Share

Riku's Story (Benua Meera dan Raja Api)
Riku's Story (Benua Meera dan Raja Api)
Author: Bung Choi

BAB 1 (Riku dan Kakek)

Siang yang panas untuk bulan ini. Riku tahu itu, sebab ia pandai membaca alam, tapi ia harus berburu, karena si tua bangka akan menghukumnya jika tidak ada makanan untuk malam ini.

Dia sudah membawa panah dan pergi ke tengah hutan untuk membuat beberapa jebakan. Jebakan-jebakan kecil ini hanya untuk menjebak kelinci, sedang busurnya ia gunakan untuk berburu rusa di padang rumput, jauh di luar hutan.

Sebab hari akan panas, dia berangkat pagi-pagi sekali.

"Kek, aku pergi." Ucapnya seraya meninggalkan pintu rumah menuju hutan.

"Hey, Riku! Jangan sampai dagingnya kurang ya! Atau kau yang akan menjadi makan malam." Teriaknya, dan Riku pun sudah menghilang di tengah pepohonan yang menjulang.

"Si tua gila, bisa-bisa naik darah lagi dia. Ya, mati pun tak apa lah." Gumam Riku. 

Riku baru saja selesai menyiapkan jebakan, berangsur pergi menuju padang rumput di luar hutan.

Hutan Desa Yooru adalah hutan terbesar di kerajaan Needa, butuh sedikit waktu untuk dapat keluar dari hutan, tapi itu bukan lah masalah bagi Riku.

Sejak kecil, hutan ini sudah menjadi taman bermainnya, dan kemampuannya berkembang dengan menjadi bagian dari hutan itu sendiri, melompat di dahan bagai kera, berlari macam rusa, dan bertarung buas seperti raja hutan.

Jika ada makhluk yang ia takutkan di hutan, tidak lain adalah kakeknya sendiri, sang penjaga hutan.

Padang rumput terlihat lebih kering dari biasanya, sebagian besar kering melompong, lebih layak disebut sahara ketimbang padang rumput.

Tapi, setidaknya masih ada beberapa rusa disana, dan Riku beranjak mencari tempat berburu yang baik.

Dia selalu menembak dari kejauhan, sebab seluruh bagian dari padang rumput sudah menjadi teritori hewan disana, sekali diusik maka semua hewan disana spontan akan menyerangnya habis-habisan.

Riku bergerak tidak jauh, mencari arah tembakan yang baik, dikeluarkan busurnya, menyusul anak panahnya di tengah, memposisikan jari, memperkirakan jarak, tekanan angin, detak jantung, kuatnya tarikan, dan splash, jleb.

"Oke, satu rusa." Dia pun langsung bergegas menuju rusa tersebut, dicabutnya anak panah.

"Semoga kau tenang disana." Do'anya.

Ia ambil rusanya dan bergegas lari menuju hutan, jika dilihat, beberapa bison sudah menatapnya sedari awal masuk padang rumput, teritori mereka

Bison sialan, mukanya seram banget, gumamnya.

Gerombolan rusa yang tengah memakan rumput, seketika hilang sebab berlarian melihat seekor temannya diburu anak kecil, tapi mereka lapar, dan akan kembali makan setelah lima belas menit, kembali bergerombol, begitulah seterusnya.

Hari menjelang sore, Riku baru saja kembali dari tempat ia memasang jebakan. Lihatlah, tiga rusa, dan lima kelinci.

"Sepertinya cukup, karena yang memang setan saat makan ya kakek bodoh itu"

Hampir malam, Riku baru keluar hutan. Rumah tampak sunyi seperti biasa, karena memang hanya Riku dan kakeknya yang tinggal di hutan Yooru.

Riku sampai dan membuka pintu seraya masuk.

"Kek, aku pulang."

Tidak ada kakek di dalam.

Aneh, biasanya ia pasti menungguku di luar kalau kembali pulang hampir malam, gumamnya.

Mungkin di dapur, lanjutnya seraya memeriksa.

"Kek, aku pu-" nihil, dia tidak ada.

Riku mencari ke sekeliling rumah, dia tidak ada, ini jarang terjadi.

Beberapa waktu sekali, kakek memang akan pergi ke kota untuk suatu urusan, tapi pasti ia akan mengabarkan Riku sejak pagi.

Untuk pergi secara tiba-tiba, hal seperti ini jarang terjadi.

"Sudah lah, paling dia pergi. Itu tandanya dia akan memakan daging hambarku lagi." Malam ini, Riku yang akan memasak. 

Dia memang tidak ahli dalam memasak, selalu saja ada yang terjadi. Selalu berlebih atau kurang dalam menggunakan bumbu, tidak pernah pas, beda dengan kakeknya yang jago memasak, tidak pernah gagal dalam memasak apapun.

Pernah sekali, Riku menyuguhkan Bison, mencoba mengerjai kakeknya. Tapi, ia gagal, daging bison yang biasa dimasak alot, menjadi daging bison terenak di tangan kakeknya, dan Riku tidak pernah mencoba untuk mengerjainya lagi.

Meski begitu, Riku adalah pengamat yang baik. Untuk kali ini, dia akan memasak menggunakan bumbu sebaik kakeknya.

Riku ahli dalam menggunakan pisau, setidaknya seluruh senjata yang pernah ia pegang dan pelajari, seperti memang dilahirkan untuk bertempur, dan memang begitu lah cerita masa lalunya yang akan disebut nantinya.

Tidak butuh waktu lama, semua makanan sudah tersuguh di meja makan. Dia pun langsung menyantap, perlahan sambil menunggu kakeknya.

"Kakek sial, memang sepi kalau tidak ada dia." Ucapnya, seraya melanjutkan makan.

Tengah malam, dan kakek pun belum juga kembali. Riku tertidur di meja makan. 

Angin malam begitu dingin, terlebih rumah mereka yang berada di hutan, tapi Riku tetap terlelap seperti terhempas angin semilir.

Semua terasa begitu tenang, hanya saja, bukan berarti tidak ada sesuatu dalam suasana seperti ini, ada sesuatu yang janggal, dan--bukk!

Dalam sesaat, sebuah pukulan datang menghempas, tidak ada apa-apa disana. Riku, berhasil menahannya.

Di dalam kesenyapan, sebuah pukulan menghantam Riku yang masih siaga dalam tidurnya.

"Kek, makan makananmu. Aku mau tidur di kamar." Ucapnya seraya meninggalkan meja makan dengan kantuk yang tak tertahankan.

Disana masih senyap, kosong, tidak ada siapapun, yang dalam sesaat sesok tubuh muncul tiba-tiba di meja makan, itu kakek.

"Hahaha, padahal aku sudah berusaha sekuat tenaga." Tawanya.

"Aku, yang tidak pernah diragukan dalam pasukan kerajaan, bisa dikalahkan oleh bocah tengil. Dia memang anakmu, Kuri." Ucapnya, di tengah malam itu, angin berhembus kencang, tapi hanyalah angin semilir yang dirasakan kakek itu, angin yang menemani makan malamnya.

Ini enak, gumamnya seraya tersenyum. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status