Home / Romansa / Retak Janji Pernikahan / Bab 21. Kartu Debit

Share

Bab 21. Kartu Debit

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2025-10-24 16:10:27

“Heh! Ngapain senyum-senyum?!”

Aku tersentak. Tirai kamar tersibak kasar, suara Bimo terdengar keras tepat di hadapanku. Jantungku seperti mau lepas. Apakah Bimo tau sesuatu tentangku? Ya ampun, kenapa aku jadi takut begini?

“B–baru pulang, Mas?” tanyaku mencoba tenang, meskipun suaraku yang bergetar tak bisa kusembunyikan.

Bimo melotot, wajahnya kusut, rambutnya berantakan. Sepertinya ia tidak tidur semalaman. Ia melemparkan tas ke meja dengan kasar, sebelum menjatuhkan tubuhnya ke kursi rotan yang sering ia gunakan untuk merokok.

“Suami pulang bukannya diambilin minum buru-buru, malah ngumpet di kamar terus,” gerutunya dengan nada menyebalkan.

Aku menelan ludah, mengatur napas. “I-iya, Mas … aku ambilin minum sekarang.”

Aku segera ke dapur, mengisi gelas dengan air putih sambil menempelkan tangan ke dada. Jantungku masih berdebar tak karuan. Tiba-tiba saja, bayangan semalam … sentuhan Galang … pelukannya … belaiannya … semua berkelebat tak terkendali. Aku menggigit bibir kuat-kuat,
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 43. Tunggu Aku

    “Ratna? Kamu di sini?”suaraku nyaris tercekat karena terkejut.Ratna menoleh cepat, senyum lebarnya langsung mengembang. “Surprise!” katanya sambil tertawa pelan. Suara tawanya terdengar lepas, seolah tidak ada yang ia sembunyikan.Aku menatapnya beberapa detik tanpa bicara. Rasanya aneh, karena aku tahu betul, Ratna bukan tipe yang suka membuat kejutan semacam ini. Biasanya, dia akan mengeluh bila harus ke Bandung, apalagi ke rumah Ibu yang sederhana dan jauh dari segala kenyamanan kota.“Iya, Lang,” sahut Ibu dari arah dapur sambil membawa gelas berisi teh. “Tadi Ibu yang telepon Ratna. Eh, nggak tahunya malah dia yang bilang mau nyusul kamu ke sini. Ibu jadi senang, sudah lama kita nggak kumpul begini.” Wajah Ibu tampak bahagia, matanya berbinar.Aku memandang ke arah Ratna lagi.“Jadi Ibu yang minta kamu datang?” tanyaku pada Ratna, memastikan.Ibu menggeleng cepat. “Nggak, Ibu cuma cerita kalau kamu lagi di Bandung. Terus Ratna langsung bilang mau nyusul. Katanya kangen sama ib

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 42. Kejutan di Rumah Ibu

    "Vania!”Aku bertetiak di antara hamparan kebun teh. Nafasku tersengal, keringat dingin menetes di pelipis meski udara Lembang cukup dingin meski di siang hari. Aku menoleh ke kiri dan kanan, mataku liar mencari sosok wanita itu.Setiap bayangan di antara daun teh membuat jantungku berdetak lebih cepat.Aku melangkah menuruni jalan setapak yang becek oleh sisa hujan.“Vania! Tolong jawab!” panggilku lagi.Tak ada suara selain desir angin dan gemerisik dedaunan. Dada ini makin sesak. Berbagai pikiran buruk muncul begitu saja.Aku hanya pergi sebentar, dan dia menghilang begitu saja.Langkahku makin cepat, berusaha bertanya pada setiap orang yang aku temui.Hingga akhirnya, dari kejauhan, aku melihat atap seng berwarna biru muda di pinggir jalan kecil. Sebuah warung sederhana di bawah pohon besar, dengan dua orang wanita yang duduk di bangku panjang di depannya.Aku memicingkan mata.Sosok yang duduk di sebelah kiri itu ... Vania.Aku mengenalinya dari cara dia merapikan rambut yang t

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 41. Kau Membuatku Takut

    POV GALANG Aku melangkah menjauh dari kamar ketika melihat nama ibu di layar ponsel. Suara lembut ibu dari seberang terdengar tenang. “Kamu ada di Bandung, Lang? Sama Ratna, kan?” Suara Ibu terdengar ceria. “Ajak dia ke rumah, ya. Ibu janji nggak akan nanyain soal cucu lagi. Nanti Ibu suruh Mbok Karsih masak makanan kesukaan Ratna.” Aku tercekat. Pandanganku menatap hamparan kabut di kejauhan, mencari cara untuk menjawab tanpa menambah curiga. “Ratna nggak ikut, Bu. Aku sendirian ke sini. Kalau sempat nanti aku mampir,” jawabku pelan, berusaha terdengar wajar. “Oh …” suara Ibu terdengar menurun. “Ya sudah. Ibu tunggu, ya. Tapi kamu sama Ratna baik-baik aja kan, Lang?” Aku menarik napas panjang, menatap jauh ke arah puncak gunung yang diselimuti awan. “Ibu tenang saja. Kami baik-baik aja. Ibu tau dari mana aku ke Bandung?" "Dari karyawanmu yang ngekos di gang sebelah. Tadi pagi ketemu ibu, dia bilang kamu mau datang cek laporan bulanan." Hening beberapa detik sebelum Ibu

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 40. Ke Bandung

    “Ngapain lihat-lihat?”Tatapan Bimo tajam ke arahku. Asap rokok masih mengepul di depannya. “Mending ambilin aku sarapan sana. Bentar lagi aku mau jalan,” katanya ketus dan jelas ini adalah perintah yang tidak boleh aku bantah.Aku menelan ludah, menunduk pelan. “Iya, Mas,” jawabku cepat, lalu bergegas menuju dapur.Aku mengambil piring dan bergegas ke warung. Rini yang sedang menata lauk di etalase, langsung menoleh saat melihatku datang.“Mbak Van, nggak jadi pergi?” bisiknya pelan.Aku buru-buru meletakkan telunjuk di bibir. “Ssst …” aku memberi isyarat agar Rini bicara lebih pelan. Lalu kuarahkan pandanganku ke arah rumah. “Mas Bimo lagi di ruang tamu,” ujarku setengah berbisik.Rini menutup mulutnya spontan, matanya membulat. “Maaf, Mbak … aku kira Mas Bimo nggak pulang. Mas Bimo nggak tahu kalau Mbak mau pergi nginap ke rumah teman?”Aku cepat-cepat menggeleng. “Jangan sampai tahu. Dia sebentar lagi juga pergi, kok,” kataku pelan.Rini mengangguk paham. Ia mengambilkan lauk yan

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 39. Perempuan Murahan

    "Vania kamu ... apa-apaan sih pakai baju kayak gini?”Nada suara Bimo terdengar meninggi. Wajahnya memerah, matanya menatapku tajam dari ujung kepala sampai kaki. Aku berdiri mematung di hadapannya dengan jantung berdebar. Jangan sampai ada keributan lagi malam ini.“Apa kamu mau coba goda aku, hah?” lanjutnya dengan nada menyeringai, seakan-akan aku adalah wanita yang sama sekali tidak layak untuknya.Aku menunduk, menahan napas agar tidak terpengaruh oleh sikapnya. “Aku … mau tidur, Mas. Nggak kemana-mana. Nggak ada yang lihat juga,” jawabku pelan. Suaraku bergetar, tapi kutahan agar tidak terdengar seperti orang ketakutan.Bimo mendengus keras lalu melepaskan genggamannya di pergelangan tanganku dengan hentakan kasar. Aku mundur selangkah, lalu buru-buru berjalan ke dapur. Kuberanikan diri mengambil air panas dan menuangkannya ke gelas. Tanganku gemetar, tapi aku berusaha menenangkan diri.“Kayak perempuan murahan aja,” gumam Bimo, cukup keras hingga jelas terdengar di telingaku.A

  • Retak Janji Pernikahan   Bab 38. Dress Tipis Transparan

    “Ngapain kamu di dalam? Jawab!”Suara Sela terdengar lantang. Aku mematung di depan pintu ruangan Galang, jantungku seolah berhenti berdetak sesaat. Beberapa karyawan yang lewat sempat menoleh, lalu cepat-cepat berpura-pura sibuk. Rupanya Sela ingin mempermalukan aku lagi. “Saya tanya baik-baik, ngapain kamu di dalam, hah?” Sela melipat tangan di dada, menatapku dari ujung kepala sampai kaki dengan tatapan penuh curiga.Aku membuka mulut, tapi suaraku tertelan. Dalam hati, aku panik. Sela cukup dekat dengan Ratna, istri Galang. Bagaimana kalau dia cerita yang tidak-tidak? Kalau ucapannya sampai terdengar ke Ratna, habislah aku.“Ditanya malah bengong. Jawab, dong! Kamu budeg, ya?” sindirnya tajam.Aku menarik napas, menegakkan kepala. Tidak bisa terus-menerus diam seperti orang bersalah. “Saya sudah bilang tadi, Mbak. Saya cuma antar catering,” jawabku, kali ini dengan nada sedikit tegas. Aku tidak mau terlihat lemah di depannya.Sela menyeringai. “Cuma antar catering aja lama. Janga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status