Home / Pendekar / Rimba Memburu Senala / 81- Pertemuan Agung yang Mengubah Segalanya

Share

81- Pertemuan Agung yang Mengubah Segalanya

Author: Erbidee
last update Huling Na-update: 2025-07-16 08:08:39

Hari Pertemuan Agung tiba. Sekte-sekte besar berkumpul. Arena tidak berselimut salju, licin dan membeku. Suasana menegangkan.

Beberapa kandidat dari tiap perguruan yang diutus, naik ke arena pertarungan di Pertemuan Agung. Pertarungan tangan kosong menjadi pembuka di arena Pertemuan Agung. Aturan mainnya sederhana: petarung yang ke luar dari arena pertarungan dianggap kalah.

Arena pertarungan itu sendiri berbentuk bundar dengan diameter cukup luas, yakni dua puluh kaki. Penonton yang hadir duduk dengan posisi lebih tinggi dari arena pertarungan.

Kali ini, delapan perguruan sudah menghadiri Pertemuan Agung. Dan sebagai tuan rumah, Lu Thong memberikan sambutan dan mengingatkan kembali akan sejarah Pertemuan Agung.

“Pertemuan Agung adalah sarana, bukan ajang menampilkan kesombongan.”

Per

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Rimba Memburu Senala   81- Pertemuan Agung yang Mengubah Segalanya

    Hari Pertemuan Agung tiba. Sekte-sekte besar berkumpul. Arena tidak berselimut salju, licin dan membeku. Suasana menegangkan.Beberapa kandidat dari tiap perguruan yang diutus, naik ke arena pertarungan di Pertemuan Agung. Pertarungan tangan kosong menjadi pembuka di arena Pertemuan Agung. Aturan mainnya sederhana: petarung yang ke luar dari arena pertarungan dianggap kalah.Arena pertarungan itu sendiri berbentuk bundar dengan diameter cukup luas, yakni dua puluh kaki. Penonton yang hadir duduk dengan posisi lebih tinggi dari arena pertarungan.Kali ini, delapan perguruan sudah menghadiri Pertemuan Agung. Dan sebagai tuan rumah, Lu Thong memberikan sambutan dan mengingatkan kembali akan sejarah Pertemuan Agung.“Pertemuan Agung adalah sarana, bukan ajang menampilkan kesombongan.”Per

  • Rimba Memburu Senala   80- AKu Bukan Bayanganmu

    Merasa sebagai putra Lu Thong, kesombongannya pun tampak. Lou Cho Nghek mengira bahwa dia sudah menggenggam kemenangan. Mempelajari Seribu Angin Membelah Salju hanyalah formalitas saja, pikir Lou Cho Nghek.“Darah yang mengalir di tubuhku adalah penentunya,” ujar Lou Cho Nghek menyeringai.Bagi Thong Chai, diberi kesempatan diajari teknik Seribu Angin Membelah Salju adalah sebuah kebanggaan. Menurut dia, dari puluhan murid Sekte Yǒngjiǔ, hanya dua yang terpilih. Itu adalah sebuah bukti bahwa Thong Chai mampu mewarisi jurus yang keberadaannya masih misteri, tetapi sudah pasti Seribu Angin Membelah Salju bakal mengguncang ajang Pertemuan Agung nantinya. Thong Chai yakin benar jurus itu akan menjadi jurus pamungkas yang akan membuat Sekte Yǒngjiǔ kian harum dan tersohor di seantero dunia persilatan. Maka dari itu, Thong Chai begitu berharap dia mampu mempelajarinya melalui Lu Thong.---Seperti apa yang dikatakan Lu Thong, Lou Cho Nghek dan Thong

  • Rimba Memburu Senala   79- Seribu Angin Membelah Salju

    Lu Thong duduk di kursi sendirian. Di balkon, dia mengamati perseteruan Lou Cho Nghek dengan Thong Chai. Jenggotnya yang panjang berwarna campuran hitam dan putih sesekali bergerak tertiup angin.Ada kegetiran dan cemas menggurat raut wajah Lu Thong. Sekte Yǒngjiǔ satu saat akan ditinggalkannya. Namun, dia belum sreg mati kalau belum menemukan penggantinya kelak. Memang secara silsilah, selalu saja kepemimpinan Sekte Yǒngjiǔ akan dilanjutkan oleh keturunan sedarah. Lu Thong pun menjadi pemimpin Sekte Yǒngjiǔ lungsuran dari ayahandanya yang mati muda. Kala itu, dia baru berusia belum genap delapan tahun. Namun berkat pengajaran sang kakek, Lu Thong berhasil menyerap ilmu bela diri andalan Sekte Yǒngjiǔ yang diwariskan turun-temurun. Bahkan, Lu Thong berhasil memadukan beberapa bagian jurus-jurus Sekte Yǒngjiǔ menjadi satu jurus andalan sektenya, yakni “Seribu Angin Membelah Salju”.Kesedihan melanda diam-diam manakala Lu Thong melihat watak anaknya semenjak

  • Rimba Memburu Senala   78- Demi Pertemuan Agung

    “Dasar budek!” Lelaki gagah dengan pakaian mewah berwarna merah marun terlihat kesal. Dalam satu ruangan yang dipenuhi dengan sepuluh pelayan lelaki dan perempuan, titahnya tidak dipenuhi oleh satu pelayan.“Saya mohon maaf, Tuan Lou.” Pelayan itu berkata sembari membungkuk. Suaranya parau penuh kecemasan.Sementara pelayan lainnya hanya berdiri tegak, tegang wajah-wajah mereka.“Aku menginginkan makanan malah kau bawakan minuman,” ketus lelaki itu melampiaskan kekesalannya.“Tuan Lou, Anda meminta minuman cingcau,” ujar si pelayan memberanikan diri mengangkat wajahnya agar gerak bibirnya dilihat oleh lelaki gagah itu.Lelaki itu menyibakkan lengannya sedang matanya memperhatikan pelayan itu. “Aku mau itu. Ya, barusan aku minta makanan itu.”“Yang Tuan mau itu adalah minuman, bukan makanan,” bantah pelayan itu sembari telapak tangannya mengarah pada satu gelas berisi cin

  • Rimba Memburu Senala   77- Perpisahan dan Pertemuan

    Entah sudah berapa lama Cucu dan Rimba Rangkuti berada bersama Liri dan anak-anak Akarlangit lainnya di suatu tempat yang langitnya ungu berpendar, tetanaman dan lainnya terlihat transparan.“Semoga mereka betah berada di sini,” ujar Rimba Rangkuti.Cucu menggeram, mengangguk. Satu telapaknya mengelus bulu lebat yang berada di kepala.“Dan ..., kita harus pergi,” kata Cucu dengan tatapan mata tidak lepas dari mengamati anak-anak Akarlangit riang gembira bermain.Rimba Rangkuti terdiam lalu menghela napas. Entah itu adalah sebuah kelegaan di rongga dadanya, atau sebuah rasa enggan meninggalkan anak-anak Akarlangit yang masih berlarian ke sana kemari di perbukitan penuh tetumbuhan transparan beragam warna. Langit ungu yang menaungi mereka tidak membuat mereka berkeringat.&l

  • Rimba Memburu Senala   76- Mamak Jambul Dikeroyok

    Waktu-waktu berlalu bagi Senala membuatnya kian menjauh dari Mangkugalon. Hati gadis bermata hijau di mana di relungnya tersimpan zarah cinta yang tidak pernah terungkapkan, bagai membeku. Lelaki idamannya yang lebih memilih Sumala ketimbang dirinya, bak angin yang mendesirkan tubuhnya saja.“Cintaku adalah mimpi terdalam yang takkan pernah akan terwujud,” gumamnya. Gadis yang telah berhasil menjaga Kitab Angin Tertambat dari Bayur dan kawanannya, ternyata gagal menjaga dan mempertahankannya dari lelaki pujaannya.“Aku akan tetap mengusap rambut dan wajahmu selembut angin, Senala,” ujar Mangkugalon yang tiba-tiba sudah hadir menemani gadis itu.Dan memang, Senala merasakan rambut dan wajahnya diusap oleh angin dengan lembut. Dia tahu bahwa itu adalah perlakuan dari Mangkugalon. Namun ..., dia tidak bisa menuntut lebih dari itu.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status