Share

BAB 2 (Cigam Sang Absolut)

Matahari belum beranjak, dan Riku sudah berlatih di halaman. Melatih bela dirinya di tengah sunyinya pagi.

Begitu pun melatih seni senjatanya, diantara kesukaannya adalah panah dan tongkat panjang.

Hal-hal demikian juga menjadi penentu dalam sebuah pertarungan bukan? 

Jika kau bersenjata dan ahli menggunakannya, itu akan memudahkanmu mengalahkan lawan, meningkatkan serangan, bahkan jangkauan juga.

Lalu bela diri, seni pertarungan jalanan yang bisa digunakan untuk bertarung ataupun bertahan, bagi seorang petarung di zaman ini, bela diri adalah pakaian, hanya orang bodoh yang tidak mempelajarinya.

"Semangat sekali kau, bocah!" Kakek tua itu keluar, terdapat kapak di pundaknya, ia pasti akan mencari kayu.

"Kalau mau mencari kayu, tebang lah pohon yang tua, jangan yang muda. Yang tua memang sudah jatahnya mati." Ucap Riku.

"Hey, kau menyindirku untuk cepat mati ya?!" Balas kakek.

"Bukan seperti itu, pak tua. Mereka tunas baru yang bertumbuh, biarkan saja. Kalau yang tua memang sudah waktunya ditebang,"

"Hanya saranku, terserah kau mau menerima atau tidak." Riku pun melanjutkan latihannya.

"Ya, akan ku dengarkan saranmu, bocah. Tapi, kau harus mengobati pinggangku nanti." Ucapnya seraya pergi ke hutan.

Riku melanjutkan latihannya hingga tengah hari, lalu mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

Hari ini adalah hari tenang baginya, kakek mencari kayu, dan daging sisa kemarin masih lah cukup untuk makan hari ini, waktunya istirahat. 

Riku bersiap-siap, mandi dan membawa beberapa perlengkapan di tas kulitnya. Menghampiri meja makan untuk sarapan, daging sisa semalam.

"Ternyata masakanku memang enak, hehe."

Setelah siap semua, ia kunci pintu dan pergi menuju hutan. Bertahun-tahun dia hidup, hutan bukan hanya menjadi tempat bermain, tapi sekaligus menjadi rumahnya, halaman rumah yang begitu luas terbentang. 

Tidak jauh di dalam hutan, tentu berada di arah yang berbeda dari arah kakeknya tadi, disanalah tujuan Riku, pohon terbaik disana, entah dalam hal apa, tetapi pohon itu begitu menarik baginya, bahkan bagi hewan-hewan di situ, terdapat di dahannya yang tinggi, sesuatu yang tidak asing lagi, dia sudah membuatnya dalam beberapa tahun belakangan ini, iya--rumah pohon.

Selama beberapa tahun ini, ia sudah membangunnya seperti bangunan mewah, tempat bersantai baginya, melupakan beban di dalam dirinya, masalah makan, kakek, dan tentu masa lalunya. 

Semua lengkap disana, semua jenis makanan ada, daging, ikan, sayuran, dan buah. Ada pula tungku api untuk memasak, serta dedaunan untuk membuat teh.

Saatnya memeriksa semua bawaan Riku. Meski menjadi seorang petarung handal, tidak ada di dunia ini yang dapat mencegahnya melakukan hal yang ia sukai, yaitu membaca. 

Tepat saat ia membuka tas kulitnya, buku besar muncul. Buku yang berisikan sejarah mengenai dunianya, hadiah pemberian dari seseorang.

Ditambah dengan catatan pribadinya dan semua hal-hal penting miliknya. Riku haus akan ilmu, bertahan hidup adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, begitu juga ilmu, adalah bagian dari kehidupan baginya.

Benua Meera adalah benua besar yang terpisah jauh dari benua-benua lainnya, yang disebutkan ada, namun belum pernah ada yang tahu.

Benua Meera adalah benua sihir, sebab di seluruh penjuru benua dipenuhi oleh penyihir, semua manusia di benua ini adalah penyihir, sebab semua berasal dari nenek moyang yang sama, sang ahli sihir legendaris, sang absolut, Cigam. 

Dia adalah cikal bakal yang membelah benua, yang dahulunya satu, menjadi banyak.

Lalu ia memilih benua Meera untuk ditinggali, ia membawa kekasihnya, dan tinggal disana bersama para pengikutnya yang setia hingga akhir hayatnya.

Namun, sebelum ia wafat, nalurinya berkata bahwa ada kekacauan besar yang akan datang menimpa dunia ini, tidak lain disebabkan oleh seorang pengikutnya yang berkhianat, dan ia tidak tahu siapa orang tersebut.

Atas dasar itu, ia memecah kekuatannya yang begitu besar, memecahnya menjadi jutaan, bahkan milyaran sel sihir, yang wujudnya berupa batu kecil yang disebut jimat. 

Ia berharap bahwa semua sihir tersebut akan menjadi berkah bagi masyarakat nantinya.

Meski akan ada banyak pertempuran, tetapi ia percaya bahwa cahaya keadilan yang ia titipkan di tiap-tiap bongkahan itu, akan bangkit oleh seseorang yang terpilih, dia yang mengetahui pahitnya pertempuran, yang berjuang paling keras dalam menuntut keadilan, dia yang akan menyelamatkan dunia ini dari kehancuran.

Begitulah kisah dunia ini tertulis di buku Riku, benua ini adalah benua sihir, dan semua manusia di dalamnya berhak atas kekuatan tersebut, setidaknya berdasarkan ketentuan tertentu, seperti umur, minat, keyakinan, bahkan nasab.

Tidak banyak catatan yang terdapat di buku tersebut. Dia pernah meminta kepada kakeknya untuk mengajaknya ke kota, menuju perpustakaan kota. Tapi, kakek melarang, entah karena alasan tertentu, pergi ke kota merupakan larangan terbesar baginya.

Namun Riku sangat ingin membaca buku, sebab buku begitu mahal di masa ini, dan sayangnya, kakek adalah orang bodoh yang tidak suka baca buku.

Setelah puas membaca buku tersebut--buku yang sama selama beberapa tahun ini--dia merebahkan tubuhnya, menatap langit, mulai berpikir.

"Sang ahli sihir, pengkhianat, batu sihir. Kira-kira seperti apa ya sihirku?" Gumamnya.

"Kuharap, sihirku sama seperti sihir ayah, hehe." Riku tersenyum. 

Begitu lah saat-saat senggang Riku yang tidak ingin diganggu, terlebih oleh kakeknya yang mengesalkan.

Dia terus membaca bacaan yang sama, melihat catatan pribadinya, terus seperti itu hingga senja datang, baru ia bergegas pulang. 

Tidak jauh dari rumah pohonnya, baru saja ia pergi dari sana, tiba-tiba suara yang cukup besar terdengar, dumm.

Seperti ledakan, tetapi bukan bahan peledak. Jarang sekali suara ini terdengar di tempatnya, ini membuat Riku tertarik, tanpa pikir panjang dia pun pergi kesana untuk memeriksa.

Apa? Atau siapakah ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status