Share

Bab 9

Author: Julio
Zayden menatap mereka semua dalam diam. Dia sama sekali tidak panik, ekspresinya terlihat sangat tenang.

Mereka semua adalah rekan kerja ibunya. Dia harus pergi diam-diam secepat mungkin agar tidak membuat masalah untuk ibunya.

Beberapa rekan kerja wanita melihat ekspresi tenang di wajah kecilnya yang tampan, lalu berjongkok untuk menggodanya.

"Hei, ganteng. Kamu ganteng sekali. Sini, biar Tante peluk sebentar."

Rekan kerja lain mencibir, "Dasar cabul. Anak kecil saja masih diincar."

"Ini waktu kerja, apa yang kalian lakukan di sini?"

Suara tegas tiba-tiba terdengar dan kerumunan orang yang mengagumi kegemasan Zayden langsung kembali ke meja kerja mereka.

Setelah duduk, barulah mereka tahu siapa orang yang menegur mereka.

Dia adalah Davira, kepala bagian keuangan baru di perusahaan.

Bukankah dia bekerja di bagian keuangan, kenapa terus menerus datang ke kantor presdir? Membuat orang tidak nyaman saja.

Semua orang saling memandang. Meski mereka tidak senang, tetapi tetap saja tidak ada yang berani bersuara.

Yang memarahi mereka adalah wanita yang menempati hati presdir. Mereka tidak bisa menyinggungnya.

Melihat karyawan yang hanya diam tak berkutik, wajah Davira menunjukkan kepuasan.

Rio memang melakukan apa yang dia janjikan kalau Davira bekerja di sini, yaitu memberinya perlakuan terbaik.

Davira berjalan menghampiri Zayden. Saat melihat wajahnya, rasanya seperti ada lonceng peringatan yang berbunyi keras di dalam hatinya.

'Kenapa anak ini sangat mirip dengan Rio ....'

"Anak siapa ini?"

Dia bertanya dan menjadi kesal karena tidak ada yang menjawab.

Pada saat ini, Zayden menjawab pelan, "Maaf, aku salah tempat. Aku akan pergi sekarang juga."

"Tunggu!"

Davira mengamati Zayden dengan tatapan penuh curiga.

Tidak hanya wajahnya yang mirip Rio, bahkan tingkahnya pun sangat mirip. Dia bersikap tenang, bahkan anak seusianya saja tidak sepintar ini.

Zayden mendongak dan bertanya dengan bingung, "Tante, apa perlu apa?"

"Di mana orang tuamu?"

Zayden mengedipkan matanya beberapa kali. "Tante, Papa Mama kerja di perusahaan sebelah."

"Di sebelah? Perusahaan apa?"

Zayden sekolah di dekat sini, jadi dari sekolahnya dia bisa melihat Perusahaan Regulus dan pemandangan di sekitarnya.

Itu sebabnya dia tidak terlihat panik saat dihadapkan dengan pertanyaan acak Davira.

"Mereka kontraktor proyek renovasi gedung."

Davira mengangguk dan akhirnya kembali tenang.

"Kalau begitu cepat pergi. Ini kantor, anak kecil nggak boleh mengganggu."

"Ya. Sampai jumpa lagi, Tante."

Zayden berlari sepanjang jalan. Dia baru keluar dari ruangan presdir saat diangkat dan dibawa kembali ke dalam ruang presdir.

Orang yang mengangkatnya adalah Valerio yang baru selesai rapat.

Melihat ini, Davira langsung berjalan menghampiri.

"Rio, kasihan sekali anak ini. Dia keluyuran sendiri dan orang tuanya nggak peduli."

Setelah mengatakan itu, dia menggendong Zayden. Dia menunjukkan sikap keibuan dan membujuk Zayden dengan sabar.

"Sayang, jangan takut. Tante akan bawa kamu cari ibumu, ya?"

Zayden masih tidak terbujuk. Wajahnya masih menatap Davira dengan dingin.

Dia tidak suka dengan tante yang munafik ini.

Zayden menoleh ke arah Valerio. "Paman, aku takut."

"Kamu gendong begini, apa nggak berat?" Valerio mengambil Zayden dari gendongan Davira dan menurunkannya ke lantai.

Dia menatap Davira dan mengerutkan kening. "Kenapa kamu datang lagi?"

"Ada yang ketinggalan. Ini juga mau pergi."

Davira menjulurkan lidahnya main-main. Nada bicaranya kekanakan seperti anak kecil.

Pegawai yang ada di sini tahu kalau wanita itu hanya ingin mengecek sesuatu, tetapi dia masih mengatakan alasan seperti itu.

Mungkin inilah yang dinamakan berbangga diri karena dimanjakan. Pak Valerio-lah yang memberikan keberanian padanya untuk melakukan ini.

Namun, Davira memang pantas mendapatkannya. Jika waktu itu dia tidak mengorbankan nyawanya untuk menyelamatkan Pak Valerio, Pak Valerio mungkin sudah tenggelam di laut. Pak Valerio adalah orang yang tahu terima kasih, jadi tentu saja harus membalas kebaikan penyelamatnya.

Valerio menatap mata Davira lekat-lekat dan berkata serius, "Kalau kamu mau, kamu bisa pindahkan meja kerjamu ke ruanganku."

"Nggak perlu. Rasanya kurang pantas dan aku bisa mengganggu pekerjaanmu. Aku mau kembali bekerja dulu."

Davira merasa situasinya tidak pas, jadi dia memutuskan untuk pergi.

Saat itulah perhatian Valerio beralih ke anak kecil di sampingnya.

Ekspresi lembut di wajahnya berganti dengan ekspresi dingin dan serius.

"Kamu ikut denganku."

Zayden berhadapan dengan tatapan tajam Valerio dan mengepalkan tinjunya dengan gugup. Setelah itu, dia mengikutinya ke dalam ruang presdir.

Valerio duduk di kursi bos dengan sepuluh jari saling bertaut untuk menopang dagunya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 583

    Kecurigaan tiba-tiba terlintas di benak Briella. Dia merasa bahwa kemunculan Elena yang tiba-tiba di depan rumahnya hari ini terlalu mendadak.Ketika Briella tengah memikirkan kemungkinan ini, Valerio tiba-tiba menelepon.Pria itu pasti baru bangun tidur. Suaranya sengau, terdengar rendah dan magnetis."Apa anak-anak sudah bangun?""Pak Valerio, bisakah Pak Valerio nggak memberi tahu siapa pun alamat tempat tinggalku seenaknya?""Apa maksudmu? Aneh sekali."Mendengar sikap Valerio, Briella memiliki tebakan sendiri di dalam benaknya.Seperti yang dia duga. Elena datang bukan untuk menjemput anak-anak, tetapi untuk menyatakan kedaulatannya.Terlalu samar untuk menganggapnya sebagai ancaman."Barusan Elena datang dan bilang kalau dia ingin menjeput anak-anak.""Anak-anak ikut dengannya?""Aku nggak kasih izin."Pria itu terdiam, tidak mengatakan apa-apa lagi.Kemudian, dia berkata, "Marco sudah dapat kamar terbaru terkait anak itu. Rumah sakit memang membawa anakmu pergi dan berbohong kep

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 582

    Briella kembali ke kursi kemudi dan menyesuaikan sudut kursi, baru menyalakan mobil untuk pulang.Setelah melakukan banyak hal semalaman, Zayden mengikuti Briella pulang dan masuk ke kamar tamu untuk tidur. Briella memandangi kedua kakak beradik yang tertidur lelap di atas tempat tidur. Kedua anak kecil ini benar-benar seperti malaikat, sangat pintar dan pandai bagaimana cara bersikap. Papa mereka memang suka main perempuan, tetapi sungguh sebuah keberuntungan yang luar biasa karena bisa menemukan wanita-wanita yang bisa melahirkan anak sesempurna mereka.Briella membantu mereka memakaikan selimut, lalu kembali ke tempat tidurnya.Dia tidur hingga pukul sepuluh keesokan harinya dan dibangunkan oleh suara bel pintu.Setelah mengan mengenakan sandal rumahan dan melewati kamar tamu, Briella tidak lupa membuka pintu kamar tamu untuk melihat Zayden dan Queena yang masih tertidur.Menutup pintu kamar tamu, Briella berjalan ke pintu depan dan melihat melalui mata kucing.Wanita yang berdiri d

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 581

    Briella berjalan keluar bersama Zayden dan masuk ke dalam mobil Nathan. Saat itu sudah pukul dua pagi.Nathan mengetuk pintu mobil Briella, memberi isyarat agar Briella keluar dan berbicara.Briella menatap Zayden. "Jangan keluar dari mobil. Tidur saja kalau kamu ngantuk."Zayden memelototi Nathan dan mendengus dingin, "Banyak sekali masalah pria itu."Briella membelai kepala Zayden. "Dia memang banyak masalah. Meskipun begitu, dia bukan orang jahat. Dia akan berguna dalam keadaan darurat."Zayden menunjukkan sikap posesifnya. "Kalau begitu Mama nggak boleh suka sama dia. Mama cuma boleh suka sama Papa saja."Briella tersenyum tidak berdaya. "Apa Papa nggak pernah bilang siapa Mama kamu?""Tentu saja Papa pernah bilang. Kamu."Briella hanya menganggapnya sebagai lelucon. "Nak, tidurlah di mobil. Setelah itu, kita akan pulang."Nathan merokok tidak jauh dari situ, mengembuskan kepulan asap putih di tengah dinginnya cuaca malam. Melihat Briella turun dari mobil dan berjalan mendekat, dia

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 580

    Nathan dan Zayden berhenti berdebat dan menatap Briella bersamaan. Keduanya sedikit takut saat melihat Briella marah.Erna memperhatikan Nathan. Siapa pun pasti bisa melihat kalau Nathan sangat menyukai Briella.Dia langsung bertanya pada Nathan, "Apa hubunganmu dengan Briella?""Aku mantan pacarnya."Erna kembali melanjutkan, "Lala sudah punya tunangan. Dia akan menikah dengan Klinton, tuan muda dari Keluarga Atmaja. Lebih baik kamu nggak berhubungan lagi dengannya setelah ini.""Kamu dan Klinton bertunangan?" Nathan berkata sambil menatap Briella, bertanya dengan nada serius."Dia itu rubah tua, apalagi adiknya, Davira. Apa kamu bisa hidup damai kalau menikah dengannya? Jangan menikah dengannya. Lebih baik bersamaku daripada bersamanya. Kamu mengerti?"Briella menjawab tanpa mengangkat matanya, "Kenapa aku harus menikah? Setelah menemukan anakku, aku akan baik-baik saja bahkan tanpa menikah.""Omong kosong apa yang kamu bicarakan!" Erna melanjutkan dengan kesal, "Apa maksudnya menemu

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 579

    Cahaya di mata Zayden sudah meredup. Neneknya tidak sadarkan diri sejak dia lahir, jadi neneknya belum pernah bertemu dengan Zayden. Wajar saja kalau dia tidak mengenali Zayden."Dia Zayden Dominic. Biarkan saja dia memanggilmu begitu." Briella tidak tega melihat kelopak mata Zayden yang terkulai dan kehilangan. "Bukannya kamu ingin aku punya anak? Kebetulan sekali ada yang memanggilmu nenek."Erna melihat Zayden, lalu bertanya pada Briella dengan ragu, "Katakan, apa dia benar-benar anakmu?""Bukan." Briella menunjukkan ekspresi bingung. "Ini anak atasanku. Aku diminta menjaganya.""Kalau itu bukan anakmu, kenapa nama belakangnya Dominic?" Nathan berjalan mendekat dan menunjuk ke arah kepala Briella. "Apa kepalamu ini benar-benar terbentur. Kenapa kamu masih nggak percaya?"Briella tiba-tiba memikirkan hal ini dan ternyata benar. Zayden punya nama belakang yang sama dengannya.Namun, tidak peduli seberapa banyak Briella memikirkannya, dia tidak ingat kalau dia punya seorang putra seusi

  • Romansa Valerio dan Briella   Bab 578

    Briella bisa merasakan ketidakbahagiaan Nathan. Kebencian Nathan kepada Rieta sama besarnya dengan rasa sayangnya kepada Rieta. Dia tidak bisa bertemu dengan ibu kandungnya lagi, mana mungkin dia tidak sedih?"Aku memang sakit. Hatiku yang sakit."Briella menutup mulutnya dan menatap punggung Nathan tanpa berkata apa-apa."Jadi aku teringat denganmu. Melihatmu bisa membuatku merasa lebih baik.""Aku bukan obat penghilang rasa sakit. Pergilah ke rumah sakit kalau kamu nggak sehat.""Kamu jauh lebih manjur dibandingkan dokter dan perawat rumah sakit. Apa kaki dan pinggang mereka sekecil milikmu? Daripada mencari mereka, lebih baik aku menemuimu."Sebelum Briella sempat mengatakan sesuatu, Zayden berteriak marah, "Dasar memalukan!"Briella menutup telinga Zayden. "Nathan, kamu boleh sedih, tapi tolong tunjukkan rasa hormat padaku. Ada anak kecil di dalam mobil. Apa kamu nggak bisa bersikap normal?""Normal, aku sangat normal. Aku nggak nangis dan membuat masalah, kenapa kamu bilang aku ng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status