Share

Replacement Of Heart (INDONESIA)
Replacement Of Heart (INDONESIA)
Penulis: CutelFishy

Part 1

Siapa yang tidak ingin menjadi ratu dalam rumah tangga adalah impian setiap wanita. Tidak ada yang bisa menggantikan. Namun ketika tempat yang ia duduki tidak terasa nyaman dan malah menjadi siksaan. Apa yang harus dilakukannya? Mengenalnya bertahun-tahun tidak bisa meyakinkan diri bahwa Damar adalah pria terakhirnya. Rumah tangganya hanya sekedar saja. Sekedar pulang ke rumah, sekedar memberi nafkah lahir dan batin dan sekedar janji. Tidak ada cinta lagi yang menyatukan 2 hati. Selama ini ia cukup bersabar menjalani biduk rumah tangga. Menikah 4 tahun dan mempunyai 1 putri berusia 3 tahun. Semuanya ia lakukan demi sang buah hati.  Sabar dan bertahan. 

 

Pagi itu Daninda Ayu telah menyiapkan sarapan. Ia membuatkan nasi goreng dan juga susu untuk putrinya. Suaminya baru keluar dari kamar dengan pakaian seragam kebanggaannya sebagai Pilot. Daninda hanya melihatnya sekilas dengan wajah muram.   

 

"Anak papa udah bangun?" sapa Damar ramah pada Fahrania yang sedang duduk di kursi. Ia menghampiri lalu membungkuk untuk mencium kedua pipi putrinya dengan gemas.  Tumben, pikir Daninda. 

 

"Papa mau kelja?" tanya putrinya polos.  

 

"Iya, Papa mau kerja," 

 

"Bawa pesawat?"  

 

Damar terkekeh, "iya, Papa yang bawa pesawatnya."  

 

"Mas, sarapan dulu," ucap Daninda pada suaminya. Ia menaruh piring yang berisi telur mata sapi. Damar menegakkan tubuhnya lalu mendekati Daninda.  

 

Cupp.. 

 

"Selamat pagi," sapanya manis. Daninda akhirnya ikut tersenyum karena perlakuan yang berbeda dari Damar pagi ini. Mungkin suaminya telah berubah, bisik hati kecilnya. Damar duduk dikursi utama, sebagai istri Daninda melayani suaminya. Dan mereka sarapan bersama.  

 

Setengah jam selesai sarapan, Daninda menatap punggung Damar yang telah menghilang dari balik pintu. Ia menarik napas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar. Entah mengapa hatinya menjadi risau. Damar Pradikta, suaminya bekerja sebagai pilot di sebuah penerbangan yang cukup terkenal yaitu Garuda Airlines.  

 

Resiko menjadi istri seorang pilot pasti besar. Tapi bukan itu yang takutkan. Daninda percaya jika jodoh, rezeki dan kematian merupakan rahasia Tuhan. Malah Daninda merasa kehampaan yang luar biasa dalam rumah tangganya.  

 

"Mama," tegur Fahrania menarik-narik roknya. Dan itu menyadarkan Daninda dari lamunannya. 

 

"Ya, sayang?"  

 

"Aku mau nonton ipin-upin."  

 

"Siaap." Daninda menggendong putrinya menuju ruang TV. Ia menciumi Fahrania. Daninda merasa bosan sekali. Ia menemani Fahrania menonton TV. Iseng ia mengirim chat pada sahabatnya. 

 

Ping  

 

Daninda : Udah pagi, woy!  

 

Deira : Kamu  pagi-pagi udah ngeganggu aja!  

 

Daninda : Jangan-jangan kamu baru bangun ya? Abis berapa ronde sama si Sumsum?"  

 

Daninda tertawa kecil saat membalas chat tersebut.  

 

Deira : Beronde-ronde sampe badan aku pada sakit nih.  

 

Daninda : Gila kamu, anak udah banyak masih aja produksi!!  

 

Deira : Yaiyalah, Mas Kusuma nggak bisa liat aku menganggur sebentar langsung tancap gas mulu.  

 

Daninda : Amit-amit, kalian pasangan mesum!!  

 

Deira : Damar udah berangkat?  

 

Daninda : Udah. 

 

Deira : Kenapa? Kurang jatah bukan kamu? 

 

Daninda : Nanti aku cerita langsung aja sama kamu. Lewat chat pegal tanganku. Besok kamu ada acara? 

 

Deira : Owh, ya udah. Besok kamu kesini aja. Tapi jangan lupa bawa makanan yak..  

 

Daninda membalas emoticon sebal. 

 

"Mama kenapa senyum-senyum sendili?" tanya Fahrania bingung. Putrinya sangat kritis, apapun yang ia lihat pasti ditanyakan.  

 

"Ini Tante Deira lucu, sayang" jawab Daninda sembari tertawa.  

 

"Eum," Fahrania mengangguk lalu melanjutkan menonton TV. Mungkin ia tahu kalau Tante Deira itu memang lucu orangnya.  

 

*** 

 

Apa yang Daninda lakukan jika hanya berdua di rumah? Yaitu mengajak Fahrania jalan-jalan. Damar tidak pulang semalam karena bertugas. Lagi-lagi Daninda hanya bisa menerima nasib.  

 

Ia akan mengajak putrinya ke rumah Deira. Sebelumnya ia membeli kue sesuai pesanan sahabatnya. Mereka berteman dari sekolah dasar sampai sekarang.  Daninda mampir ke Starbucks untuk membeli kue dan juga kopi. Wanita itu penggila kopi. Ia memarkirkan mobil di tempat yang telah disediakan.  

 

"Nah, kita beli kue dulu untuk Tante Deira ya," Daninda membuka sabuk pengaman Fahrania. Menggendongnya lalu membuka pintu mobil.  

 

Di dalam Starbucks Daninda membeli kue terlebih dahulu sambil menunggu pesanan minuman kesukaannya. Ia mencari meja kosong untuk menyuapi Fahrania kue. Saat pesanannya sedang dibuat.  

 

"Makannya pelan-pelan, sayang." Daninda menyeka bibir Fahrania.  

 

"Dan.. !" panggil pelayan itu samar-samar. Tanpa mendengar lebih lanjut Daninda buru-buru beranjak dari kursinya hendak mengambil minuman itu. Pelayan itu menatapnya aneh. Karena ada dua orang di depannya kini. 1 wanita dan 1 pria.  

 

Daninda menoleh ke sebelahnya. Ia sampai menenggakkan kepalanya saking tingginya pria itu. Daninda terdiam melihat pria itu. 

 

"Pesanan atas  nama Daniel?" ucap Pelayan itu. 

 

"Ya?" ucap Daninda. 

 

"Espresso  dengan  gula  dua puluh persen." Pelayan menerangkannya.  

 

"Owh," bibir Daninda membulat. Itu bukan pesanannya. 

 

"Itu punya saya," suara pria itu berat. Daninda sampai merinding.  

 

Pelayan memberikan minumannya pada pria itu. Daninda merutuki betapa bodoh dirinya. Sampai salah dengar. Ia tidak fokus karena harus menyuapi Fahrania. Pria itu meliriknya sebentar dengan tatapan dingin. Wajah Daninda memerah karena malu. Syukurlah ia belum mengambil minuman tersebut. Ada beberapa orang memandanginya aneh dan membuatnya kikuk. Daninda tersenyum kaku.  

 

Tanpa berbasa-basi pria itu pergi setelah mengucapkan "Terimakasih" pada pelayan. Daninda  kembali  ke kursi  menunggu pesanannya.  

 

"Ya ampun, Rania. Mama maluuuuu!!!" bisiknya. Ia menutupi wajahnya dengan tangan. "Ini kuping harus dibersihin kayaknya. Sampe salah denger gitu!" ia mengomel sendiri. Putrinya menatap polos sang Mama. Ia mengambil kacamata hitam dari dalam tas untuk menutupi rasa malunya.  

 

*** 

 

Daninda menekan bel rumah Deira dengan tidak sabar. Sampai yang punya rumah menggerutu tidak jelas. Ia sudah tahu siapa yang datang. Pintu terbuka, dan siapa lagi yang ada dihadapannya kini kalau bukan Daninda. Wajah Deira masam namun ketika melihat Fahrania dan apa yang dibawa tamunya berubah menjadi ceria.  Daninda memeluk tubuh sahabatnya erat. Deira sampai sesak napas. 

 

"Hey!! Kamu mau matiin aku ya?!" tanya Deira sewot. Ia berusaha melepaskan diri.  

 

"Nggak kok, kasian si Sumsum entar nggak ada yang ngelonin," timpal Daninda nyengir.  

 

"Gila kamu!" umpatnya. Daninda melotot. Disana ada Fahrania juga bagaimana jika ia mengikuti ucapan Deira. "Maaf, aku ketelepasan." Ia menutup bibirnya dengan tangan. "Eh, ada Rania. Sini Tante cium dulu." Ia berjongkok menyejajarkan tubuh Fahrania yang mungil. "Muuaah, Tante kangen kamu, sayang. Masuk yuk," Deira menggandeng Fahrania masuk ke dalam rumah di ikuti Daninda.  

 

Rumah Deira minimalis namun sangat nyaman. Sahabat Daninda itu mempunyai 2 orang anak kembar laki-laki dan perempuan.  

 

Daninda duduk di sofa dengan nyaman. Sedangkan Deira membawa putrinya ke ruang bermain bersama kedua anaknya. 

 

"Mau minum apa?" tanya Deira setelah kembali dari ruang bermain anak-anak. 

 

"Aku bawa minuman sendiri." 

 

"Kopi?"  tebak Deira. 

 

"Yupz, bener banget itu," sahut Daninda senang. Deira menggelengkan kepalanya. 

 

"Jangan kebanyakan minum kopi kamu." Deira  duduk  di  sebelahnya. Daninda mengeluarkan minuman dari plastik.  

 

"Kenapa?  Aku  nggak  bisa berenti kayaknya. Nggak minum sehari aja bisa pusing kepalaku. Ngomong-ngomong hari ini aku malu banget." Daninda memperhatikan tempat kopinya. 

 

"Kenapa?" tanya Deira yang ingin tahu. 

 

"Eum, masa iya. Aku salah denger, hampir aja aku ambil minuman orang. Ini kuping  harus  sering-sering dibersihin kayaknya." 

 

"Bersihinnya  sekalian  pake  pacul," timpal Deira tertawa terbahak-bahak. 

 

"Itu mah kamu kali. Abisnya aku denger nama depannya aja. Nama kita sama. Untung aja pelayannya ngasih tau kopi apa itu." 

 

"Cowok?"  Daninda mengangguk. 

 

"Ganteng?" lanjut tanya Deira excited. 

 

"Eum,"  Daninda  mengingat pria tersebut. "Kepo ah," 

 

"Yaelah,  kamu  tau sendirikan aku memang kepo!" Deira berdecak.  

 

"Tinggi, ganteng, lumayan mateng juga sih."  Daninda  menjelaskan seraya membayangkan pria tersebut. Entah mengapa mata Deira berseri-seri.  

 

"Kenapa nggak minta nomor hapenya?" seru Deira. 

 

"Gila kamu! Emangnya aku cewek apaan?! Lagian kamu apa nggak liat nih!" Daninda menunjukkan cincin perkawinannya tepat di depan mata Deira.  

 

"Ah, kamu ini. Buat selingan nggak apa-apa juga kan. Apalagi kita punya suami kayak nggak punya suami. Ditinggal-tinggal tugas terus. Tiap hari aku di rumah cuma mikirin suami yang lagi terbang." 

 

"Itu udah resiko kita jadi istri pilot, Deira."  

 

"Tapi kok kamu kayaknya tenang-tenang aja. Kenapa? Ada masalah sama Damar?"  

 

Daninda terdiam sejenak. "Eum, begitulah.." ucapnya pelan. "Aku ngerasa kalau pernikahanku hambar, De. Ibaratnya udah nggak ada gairah lagi gitu, kenapa ya?"  

 

"Damar nggak bertingkah mencurigakan kayak selingkuh gitu?" tanya Deira serius.  

 

"Amit-amit! Jangan sampai! Aku bakal cerai detik itu aja kalau tau dia selingkuh!" ucap Daninda marah. 

 

"Terus? Kenapa dong?"  

 

"Damar nggak selingkuh kok tapi nggak tau juga sih. Tapi dia cuek, sibuk sama pekerjaannya. Apa dia nggak tau kalau aku butuh perhatian dari dia. Ibaratnya dia berperan sebagai suami tapi nggak menjiwai peran itu."  

 

"Berat banget kata-kata kamu," Deira tertawa. Daninda mendelik.  

 

"Coba kamu tanya si Sumsum kalau di tempat kerjaan Damar gimana? Mereka kan satu kerjaan kan."  

 

"Laki aku namanya Kusuma Wijaya. Bukannya Sumsum!!" ucap Deira sewot. "Enak aja kamu ganti-ganti nama orang!"  

 

"Males aku menyebut nama Kusuma kebagusan," kelakar Daninda.  

 

"Iya nanti aku tanyain. Nama cowok itu siapa?" Deira masih ingin tahu mengenai pria itu. 

 

"Yang mana?"  

 

"Yang pesan kopi juga. Kok aku malah jadi penasaran sama dia ya?"  

 

"Kamu mah nggak boleh ngedenger yang mateng. Pasti suka, emang si Embul kurang mateng?!"  

 

"Dia mateng kalau di ranjang," kedua pipi Deira merona. Daninda mencebikkan bibirnya. "Siapa namanya?" 

 

"Daniel..." ucap Daninda agak ragu dan lambat. 

                

 

Sorry typo & absurd

Thankyuuu^^ 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status