berlayar untuk mencari ikan. Namun tidak diduga sebelumnya cuaca yang tadinya sangat cerah telah berubah menjadi mendung. Pak Jaka mempunyai pandangan yang tidak baik hanya menjala ikan yang dekat dengan pantai. Sementara pak Heri tetap saja pergi berlayar jauh menuju ke tengah laut. Dia sempat memberikan aba-aba kepada pak Heri saat itu.

“Pak Heri tolong jangan melaut terlalu jauh nampaknya hari ini cuaca akan mendung” teriak pak Jaka untuk melarangnya.

“Tidak pak! Bila menjala ikan lebih ke tengah laut pasti disana akan banyak ikan” teriak pak Heri yang masih saja keras kepala untuk tetap menjala di tengah laut.

Beberapa waktu kemudian setelah itu kondisi cuaca memang tidak berubah secara drastis menjadi mendung bahkan saat ini lebih mendung dari pada suasana sebelumnya. Angin telah berhembus dengan kencangnya! Pak Jaka telah melihat ada hembusan angin yang sangat kencang sekali di tengah laut. Lalu dia meneriaki Pak Heri

“Pak Heri ayo cepat kembali akan muncul badai” teriakan pak Jaka kepada pak Heri namun pak Heri mengabaikan teriakannya.

Pak Jaka akhirnya memutar balik kapalnya ke tepi pantai karena tidak ingin mengambil resiko ketika itu kapal yang sedang di naiki oleh pak Heri telah terhantam hembusan angin yang sangat dahsyat itu. Dia tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan pak Heri setelahnya yang dia fokuskan hanyalah kembali ke tepi pantai untuk menyelamatkan dirinya.

Sinta seolah-olah tersambar petir yang sangat hebat bahkan beribu-ribu kali lebih hebat dari petir sekeras apapun yang pernah dia lihat dan dengar setelah menyimak cerita dari pak Jaka tentang keadaan suaminya itu. Kakinya telah tidak dapat menopang bobot badannya. Dia hanya bisa duduk di tempat dimana dia telah berdiri dengan pandangan hampa serta air mata yang telah terlihat sudah banjir membasahi pipinya. Sebagian warga disana berupaya untuk menenangkan Sinta yang pada akhirnya tidak menyadarkan diri yang ketika itu secara langsung dibawa menuju rumahnya.

Tahun demi tahun telah berganti, setelah peristiwa itu Sinta telah melalui hidup yang sangatlah tidak mudah. Bila sebelumnya ketika suami masih ada mereka sudah kesulitan untuk mencari uang apalagi saat suami sudah tiada dan juga kondisi kedua anaknya sangat memprihatikan. Sinta rela mengorbankan tenaganya untuk kerja banting tulang sebagai buruh serabut untuk bisa menghidupi kedua anaknya itu yang masih sangat kecil. Hingga sampai sekarang anak pertamanya berusia empat belas tahun dan anak bungsunya telah berusia lima tahun.

Dia benar-benar bersyukur ditengah-tengah hidupnya yang serba kekurangan. Dia masih tetap diberi kesehatan untuk bisa bekerja mencukupi kehidupan keluarganya. Dia selalu ingat untuk bersyukur kepada Tuhan atas nikmat hidup yang tuhan berikan kepadanya. Sinta telah menegadahkan kedua tangannya mendongakan kepala kearah langit-langit kamar tidurnya. Dengan mengenakan mukena yang sudah sangat lusuh dan sobek-sobek sana-sini serta tambalan dari jahitan yang sudah tidak bisa dihitung kembali jumlahnya dia tetap khusyuk menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslimah.

“Ya Tuhan terima kasih sekali atas indahnya hidup yang engkau berikan selama ini kepada hamba. Terima kasih Ya Tuhan karena engkau telah memberikan kesehatan kepada hamba untuk dapat mencari uang untuk kebutuhan anak-anak hamba. Ketika hamba mengalami kesulitan dalam hidup, hamba tetap bersyukur atas segalanya karena nikmat ini merupakan rasa kasih sayangmu kepada keluarga hamba. Hamba mohon kepadamu untuk teruslah memberikan hamba dan kedua anak hamba kesehatan Ya Tuhan berilah kami sekeluarga kebahagiaan yang tidak terduga di mata kami sekeluarga. Amiin”

Doanya lantas mengusap seluruh mukanya dari dahi sampai dengan dagu. Setelahnya dia langsung membereskan mukena lusuhnya tersebut lalu dengan segera menuju ke dapur untuk meyiapkan makan untuk kedua anaknya.

Ternyata Sinta tidak tahu bahwa Andi telah mendengar seluruh doa ibunya yang menyentuh hatinya. Dia memang bangga bisa mempunyai seorang ibu seperti Sinta, yang dengan ikhlas mengeluarkan tenaganya sekuat apapun demi mencari uang yang sangat halal untuk anak-anaknya. Andi akhirnya memutuskan bekerja untuk membantu ibunya meskipun usianya masih sangat muda. Pekerjaanya sebagai kuli panggul di pasar yang tidak jauh dari rumahnya. Dia mempunyai ambisi untuk bisa membelikan mukena yang sangat pantas untuk ibunya. Dia telah tahu bahwa ibunya sangat menginginkan mukena baru untuk dipakai shalat. Seharusnya usianya Andi sekarang digunakan untuk belajar di sekolah namun karena tidak ada biaya akhirnya dia memutuskan untuk berhenti sekolah demi membantu ibunya bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

Sinta sempat menabung dulu untuk membeli mukena yang baru akan tetapi ada saja rintangan yang menghambat pada saat uangnya sudah terkumpul sehingga dia harus menunda dulu untuk membeli mukena yang baru. Putri bungsunya yang bernama Heni mendadak sakit panas tinggi dan harus segera di bawa ke dokter. Ketika itu Sinta benar-benar tidak mempunyai uang sehingga dengan terpaksa harus merelakan uang hasil jerit payahnya yang akan dipakai untuk membeli mukena yang baru digunakan untuk berobat Heni dikarenakan kesehatan Heni lebih penting dari pada harus membeli mukena yang baru. Kan mukena yang lama saja bisa digunakan kok.

Sinta sedang duduk di samping tempat tidurnya sambil memegang uang seratus ribuan sebanyak tiga lembar. Dengan menampilkan wajah yang penuh dengan senyum untuk melaksanakan niatnya untuk membeli mukena baru segera tercapai. Bagaimana tidak! Dia benar-benar menginginkan mukena yang baru waktu berbulan-bulan yang lalu, akan tetapi uang baru sempat dikumpulkan saat ini. Sinta akan pergi ke pasar untuk membeli mukena baru setelah shalat dzuhur namun baru saja selesai melaksanakan kewajibannya tiba-tiba Andi berteriak memanggil namanya

“Ibu...ibu ayo segera ke kamar Heni” teriak Andi yang dia sangat yakin berasal dari kamarnya Heni.

Dengan segera Sinta membereskan mukenanya lalu berlari menuju ke kemar Heni. Disana dia melihat Andi yang sedang menangis sementara Heni terlihat kejang-kejang. Dia sangat cemas dan tidak bisa lagi berbuat apa-apa. Tidak lama kemudian dia menggendong putrinya untuk menuju ke dokter. Disebabkan dia sudah tahu putrinya telah sakit panas selama dua hari sedangkan Sinta hanya memberikan obat di toko saja. Dengan mengiringi langkah kaki sang ibu yang kondisinya sangat cemas Andi juga ikut merasa panik lalu cemas akan kondisi adiknya tersebut. Dia berupaya menghadang angkot untuk dijadikan sebagai transportasi untuk menuju ke dokter. Lebih tepatnya ke puskesmas yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Sinta terlihat sangat kebingungan di sekitar ruangan puskesmas yang tidak jauh dari tempat tinggalnya sebabnya bila harus di bawa ke rumah sakit dia sama sekali tidak mempunyai uang lagipula jarak rumah sakit dari rumahnya sangat jauh sekali yakni kurang lebih 15 kilo meter jaraknya. Beberapa saat kemudian dokter yang telah menangani Heni akhirnya keluar dari ruang periksa.

“Ibu tidak perlu merasa cemas anak ibu kondisinya tidak apa-apa. Dia hanya mengalami kejang-kejang sebabnya suhu badannya yang sangat tinggi. Dia hanya butuh minum obat dan beristirahat” ungkap dokter tersebut yang hanya di kasih rasa lega dalam hati Sinta ataupun Andi.

“Andi, ibu minta tolong jaga adik kamu ya, ibu mau menebus obatnya terlebih dahulu” ujar Sinta lembut kepada Andi.

Andi hanya menganggukkan kepalanya lalu dengan segera memasuki ruangan adiknya sementara Sinta melangkah menuju bagian administrasi untuk menebus obat serta membayar biaya pengobatan anaknya.

Seorang perempuan yang sedang berada di dalam loket pembayaran mengucapkan “Jumlah biaya yang harus di bayar adalah tiga ratus lima puluh ribu rupiah”

Sinta telah terperangah “Apa tidak salah nih mba? Kok mahal sekali biayanya?” tanya Sinta untuk menyakinkan.

“Ini benar Ibu. Biayanya memang segitu”

Sinta mengecek uangnya yang ada di dompetnya. Dia hanya membawa uang sebanyak tiga ratus ribu rupiah itu pun jumlah uang yang dengan susah payah dia kumpulkan untuk membeli mukena yang baru. Sinta telah memberikan uang kepada petugas loket pembayaran yang ada di depannya.

“Mohon maaf mba saya hanya ada uang tiga ratus ribu saja, apakah kekurangannya bisa di cicil nanti?” ucap Sinta

“Baiklah tapi obatnya akan saya kurangi ya ibu?”

“Tidak usah” ucap Andi yang telah berdiri di belakang ibunya. Kemudian Sinta membalikan tubuhnya ke arah Andi.

“Mengapa kamu ada disini nak? Ibu kan sudah bilang supaya kamu itu menjaga adik kamu saja di ruangan periksa” ucap Sinta sambil menatap muka anaknya yang bernama Andi

Andi dengan segera menggeleng “Bagaimana aku bisa tenang untuk menjaga adikku bila disini ibu sedang mengalami kesulitan membayar biaya pengobatan adikku” Andi telah merogoh hal yang ada di dalam saku celananya. Dia mengambil uang sejumlah lima puluh ribu rupiah

“Ini ibu aku mempunyai uang lima puluh ribu silahkan ambil saja untuk menutupi biaya pengobatan adikku. Uang ini adalah tabungannya Andi ibu”

Sinta telah menolak dengan halus pemberian uang dari anaknya Andi “Tidak perlu Nak! Itu adalah uang kamu, hasil susah payah kamu, tidak apa-apa kok Nak biarkan ibu yang berusaha untuk menutupi pembayaran obat untuk adikmu”

“Ibu! Andi adalah anak Ibu kan?” Sinta menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan dari Andi

“Bila Andi adalah benar-benar anaknya ibu Andi mohon biarkan Andi menolong ibu. Meskipun Andi sudah paham itu tidak sebanding dengan semua pengorbanan yang ibu telah berikan untuk Andi dan Heni”

Sinta telah menghela nafas perlahan-lahan. Kemudian dia pun menganggukan untuk mengiyakan permintaan dari Andi. Andi telah mengerti apapun yang telah dilakukan oleh dia tidak ada nilainya bila dibandingkan dengan pengorbanan dan susah payah ibu untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan anak-anaknya sejak meninggalnya bapak di tengah laut bertahun-tahun yang lalu.

Andi telah memandang ibunya yang sedang melaksanakan ibadah Shalat Shubuh dengan khusyuk. Matanya telah membuka untuk meyaksikan betapa bersyukurnya ibu dan tawakal atas semua hal yang sedang menimpa dirinya ataupun keluarganya. Dia sangat tidak tega melihat mukena yang sedang dipakai oleh ibu sangat tidak bagus. Warnanya sudah sangat lusuh dan juga banyak bagian mukenanya yang sobek dan dijahit oleh ibunya untuk menutupi bagian yang sudah sobek.

Andi melangkah ke arah depan rumahnya. Suasana pagi itu masih sangat gelap, dia sangat niat untuk bekerja keras untuk membelikan mukena yang bagus untuk ibunya. Dia menarik nafas secara perlahan-lahan dan menyemangati dirinya sendiri. Dia melangkahkan kakinya menuju ke pasar untuk menjadi tukang kuli panggul. Orang-orang yang ada disana jarang sekali menggunakan tenaganya untuk memanggul sesuatu atau barang belajaanya. Ya maklum sebagian masyarakat di desanya itu sudah membuka warung atau hanya sekedar belanja untuk kebutuhan sehari-hari selama sebulan.

Rupanya Andi telah melihat mukena yang sangat bagus terpajang di salah toko baju muslim yang ada di pasar. Dengan segera dia menanyakan harga mukena tersebut pada penjual.

“Harga mukena ini dua ratus ribu rupiah” ujar seorang penjual. Andi merogoh uang yang dia miliki ternyata baru ada seratus ribu rupiah. Masih kurang seratus ribu lagi untuk dapat membeli mukena yang baru itu untuk hadiah ibunya.

“Mohon maaf bu, saya sebenarnya ingin membeli mukena itu namun uang saya belum cukup, tolong bu simpan mukenanya dulu ya? Nanti bila saya sudah mempunyai uang yang sangat cukup akan saya beli mukena tersebut” ucap Andi

“Oke”

Andi telah bekerja keras dari pagi sampai dengan malam selama berhari-hari untuk memenuhi kekurangan uang yang dia miliki untuk bisa membeli mukena untuk ibunya. Akhirnya uangnya sudah terpenuhi pada waktu malam hari dan sudah cukup untuk bisa membeli mukena untuk ibunya. Dengan segera Andi melangkahkan kakinya untuk menuju ke toko yang pernah dia kunjungi sebelumnya untuk membeli mukena yang baru.

Setelah membeli dia kemudian melangkahkan kakinya untuk menuju kerumah. Membawa mukena yang sangat bagus untuk seorang ibu kandungnya. Akhirnya Andi bisa bernapas lega. Pada akhirnya setelah lama bersusah payah mengumpulkan uang untuk bisa membeli mukena yang baru bisa terwujud. Benar-benar suatu kebahagiaan yang tidak terduga yang pernah dia alami setelah membeli mukena tersebut.

“Tolong….tolong”

Andi telah mendengar suara teriakan bapak paruh baya yang sedang berdiri di tepi jalan dan berteriak untuk meminta tolong ketika sedang menempuh perjalanan pulang. Dengan segera dia mendatangi bapak tersebut lalu menanyakan apa yang telah terjadi barusan. Ternyata bapak itu barusan saja kejambret oleh seorang laki-laki. Dengan segera Andi mengejar sang penjambret itu sesuai dengan petunjuk dari bapak tadi bila seorang penjambret telah berlari kearah selatan.

Tidak berapa lama kemudian Andi telah menemukan seorang penjambret itu yang sedang bersembunyi di antara tong minyak tanah di jalan buntu. Sebab dia sudah tahu bahwa tidak ada akses jalan lagi di kawasan itu. Perkelahian tidak bisa di hindarkan pada akhirnya, Andi telah memukul seorang penjambret itu dengan menggunakan mukena untuk sang ibu yang baru saja di belinya. Namun sayang di sayangkan mukena itu robek karena sabetan benda tajam yang dipegang oleh seorang penjambret sejak tadi. Ketika Andi telah lengah karena telah melihat mukena untuk ibunya itu sobek sang penjambret secara langsung menusuk punggung Andi dengan pisau yang sangat tajam. Andi telah terjatuh tersungkur bercucuran darah karena tusukan benda tajam yang baru saja dia peroleh. Sementara sang penjambret yang baru saja akan kabur ketahuan warga yang lebih dulu datang. Penjambret secara langsung dibawa ke kantor polisi dan Andi langsung di bawa ke rumah sakit.

Setelah mendengar peristiwa yang menimpa anaknya Sinta sangat panik. Awalnya dia sangat kebingungan harus melakukan apa sebab jarak rumah sakit yang sangat tidak dekat dan tidak mempunyai uang sepersen pun yang ada ditangannya. Beruntunglah ada seorang tetangga yang ingin mengantarkannya menuju rumah sakit dengan menggunakan mobilnya.

Sinta bergerak keliling setiap ruangan rumah sakit menuju ruang IGD dengan mengajak putri bungsunya yang bernama Heni. Dia telah melihat ada seorang bapak-bapak yang sedang berdiri di depan ruang IGD. Dia secara langsung menanyakan kondisi anaknya dan mengapa bisa sampai terjadi peristiwa semacam itu kepada Andi putra pertamanya. Ada seorang laki-laki yang bercerita tentang kejadian yang baru saja di alami oleh Andi. Sinta hanya bisa bersedih dan tidak bisa menahan air matanya. Dia sangat takut bila terjadi hal tidak diinginkan pada putranya. Dia sudah cukup kehilangan suami tanpa ada berita sampai saat ini dia juga tidak mau kehilangan Andi putra pertama yang dia sayangi.

Tidak berapa lama dokter telah keluar dari ruang IGD lalu dia memaparkan tentang kondisi Andi.

“Kondisi pasien tidak apa-apa, beruntunglah luka tusuknya tidak terlalu dalam, saat ini dia sudah sadar dan ingin sekali bertemu dengan ibunya” ungkap dokter itu.

Sinta secara langsung masuk kedalam ruang IGD setelah pada awalnya dia terlebih dahulu meminta izin kepada sang dokter untuk menengok keadaan putranya itu.

“Ibu maafkan aku” lirih Andi kepada ibu yang baru saja tiba di ruang IGD.

“Tidak perlu meminta maaf Nak. Mengapa kamu harus meminta maaf sama ibu. Kamu tidak salah sama sekali sama ibu Nak”

“Andi ingin membelikan mukena baru untuk ibu namun mukenanya sudah rusak. Maafin aku ya ibu, aku tidak dapat menjaga mukena ibu dengan baik”

“Tidak Nak. Tidak apa-apa mungkin itu bukan rezeki ibu. Ibu harus bersabar dan selalu ikhtiar untuk dapat membeli mukena yang baru. Sudah tidak apa-apa! Kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri Nak. Saat ini yang harus kamu pikirkan adalah keselamatan dirimu sendiri” ujar Sinta sambil meneteskan air matanya.

“Permisi bu” ujar bapak paruh baya yang tadi di tolong oleh Andi

“Saya meminta maaf! Nama saya Pak Randi, anaknya ibu kondisinya seperti ini karena membantu saya menangkap sang jambret yang telah mengambil tas saya. Saya sangat berterima kasih kepada anaknya ibu karena telah membantu saya. Bila dia tidak ada saya tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya. Sebab di dalam tas ini ada dokumen-dokumen yang penting milik perusahaan saya. Bila dokumen-dokumen itu hilang saya tidak tahu nantinya akan seperti apa, namun yang jelas saya benar-benar terima kasih kepada anak ibu karena telah membantu saya. Kemudian saya berjanji akan mengganti mukena yang kamu beli untuk ibumu nanti ya Andi” ujar Pak Randi berterima kasih.

“Tidak perlu pak. Saya ikhlas membantu bapak. Saya tidak menginginkan apapun untuk itu. Hanya mendengar bapak selamat dan dokumen-dokumen penting bapak saja sudah sanggup membuat saya bahagia. Sebab ibu selalu mendidik saya untuk menolong orang tanpa pamrih bagi mereka yang membutuhkan pertolongan” ujar Andi menatap bapak paruh baya di hadapannya.

“Kamu benar-benar luar biasa Andi. Ibumu sangat beruntung memiliki anak berhati baik seperti kamu, namun tolong kali ini kamu jangan menolak saya untuk membantu kamu ya Andi. Sejak dulu saya menginginkan anak laki-laki namun Tuhan tidak menghendaki, dan saya mengharapkan kamu mau menjadi anak angkat saya”

Andi telah melihat sang ibu dengan lekat yang hanya dapat menganggukkan kepalanya untuk menyetujui keinginan pak Randi. Setelah peristiwa itu kehidupan Santi dan keluarga telah membaik secara bertahap. Pak Randi berkenan memberikan modal untuk membuka kios kecil-kecilan di depan rumahnya. Pak Randi seperti malaikat yang di utus oleh Tuhan untuk membantu kehidupan Santi dan keluarganya.

Andi dan Heni juga tidak lepas dari pandangannya. Dia membiayai sekolah Andi sampai dengan perguruan tinggi dan sampai saat ini dia telah sukses sebagai pengepul ikan di desanya. Dia telah membuka lapangan pekerjaan untuk warga yang ada di desanya yang kehidupannya sama seperti dia rasakan dulu. Dia pun selalu ingat dengan jasa pak Randi yang telah membantu kehidupannya hingga seperti saat ini.

Dengan belajar menjadi keluarga kecil Santi bisa mengambil pelajaran bahwa bila hidup itu banyak rintangan yang selalu datang menimpanya. Akan tetapi seberat apapun rintangan itu kita harus tetap tawakal dan sabar akan kehidupan kita. Tetap ikhtiar dalam segala sesuatu niscaya Tuhan yang maha esa akan mengubah kehidupan orang yang selalu bertawakal atas segala nikmat yang telah diberikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status