Share

Bab 8

"Hei, Bu Davira sudah di dalam selama satu jam. Tirai di ruangan juga ditutup rapat. Coba tebak, apa yang mereka lakukan di dalam sana."

Briella berjalan melewati kerumunan orang dan duduk kembali di meja kerjanya. Dia punya banyak hal yang harus dilakukan, jadi tidak punya energi untuk mengurusi hal lain.

Begitu duduk di kursinya, telepon di meja kerjanya terus berdering, yang semuanya datang dari Valerio.

"Bu Briella, bawakan segelas susu panas."

"Bu Briella, suhu ruangan terlalu panas, turunkan suhu AC-nya."

"Bu Briella, minta petugas kebersihan membereskan ruang istirahat."

Kedatangan Davira menambah beban kerja Briella. Namun, dia menyanggupi semua perintah tersebut.

Setelah mengurus ini dan itu, tiba waktunya bagi Briella untuk pergi ke ruang rapat dan menemui klien.

Keributan terjadi di kantor saat petugas kebersihan membawa troli pembersih.

"Luar biasa. Apa yang mereka lakukan di ruang istirahat sampai harus dibersihkan!"

Briella berjalan cepat dengan membawa dokumen di tangannya, meninggalkan tawa mereka di belakang. Namun, pikirannya kembali teringat kejadian saat di dia dan Valerio berada di ruang istirahat. Dia menggelengkan kepalanya, memaksa dirinya untuk melupakan hal itu.

Petugas kebersihan mendorong troli pembersihnya ke ruang istirahat Valerio. Selain karpet yang terkena tumpahan air, semua tempat ini masih sama seperti saat dia bersihkan terakhir kali.

Saat berjongkok dan mulai membersihkan karpet, dia tidak menyadari kalau pintu troli pembersih didorong terbuka. Dari sana muncul sosok yang melintas dengan cepat dan bersembunyi di lemari ruang istirahat.

Setelah selesai dibersihkan, hanya Valerio dan Davira yang tersisa di ruang kantor presdir.

"Rio, aku menunggumu semalaman tapi kamu nggak datang. Jadi, aku membawa sup makanan laut ini kemari. Nggak disangka aku malah bikin masalah begini ...."

Mata Davira memerah, suaranya terdengar lemah. Dia terkesan menyalahkan diri sendiri, membuat siapa pun yang melihatnya merasa kasihan.

"Maaf, aku nggak tahu kalau kamu alergi makanan laut. Aku nggak akan pernah membuatkannya lagi untukmu."

"Nggak apa-apa, ini cuma alergi." Valerio menghiburnya dengan sangat sabar. Dia menatap Davira dan berkata, "Ini hari pertamamu kerja, jadi jangan menemuiku terus. Kamu di sini bekerja sebagai kepala bagian keuangan, bukan sebagai pembantu yang membuat makanan di dapur."

"Aku cuma ingin memperhatikanmu saja." Davira cemberut, lalu menarik lengan baju Valerio. "Rio, kalau kita menikah nanti, aku akan jadi istri dan ibu yang baik. Aku akan melayanimu dengan baik dan memberimu banyak anak. Aku akan membesarkan mereka biar jadi hebat sepertimu."

Valerio mengancingkan kancing lengan kemejanya, mencoba menutupi ruam merah yang timbul karena alerginya. Setelah itu, dia baru menjawab datar, "Jangan bicarakan masalah pribadi selama jam kerja. Kembalilah dan lanjutkan pekerjaanmu."

Davira mengiakan dan menstabilkan perasaannya. Setelah itu, dia tersenyum patuh dan menjawab.

"Baiklah. Kalau begitu aku nggak akan ganggu kamu lagi."

Di ruang istirahat, Zayden baru keluar setelah keduanya pergi.

Dia terlihat muram. Harapan yang memenuhi hatinya lenyap tak tersisa, hanya menyisakan kekecewaan dan kesedihan.

Ternyata atasan ibunya sudah punya tunangan dan mereka akan punya banyak anak setelah menikah. Kalau atasan ibunya ini masih lajang, dia mungkin masih bisa berusaha. Namun, dia tidak bisa melakukan hal yang bisa merusak hubungan seseorang.

Itu bukan tindakan terpuji dan ibunya juga tidak akan mengizinkannya melakukan hal-hal buruk.

Zayden menghela napas dalam dan berjalan keluar dari ruang kantor dengan kepala tertunduk.

"Hei, siapa yang bawa anak ke perusahaan? Lucu sekali."

Entah siapa yang mengatakannya, tetapi semua orang yang bertanggung jawab di kantor presdir langsung menghentikan pekerjaan mereka dan menghampiri Zayden karena ingin melihatnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status