Share

5. Sikap Ikarus

Author: IKYURA
last update Last Updated: 2024-05-10 17:33:09

“Kenapa telat?”

Suara celetukan Ares yang baru saja muncul dari balik pintu ruangannya membuat Ikarus lantas menoleh ke arahnya.

“Gue tadi ke tempat Eros dulu buat ambil baju.” Ikarus yang tadinya tengah sibuk membaca weekly report yang terpampang di layar monitor, lantas menghela napas panjang. “Gue udah bicara sama Hera.” Pandangan Ikarus kemudian tertuju ke arah Ares yang kini tengah menyandarkan bahunya di ambang pintu. 

“Mm… tapi dia menolak?”

Ikarus mengangguk. “Iya.”

“Alasannya?”

“Dia menganggap kalau apa yang kita lakukan semalam itu cuma kesalahan satu malam. Dia nggak mau gue bertanggung jawab atas apa yang udah gue… renggut dari dia.” Ikarus menghela napas panjang. “Dia merasa nggak seharusnya kita melakukan hal itu semalam karena dia punya Bima.”

“Dia yang memulainya, kan? Sebajingan-bajingannya lo, lo nggak kayak gue. Melakukan segala cara untuk merebut Eve dari cowoknya. Lo juga bukan Zeus yang terpaksa nidurin Artemis untuk nolongin dia dari desakan bokapnya.”

“So, what should I do now?” tanya Ikarus buntu.

“Stay calm aja, Rus. Kalau dia mau lo ngelupain apa yang terjadi semalam, ya udah lupain aja.”

Kening Ikarus mengerut, menatap lekat sahabatnya yang terlihat santai. “Lo minta gue buat ngerebut Hera dari Bima. Kali aja lo lupa?”

Ares tergelak sembari menggaruk alisnya. “Di antara keempat temen cewek kita, yang paling keras kepala itu Hera, Nyet. Lo nggak bisa pakai cara memaksa untuk menarik perhatian dia. Tapi terlepas dari apa yang keluar dari mulut Hera kali ini, gue yakin kalau dari lubuk hatinya yang paling dalam dia memikirkan apa yang terjadi semalam.”

“Jadi sekarang gue cukup turuti saja maunya dia?”

“Hm. Lihat sampai sejauh mana kedepannya. Tapi untuk sementara lo tarik ulur aja anaknya. Terus ngomong-ngomong mobil gue sementara lo bawa aja. Gue pakai mobilnya Eve.”

“Thanks, Res.”

“Lo masih mau menolak tawaran gue? Lo bisa open room di sini selagi lo menyelesaikan masalah lo, Nyet.”

Ikarus menghela napas sembari mengedikkan bahu. “Gue pikir-pikir lagi nanti. Kalau nggak ya, gue tidur di tempatnya Eros nanti.”

“Zeus lagi nongkrong di kafe sama Eros. Kayaknya lo butuh kafein, deh.”

“Lo duluan ke lobi. Gue mau nganterin report ke finance dulu.” Ikarus lantas bangkit dari duduknya. Ikarus melangkah menuju ruangan finance, sementara Ares melangkah menunggu di lobi.

Keduanya lantas beranjak meninggalkan hotel untuk segera menuju Perkara Segalanya Coffee detik itu juga.

Begitu tiba di tujuan, Ares dan Ikarus turun dari mobil. Keduanya melangkah melewati pintu masuk saat bersamaan Asteria menyambut kedatangannya.

Ares hanya menyapa sekilas lalu melangkah menuju meja yang kini sudah ditempati Zeus dan Eros. Sementara Ikarus berhenti di konter pemesanan, memesan kopi di sana.

“Eh, Mas Ikarus. Mau pesan apa?” tanya Asteria. 

“Hai, Ri. Tolong pesankan es americano dua ya, Ri.”

“Oke. Ada lagi? Mau sekalian pesan pastry?”

“Mm… kayaknya nggak dulu, deh. Di meja sana, ya?”

“Oke, Mas.”

Setelah memesan minuman, Ikarus lantas mengayunkan langkahnya menghampiri ketiga temannya. Mereka sengaja duduk di salah satu meja yang ada di area outdoor, mengingat Eros dan Ikarus merupakan perokok akut.

“Anjay! Lo beneran jadi miskin, Rus?” Suara Zeus membuat Ikarus hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Tumben lo bisa kelayapan. Nggak dikurung sama Artemis?” sindir Ikarus begitu duduk sembari mengeluarkan satu batang rokok dari tempatnya.

“Sialan! Mumpung gue bisa nongkrong gini ya nggak, sih. Kapan lagi, coba? Kebetulan nyokap gue lagi di sini. Kangen sama cucu katanya. Jadinya ya, gue bisa mampir sebentar,” jawab Zeus apa adanya. “Terus gimana itu? Apa aja yang disita?”

Ikarus tak langsung menjawab. Americano yang dipesan tadi sudah tiba di meja. Ikarus lantas mengangsurkannya ke samping. Setelah mengucapkan terima kasih. Ia menyesap kopinya dengan pelan.

“Cuma apartemen sama mobil doang, Ze. Ada juga sih… yang ada di rekening. Tapi untungnya gue ada rekening cadangan sama temen ya, kan? Kehabisan duit ya tinggal minta sama dia.”

“Tai lah! Kalau lo dikasih sama Ares, gue mau juga lah, Rus!” sahut Eros tak terima.

“Kudu kere dulu syaratnya, Babi. Lo mau?”

“Lha, gue kan udah kere dari lahir. Siniin, Res! Bagi duit!” ujar Eros tak mau kalah. “Lagian lo kan anak konglomerat, Anjing. Tinggal minta sama mereka aja kenapa?”

“Bukannya dikasih, yang ada gue malah dicoret dari KK, Rus.” Ikarus menghela napas. “Bisa habis gue kalau bokap sama nyokap tahu gue main saham dan kena tipu. Yang ada nanti gue disuruh balik ke Jakarta sambil ngurusin rumah sakit.”

“Bagus dong, Nyet. Lagian lo tuh apa dah. Udah paling bener lo jadi anak pemilik rumah sakit nomor satu di Indonesia. Malah mau-maunya jadi babunya Ares.”

“Tai ye, gue dari tadi diem doang masih saja kena!” sahut Ares yang sejak tadi sibuk memegang ponsel.

Eros terkekeh sembari mengepulkan asap rokoknya ke udara. “Angkat gue jadi adik lo deh, Res.”

“Ogah!”

“Sialan!”

“Terus sekarang lo tinggal di mana, Rus? Di tempatnya Ares?”

“Ogah! Gue nggak mau jadi babysitter-nya Astu sama Nira. Tapi semalam gue tidur di tempatnya Hera.”

“Pantesan si Nyai anteng-anteng aja. Biasanya dia kan paling suka ngomel-ngomel kalau tahu kita-kita ada yang kena sial.” 

“Sama lo doang kali, Ros. Lo kan adik kesayangannya dia.”

“Males gue punya kakak yang bawelnya nyaingin panjang Jalan Pantura.”

Keempat pria itu berbincang selagi cuaca siang itu mulai terasa terik. Setelah menghabiskan tiga batang rokok dan segelas americano dinginnya, Ikarus dan Ares memutuskan untuk kembali ke hotel.

Ada banyak pekerjaan yang menumpuk. Begitu mereka tiba di hotel, keduanya melangkah menyusuri lobi. Ares sudah kembali ke ruangannya, sementara Ikarus masih tertahan di lobi. Beberapa kali ia menyapa staf hotel yang berpapasan dengannya.

“Pak Ikarus, boleh saya minta tanda tangan, Pak.” Salah satu seorang staf front office berjalan menghampirinya.

“Semua permintaan tamu bisa diakomodir, kan?” tanya Ikarus sembari membaca ulang berkas yang akan ditandatangani.

“Sudah, Pak. Tadi Bu Hera juga sudah memastikan ke kami terkait event ini.” 

“Oke. Pastikan semua berjalan dengan lancar.” Ikarus mengangsurkan berkas itu kembali ke Tara.

Pria itu baru saja akan kembali ke ruangannya saat pandangannya tertuju pada seorang perempuan yang tengah berbincang dengan seorang pria yang tak asing. Langkah Ikarus terhenti.

Siapa lagi jika bukan Hera bersama Bima?

Entah apa yang tengah dibicarakan mereka, Ikarus mencoba untuk tidak peduli. Namun saat tatapan keduanya bertumbukan selama beberapa detik, Ikarus dengan cepat memalingkan wajahnya dan segera bergegas. 

Saat Ikarus hendak menuju ke ruangannya. Suara vokal seseorang yang memanggil namanya membuat pria itu menghentikan langkahnya lalu menoleh.

“Rus!”

Ikarus menghela napas. Lagi-lagi ia mencoba untuk tidak mengacuhkan Hera, meskipun gagal.

“Lo… sibuk?” tanyanya Hera.

“Ada apa?” tembak Ikarus dengan raut datar.

“Lo masih marah sama gue?”

Ikarus menghela napas pendek. “Kalau nggak ada yang penting untuk diomongin, gue mau masuk. Gue punya kerjaan banyak.”

“Lo masih marah gara-gara gue minta lo lupain kejadian semalam?”

Ikarus menatap lekat ke arah Hera dengan kedua tangannya yang dilipat di dada. “Gue memang bukan cowok baik-baik, Ra. Tapi gue juga nggak sebajingan itu dengan semudah itu melupakan apa yang udah gue lakukan semalam. Do whatever you want to do. Soal sikap gue, biar itu jadi tanggung jawab gue,” tandas Ikarus dengan lugas.

***

Terima kasih sudah mampir dan membaca, ya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Roommate with Benefits    100. Aku Sayang Kamu Selamanya

    “Rus? Suar mana?”Hera yang baru saja tiba di kediamannya lantas mengedar ke sekitar. Wajahnya terlihat lelah, ditambah dengan ia tidak menemukan putranya di sana.“Pulang-pulang tuh, kenapa bukan suaminya yang dicariin lebih dulu, sih? Kamu sengaja mau bikin aku cemburu atau gimana?” protes Ikarus saat itu.Hera menghela napas lalu melangkah mendekati Ikarus yang terlihat santai di sofa. Pria itu tengah mengambil cuti hari ini. “Iya, iya.” Hera mencium pipi Ikarus dengan pelan. “Suar sekarang di mana? Kamu kok kelihatan rapi gini? Mau ke mana?”Bayi mungil yang kini usianya baru menginjak tujuh bulan itu seakan jadi obat lelah Hera. Setiap kali perempuan itu menghabiskan waktu seharian dengan pekerjaannya yang menumpuk, setelah melihat Suar, lelahnya tiba-tiba menguap begitu saja.“Tadi Mama sama Papa mampir ke sini. Terus Suar sama Budhe Harni diangkut sekalian. Katanya biar papa sama mamanya ada waktu berduaan.”Hera terkekeh lalu berhambur memeluk Ikarus. “Emang selama ini kita ng

  • Roommate with Benefits    99. Mahija Suar Leanders

    “Terima kasih untuk waktunya, Pak. Saya berharap kerjasama ini bisa berlangsung lama.”“Sama-sama, Pak Ikarus. Kalau begitu saya pamit dulu.”Setelah menyelesaikan pertemuannya dengan salah satu klien, Ikarus melenggang meninggalkan restoran. Tangannya merogoh saku celananya, lalu membelalak.‘32 missed called from Heraira Cassandra’‘10 missed called from Mama’Ikarus menghentikan langkahnya. Ia mendadak panik. Jemarinya kemudian bergulir, menekan tombol memanggil. Berharap tidak ada sesuatu yang terjadi.Lalu, “Ra! Kamu—”“Bang, ini Mama. Kamu di mana sih, Bang? Dari tadi Mama coba telepon, Hera juga udah telepon kamu puluhan kali. Kok nggak dijawab, sih?”Mendengar suara Bella yang panik, Ikarus ikut panik. “Maaf, Ma. Aku tadi lagi meeting. Ada apa?”“Buruan ke rumah sakit, Bang. Hera mau lahiran!”Ikarus membelalak. Lalu tanpa pikir panjang pria itu berlari meninggalkan restoran untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.“Mama temenin Hera dulu ya, Ma. Ini aku lan

  • Roommate with Benefits    98. You Drive Me Crazy (21+)

    “Rus… lagi ngapain?”Pertanyaan itu meluncur bebas dari bibir Hera yang baru saja bangun dari tidurnya. Sejak pulang kerja tadi, Hera memang memilih untuk tidur lantaran tengah mengantuk.Ikarus menoleh lalu menurunkan laptop dari pangkuannya, merentangkan tangannya ke arah Hera agar segera menghampirinya.“Lagi ngerjain weekly report, Sayang. Kok bangun?”“Iya. Aku tadi mimpi buruk.” Hera lantas berhambur memeluk Ikarus, menyurukkan wajahnya di ceruk leher suaminya.Masih dengan mengenakan pakaian kerjanya, Ikarus mengusap punggung Hera dengan lembut, kemeja yang dikenakannya basah karena keringat. “It’s okay… mimpi kan cuma bunga tidur, Ra. Kamu baik-baik saja sekarang.”Lama Hera berdiam diri di dalam dekapan Ikarus. Perempuan itu kemudian menarik diri, lalu menatap Ikarus dengan lekat.“Rus…”“Hm?”“Kayaknya Dede kangen sama kamu, deh.”Ikarus tercenung selama beberapa saat. Pria itu kemudian menarik ujung bibirnya ke atas lalu mendaratkan kecupan singkat di bibir Hera. “Bentar ya

  • Roommate with Benefits    97. Pillow Talk

    “Hai, Rhe… gue datang.” Hera menaruh sebuah buket bunga lily di atas pusara Rhea. Menatap lekat batu nisan yang bertuliskan ‘Sorhea Winona’ itu dengan perasaan berkecamuk. Satu tahun telah berlalu setelah kepergian Rhea. “Lo apa kabar? Lo baik-baik saja di sana, kan?”Hera menggigit bibirnya bagian dalam. Menahan desakan air di pelupuk matanya. Rasanya masih seperti mimpi. Baru kemarin Hera masih tertawa bersama Rhea, namun ia tidak menyangka jika Tuhan telah mengambil sahabatnya satu tahun yang lalu.“Rhe, bentar lagi lo bakalan banyak keponakan.” Hera mengusap sudut matanya dengan punggung tangan. Tak mampu menghalau air matanya yang jatuh begitu saja. “Eve bentar lagi lahiran, dan Eros… dia juga bahagia seperti pesan terakhir lo. Bentar lagi dia juga bakalan jadi seorang ayah.” Perempuan itu kemudian menoleh ke samping, menatap Ikarus yang sejak tadi berdiri di sisinya. “Ada banyak hal yang pengen gue ceritakan sama lo, Rhe. Minggu lalu gue dapat kejutan dari Ikarus, dia beli rumah

  • Roommate with Benefits    96. Kejutan Untuk Hera

    “Sayang? Masih lama?”Hera yang baru saja keluar dari kamar mandi lantas terkekeh geli. “Ini lho, masih handukan. Mau ke dokter handukan gini?”Ikarus meraup wajahnya dengan gusar. Senyumnya terbit di wajahnya begitu saja. Pria itu kemudian melangkah mendekati Hera yang kini perutnya sudah membola. Usia kandungannya sudah menginjak bulan ketujuh, membuat perempuan itu terlihat menggemaskan. “Aku nggak sabar pengen lihat perkembangan jagoan kita.” Ikarus melingkarkan tangannya ke pinggang Hera, memeluk perempuan itu dari belakang. “Wangi banget, sih?”“Awas dong, Papa. Mama mau ganti baju dulu, nih. Gimana bisa ganti kalau kamu peluk gini, coba? Katanya nggak sabar pengen lihat jagoannya.”Ikarus melepaskan diri lalu terkekeh. “Iya, iya. Aku tunggu di depan kalau gitu, ya? Tapi jangan lama-lama.”“Iya.”Setelah menunggu lima belas menit, akhirnya Hera selesai bersiap-siap. Keduanya berjalan meninggalkan unit mereka untuk segera bergegas menuju ke rumah sakit detik itu juga.Tepat saat

  • Roommate with Benefits    95. Kabar dari Eros

    “WHAT?!? Riri hamil anaknya Eros?” Mendengar perkataan Ikarus barusan, membuat Hera seketika membelalak. “Kamu udah pastikan kebenarannya?”Ikarus mengangguk. “Aku juga sempat kaget tadi. Udah gitu Ares ngamuk di kafe sampai bikin Eros babak belur.”“Tapi Eros nggak apa-apa, kan?”“Nggak apa-apa, kok. Untungnya Riri keluar dari ruangan dan menenangkan Ares.”“Ini kayak bukan Eros banget nggak, sih?” Hera menghela napas pendek. “Kayaknya aku harus nemuin Eros sekarang, deh.”“Sekarang banget?” Ikarus melepas kemeja yang dikenakannya, “tapi udah malam, Sayang.”Hera kemudian turun dari ranjang tidurnya lalu bergerak mendekati lemari pakaian untuk mengambil baju ganti di sana. “Masih jam delapan, kok. Aku harus tahu kebenarannya. Kita tahu kalau selama ini Eros belum bisa ngelupain Rhea, kan? Dan kita tahu hal itu.” ujar Hera terlihat tidak percaya.Ikarus menghela napas. “Aku anterin, ya?”“Nggak usah, Rus. Kamu juga barusan pulang, kan? Kamu pasti capek juga.”“Nggak ada kata capek ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status