Share

Bab 5

Briella keluar dari dalam ruang pribadi. Pandangannya sedikit buram karena terhalang darah di bulu matanya. Dia berjalan di lorong dengan langkah tertatih. Saat sampai di belokan, dia melihat Valerio yang masih menelepon.

"Aku nggak minum, tenang saja. Wanita? Aku datang sama sekretarisku, Briella."

Briella sangat jarang mendengar Valerio bicara dengan begitu sabar kepada siapa pun. Kelembutan semacam ini hanya dia tunjukkan kepada Davira seorang.

Briella berbalik dan berjalan ke arah lain.

Luka di dahinya sangat sakit. Briella hanya ingin menjauh dari pria itu. Dia bahkan tidak memiliki energi untuk menghadapi pria itu.

Setelah mengakhiri panggilan dan kembali ke ruang pribadi, Valerio hanya melihat pemandangan para pria tengah memeluk wanita muda berpakaian minim. Suasananya sangat kacau.

Dia mengedarkan pandangannya dan tidak melihat sosok Briella. Seketika alisnya berkerut.

Dia bertanya dengan dingin, "Di mana sekretarisku?"

Pak Sony mengangkat wajahnya dari dada wanita yang duduk di pangkuannya. Ekspresinya yang tengah bergairah seketika lenyap saat melihat Valerio.

"Pak Valerio, siapa yang berani macam-macam dengan sekretarismu? Gadis itu sangat galak. Aku beruntung karena dia nggak menyentuhku!"

Ekspresi Valerio menyiratkan keterkejutan.

Pak Sony menjelaskan apa yang baru saja terjadi dan menyodorkan kontrak yang sudah ditandatangani dengan kedua tangannya. Valerio tersenyum tipis.

Kemampuan wanita yang bersamanya selama lima tahun itu sudah meningkat pesat.

Valerio masih ingat saat pertama kali mengajak Briella ke pesta koktail. Dengan malu-malu, wanita itu bertanya apakah dia akan mempermalukan Vakerio. Saat itu, Briella masih sangat muda dan polos. Bahkan Valerio harus turun tangan memilihkan gaun dan perhiasan untuk wanita itu.

Bagaimana mungkin Valerio membiarkan para pria rendahan ini merusak bunga yang dia tanam dengan tangannya sendiri!

Setidaknya Briella harus bersama dengan pria yang bisa dipercaya dan diandalkan.

...

Briella yang sudah keluar dari hotel tidak berani langsung pulang ke rumah.

Lukanya tidak ringan. Jika Zayden melihatnya, bocah itu pasti akan menceramahinya lalu diam-diam dia akan bersedih.

Anak laki-lakinya ini dewasa sebelum waktunya. Hal ini membuat Briella merasa bersalah.

Briella menekan bel rumah sahabatnya. Gita Febiola membuka pintu dan terkejut saat melihat wajah Briella yang berlumuran darah.

"Ah, hantu!"

"Dasar penakut."

Briella berjalan masuk ke ruang tamu dan langsung mencari kotak obat yang berada di atas lemari televisi.

"Lala, apa yang terjadi padamu?"

Gita duduk di samping Briella dan membantu mengobati lukanya.

"Aku habis menemani atasan ke perjamuan dan ketemu sama pria hidung belang."

"Valerio keterlaluan sekali. Dia menganggapmu apa sebenarnya!"

"Ugh ... sakit."

Gita sangat marah, jadi gerakan tangannya sedikit lebih kasar dan mengenai luka Briella. Dia langsung mendekati wajah Briella.

"Maaf, aku terlalu keras. Aku benar-benar nggak tega sama kamu. Kalian sudah lima tahun bersama, tapi apa dia masih belum berubah pikiran?"

Briella terdiam sejenak, lalu menjawab, "Gita, kenapa kamu punya pikiran seperti itu?"

Hubungannya dengan Valerio hanya kesepakatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

Briella mengorbankan tubuh dan masa mudanya, sementara pria itu memberinya uang untuk menghidupi dirinya sendiri dan Zayden. Hubungan mereka tidak mengarah ke mana pun dan tidak melibatkan perasaan.

"Loh, bukannya begitu? Pak Valerio tipe pria yang berdiri di puncak piramida dan bisa mendapatkan wanita mana pun yang dia mau. Kenapa lima tahun ini dia cuma mau denganmu saja? Huh, ayo bagikan pengalamanmu. Bagaimana cara merayu pria dan membuat mereka tergila-gila denganmu?"

"Jangan bicara omong kosong." Briella tersenyum. "Aku lagi bersiap untuk berhenti dari pekerjaanku. Jadi, jangan bahas dia lagi."

"Berhenti bekerja? Kenapa tiba-tiba?"

"Hmm, Valerio itu orangnya temperamental. Tergantung suasana hatinya mengenai siapa yang pergi dan siapa yang tetap tinggal."

Gita menghela napas dalam. "Lalu, apa kamu rela?"

Orang bilang, kalau wanita sudah memberikan tubuhnya pada seseorang, maka dia juga sudah memberikan hatinya kepada orang itu. Lima tahun bukan lima hari. Apa Briella sama sekali tidak tertarik pada Valerio?

"Kenapa nggak rela?" Briella menunduk, raut wajahnya terlihat datar. "Dia sudah memberiku banyak hal."

Gita dan Briella sudah saling mengenal selama sepuluh tahun. Orang lain mungkin berpikir kalau Briella adalah wanita yang serakah dan bersedia menjual segalanya demi uang.

Namun, Gita tahu betul penderitaan yang dialami Briella. Siapa pun yang berada di posisinya dan mengalami hal yang sama dengannya mungkin akan menangis dan berhenti di tengah jalan.

"Lala, apa pun keputusanmu, aku akan mendukungmu!"

Gita memeluk Briella, matanya sedikit basah.

Hati Briella juga terasa hangat. Dia menepuk pundak sahabatnya.

"Sudah, jangan sedih-sedih begitu. Aku harus pergi. Anak angkatmu masih menungguku di rumah."

"Ya. Hati-hati dan telepon aku kalau sudah sampai rumah."

Briella mengganti gaun merah yang seksi dengan pakaian olahraga kasual milik Gita. Taksi yang dia pesan tiba tepat pada waktunya. Dia pulang tanpa kendala apa pun.

Saat keluar dari taksi, dia melihat asisten pribadi Valerio, Marco Rafandra berjalan mendekat.

"Bu Briella, Pak Valerio meminta saya untuk menjemput dan mengantarmu ke Galapagos."

Galapagos adalah vila tepi pantai milik Valerio. Vila itu berada di pulau pribadi, yang awalnya tidak dijual untuk umum. Saat mengikuti Valerio pergi ke sana untuk membicarakan proyek, Briella pernah menyeletuk kalau pulau itu sangat cantik. Pasti sangat indah kalau bisa melihat matahari terbit dari sana. Setelah itu, Valerio membeli pulau itu dan membangun vila yang menghadap ke laut.

"Hari ini saya sedikit nggak enak badan dan ingin istirahat." Briella menunjukkan luka di dahinya kepada Marco. "Marco, tolong bantu jelaskan kepada Pak Valerio."

Marco Rafandra masih saja seperti robot, tidak menunjukkan ekspresi apa pun saat berbicara.

"Pak Valerio bilang kalau malam ini kamu pergi ke sana, Galapagos akan menjadi milikmu."

Briella tertegun, mengira dia salah dengar.

"Bu Briella, masih nggak mau ke sana?"

Briella menjawab tanpa ragu-ragu, "Pergi! Tentu saja saya akan pergi ke sana! Tunggu sepuluh menit. Saya mau siap-siap dulu."

Briella berbalik dan menelepon Gita. Dia menjelaskan apa yang terjadi dan meminta Gita datang untuk menjaga Zayden. Setelah itu, dia mengikuti Marco menuju Galapagos.

Sepanjang perjalanan, Briella merasa kemungkinan besar malam ini Valerio akan membahas tentang perpisahan mereka.

Menerima Galapagos sebagai kompensasi perpisahan, Briella harus bekerja sama dengan baik dan menghilang sepenuhnya dari dunia pria itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status