Home / Rumah Tangga / Rumah Kedua Suamiku / Bab 3 Dekorasi Mewah

Share

Bab 3 Dekorasi Mewah

Author: Arumi Nazra
last update Last Updated: 2024-01-10 11:14:50

"Iya, maksud saya Mbak sudah pernah ketemu dengan mantan istrinya itu?" ucapku ketus. Jika kuturuti nafsuku saat ini, aku ingin sekali menjambak rambut dan mencakar wajah wanita bernama Safira ini.

Dia telah lancang merebut suamiku dan merampas semua yang seharusnya menjadi milikku. Rumah, mobil dan fasilitas ini seharusnya menjadi milikku, bukan dia.

"Oh, belum sih, Mbak!" ucapnya sembari nyengir kuda. Tangan kanannya memainkan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai begitu saja.

Dari jarak sedekat ini, aku dapat melihat betapa mulusnya kulit gundik Mas Gandhi ini. Bersih, putih tak bernoda. Kukunya juga sangat terawat dan indah, menandakan bahwa ia tidak pernah sama sekali menyentuh deterjen apalagi meremas kain pel. Sangat berbeda denganku yang setiap hari harus bergelut dengan semua pekerjaan rumah tangga yang seakan tidak ada habisnya.

Sungguh Mas Gandhi telah memberi fasilitas yang spesial untuk wanita ini. Salon dan juga ART. Entah berapa duit yang ia habiskan setiap bulan demi perawatan wanita berwajah pas-pasan ini. Aku akui, Safira wanita yang pandai berdandan dan sepertinya sangat lihai memoles alat make up.

Sementara aku, kulit yang gelap ini terjadi karena aku terlalu sering beraktivitas di luar rumah sedangkan kuku yang kusam ini karena kerap bercampur dengan deterjen pencuci baju dan piring. Aku mengerjakan semuanya sendiri tanpa bantuan ART.

Aku bukan tidak mampu membayar pembantu ataupun pergi ke salon dan merawat diri seperti orang lain. Tapi selama ini aku lebih mengutamakan kebutuhan rumah dan anak. Aku pikir karena Mas Gandhi tidak pernah protes dan kerap memuji penampilanku, itu sudah lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa Mas Gandhi bukanlah suami yang neko-neko.

Nyatanya, aku telah salah karena begitu percaya pada sang pengkhianat. Entah memang aku yang tak cantik atau memang dasar Mas Gandhi yang buaya.

"Jadi, kenapa Mbak bisa menyimpulkan bahwa mantan istri suami Mbak itu gendut, jelek dan bau?" sahutku. Walau pun aku tidak semodis Safira, tapi aku bukan lah wanita yang gendut, jelek, dan bau. Aku masih cukup mengerti untuk merawat diri meski bukan ke salon setiap hari.

"Ya ... karena suami saya yang bilang begitu," celetuknya. Ia memberikan tatapan tajam yang menghujam ke sanubari. Entah mulai curiga atau tidak senang, Safira mulai menunjukkan sikap yang berbeda.

"Mbak percaya?"

"Hu'um, Mas Gandhi tidak pernah berbohong pada saya, Mbak! Eh, kok, jadi ngomongin suami saya, sih? Ayo Mbak diukur dulu ruangannya!" sergah Safira yang sepertinya mulai curiga dengan gelagatku.

Ah ... aku tak boleh menginterogasinya lagi. Dia tidak boleh tahu kalau aku lah istri pertama Mas Gandhi karena tiba-tiba aku sudah punya ide untuk membalas semuanya. Tunggu saja, Safira!

"Oh iya maaf." Aku tersenyum sambil menundukkan sedikit kepala karena posisi dia saat ini adalah pelanggan yang harus aku layani dengan baik. Aku harus tetap profesional demi rencana terselebung di balik ini meriahnya acaranya.

Aku pun berjalan mengitari ruangan sembari menduga-duga seperti apa tampilan dekorasi yang akan aku buat di ruangan yang luas ini. Sepertinya dinding yang lebar ini akan menjadi titik backdrop dimana akan aku susun hiasan yang mencolok dari yang lainnya dan bagian depannya disusun meja berukuran panjang untuk meletakkan berbagai kue-kue manis. Sementara sisi kosong yang lainnya akan aku hiasi dengan pernak-pernik, balon dan segala hiasan yang menyangkut acara baby shower.

Safira juga meminta agar dari pagar sampai ke titik ruangan dihiasi dengan balon-balon cantik berwarna metalik untuk menyambut kedatangan para tamu.

"Saya mau buat dekorasinya yang paling bagus, Mbak. Dipenuhi balon dan dekorasi yang lucu-lucu. Mahal juga gak apa-apa, yang penting saya dan suami merasa puas," pintanya dengan binar yang bahagia sembari menunjukkan contoh dekorasi yang diinginkan dari ponsel mahalnya.

Aku tahu bagaimana terharunya perasaan wanita yang masa kehamilannya disambut dengan begitu istimewa oleh pasangannya.

Sayangnya, aku tidak merasakan hal seperti ini saat mengandung Melisa dulu. Hidupku dan Mas Gandhi sangat susah waktu itu, sehingga untuk acara tujuh bulanan saja, aku hanya sekedar mengadakan syukuran kecil dengan kerabat dekat saja.

Alangkah bi*dabnya lelaki ini karena setelah mencapai titik kejayaan, ia malah bermain api di belakang istri.

Ah ... kuatkan aku, ya Allah. Jangan jadikan aku lemah karena pengkhianatan ini.

Aku kembali fokus pada Safira dan menjabarkan harga dekorasi yang diinginkannya setelah memperhatikan gambar dari layar gawai yang pasti dibeli dengan modal merayu Mas Gandhi.

"Kalau yang terbaru dengan full pernak-pernik seperti ini kisaran harga sampai dua belas juta, Mbak! Mau?" ucapku.

"Dua belas juta?" ulang Safira agak terkejut. Sepertinya dia shock mendengar harga yang aku sebutkan. Tetapi memang seperti itu lah adanya. Dia meminta dekorasi terbaru dan mewah yang pastinya tidak akan bisa aku kerjakan sendiri.

"Iya, Mbak. Sanggup?" ujarku dengan kening yang berkerut karena kulihat Safira mendadak jadi gelisah.

"Hhmm, gimana, ya, Mbak? Soalnya budget untuk dekorasi yang diberikan suami saya hanya tujuh juta. Memangnya gak bisa kurang lagi?" tawarnya dengan wajah bingung sekaligus memelas.

"Kalau tujuh juta ada juga kok, Mbak. Tapi tidak semewah ini. Ini contohnya," jelasku. Aku tunjukkan contoh gambar dekorasi budget tujuh juta dari ponselku, namun dia sepertinya tidak setuju.

"Ck, terlalu simpel, Mbak. Aku gak suka! Malu dong sama teman-teman kalau cuma pakai dekorasi kayak begitu! Yang tadi aja, deh, Mbak. Tujuh juta aja, ya," cicitnya sungguh tidak tahu malu.

Sepertinya Safira tipe wanita bergaya hidup tinggi dan tidak mau tersaingi.

"Gak bisa, Mbak. Tetap dua belas juta!" ucapku kekeh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 18 Pria Asing yang Baik

    Aku dan Bu Elfita menoleh menuju sumber suara. Kakiku sedikit berjengit saat mengetahui siapa lelaki yang memanggilku dengan begitu akrab. Senyuman manis ia tunjukkan pada kami berdua.Ia adalah Rozi. Lelaki itu tersenyum sambil mendekatiku yang masih berusaha menekan irama jantung yang tidak beraturan sebab tidak menyangka, jika aku akan bertemu dengannya untuk yang kesekian kali.Mau apa dia ke sini? "R-Rozi ...."Pria itu mendekat sambil membuka kaca mata hitamnya."Di mana Melisa? Aku membawa sesuatu untuknya," sosor pria itu yang kemudian mengambil posisi di antara aku dan Bu Elfita.Pria itu mengangguk sopan pada wali kelas Melisa yang nampak menyoroti kami secara bergantian. Wajah tampan yang dihiasi senyuman menawan itu sempat membuat Bu Elfita salah tingkah sebentar.Ya, kurasa perempuan mana yang tidak akan terpesona dengan penampilan paripurna yang dimiliki lelaki ini. Wajahnya yang tampan dengan gesture tubuh yang menawan membuat siapa saja enggan mengalihkan pandang dari

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 17 Mobil Baru

    "Aku benci Mama, aku mau ikut papa saja. Mama jahat, mama kejam!"Tubuhku merosot di depan pintu kamar putriku. Buliran kristal jatuh membasahi pipi. Tidak ada yang sanggup aku lakukan untuk saat ini, kecuali hanya memukul-mukul daun pintu, berharap agar anak itu keluar lalu meminta maaf padaku. Sakit sekali. Kata-kata Melisa barusan seperti sebuah godam yang menghantam ulu hati. Aku bisa berdiri tegar ketika Mas Gandhi menyakiti hati ini dengan pengkhianatan yang ia lakukan, tetapi hati ini tidak bisa menahan sakitnya mendapat bentakan dari darah daging yang aku besarkan.Melisa ... kenapa anak itu ikut-ikutan menyakitihatiku? Padahal ia lah satu-satunya alasan untukku kuat dan tetap bertahan. Hampir setengah bulan ia menjalani hari tanpa sosok seorang ayah, hatinya jadi membatu. Bagaimana jika selamanya? Sudah menjadi hal yang lumrah jika seorang anak perempuan lebih lengket kepada ayahnya, dan hal itu terjadi pada Melisa.Ya Tuhan, apa salahku, kenapa putri yang aku didik sejak

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 16 Harta Karun di atas Laci

    Selepas kepergian dua orang yang merupakan suruhan rentenir tersebut, aku masuk ke dalam rumah dan menggeledah isi lemari. Ya, aku baru sadar bahwa laci di mana berkas-berkas penting itu tersimpan sudah tidak ada di tempatnya. Terlalu sibuk mengurus anak, suami, dan rumah membuatku tak pernah memeriksa berkas dan aset yang kupunya. Rasa percaya pada suami yang terlalu besar pun membuat aku tidak memiliki rasa curiga sama sekali."Keterlaluan sekali kamu, Mas. Kau gadaikan rumah ini demi perempuan matre itu!" desisku tak habis pikir. Tak ingatkah ia bagaimana perjuangan mendapatkan rumah ini dulu? Matanya sudah benar-benar dibutakan oleh nafsu dunia. Mas Gandhi bahkan tak ingat lagi bahwa ia masih punya Melisa di sini.Pikiran yang kalut membawa langkah kaki ini menuju sebuah meja kerja yang biasa digunakan mas Gandhi untuk duduk sembari menekuri layar laptop setiap malam. Meja itu telah aku kosongkan. Di atasnya kususun beberapa majalah dan katalog milikku. Sedetik kemudian aku bar

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 15 Anak Buah Rentenir

    Seusai kepergian mama, aku lantas memesan taksi sebab waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Aku harus segera pergi untuk menyusul Melisa di sekolahnya. Sambil menunggu taksi yang aku pesan tiba, aku pergunakan waktuku untuk mengeluarkan barang-barang Mas Gandhi yang kukemas tadi dan meletakkannya di depan pintu. Jika pria itu datang, ia bisa langsung mengambil semuanya tanpa harus menungguku kembali.Rupanya tak lama setelah itu, Mas Gandhi menghubungiku melalui panggilan video. Aku yang sudah bertekad untuk tidak ingin membicarakan apapun lagi segera memblokir kontaknya agar ia tak bisa lagi menghubungiku.Tak berselang lama, muncul pula panggilan masuk dari Kak Duma. Aku tersentak, sebab baru terpikir tentang bagaimana nasibnya setelah aku tinggal pergi dari acara baby shower Safira tadi.[Oh, jadi begitu, ya, Kak? Kasihan sekali dia, ya!] ucapku setelah Kak Duma menjelaskan apa yang terjadi seusai kepergianku.Safira mendapat banyak cemoohan dari para tamu undangan yang datang ke r

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 14 Kedatangan Mama Mahira

    Plak, Plak!Sebagai istri yang selalu patuh, aku tak pernah berani melakukan ini sebelumnya. Sekedar memukul nyamuk di pipinya pun aku tak sanggup. Tetapi apa balasan yang ia berikan atas baktiku ini? Ia malah menghadiahi luka batin yang mungkin tak akan bisa sembuh."Shanum!" sentaknya dengan mata yang memerah. Pria itu berhasil memegangi pergelangan tanganku tetapi aku lekas menepisnya. Jijik sekali rasanya disentuh oleh pria ini lagi."Lepaskan!" Aku mendorong bahunya hingga Mas Gandhi mundur beberapa langkah ke belakang. Tak ingin menyerah begitu saja, ia berlari ke hadapanku untuk mencegah langkah kakiku. "Mau apa lagi?" hardikku. Hatiku yang panas semakin terbakar oleh tingkahnya yang terus saja menghalangi kepergianku. "Jangan pergi, Shanum. Aku akan jelaskan semuanya!" rengeknya memelas iba dariku. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, Mas. Karena semuanya sudah sangat jelas. Kau punya perempuan lain selain aku dan kau akan memiliki dua anak sebentar lagi! Jadi, urus saja istr

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 13 Kacau dan Berantakan

    "S-shanum!" ucap Mas Gandhi kaget. Jarak kami tidak terlalu jauh, sehingga aku masih bisa mendengar suara Mas Gandhi dan bisa melihat bagaimana raut wajah yang pias itu.Mas Ghandi melihatku seperti melihat hantu. Bibirnya bergerak ingin mengucapkan sesuatu namun urung dilakukan karena Safira telah memotong ucapannya."Shanum? Mbak Lisya?!" Safira kaget. Ia masih mengenaliku sebagai Lisya--pemilik dekorasi yang ia pakai jasanya.Mata Safira tak bisa diam, ia menatap aku dan Mas Gandhi bergantian dengan sorot tajam penuh tanda tanya."Jadi, itu istrimu, Mas?" Safira menyentak lengan Mas Gandhi, tetapi yang ditanya hanya diam tak bersuara."Ya, Safira. Aku Alisya Shanum, pemilik sweet decoration sekaligus istri dari lelaki yang kau sebut sebagai suami," ucapku karena Mas Gandhi urung berkata apapun. Lelaki pengkhianat itu pasti masih shock berat.Aku menjelaskan dengan tatapan yang lurus pada wanita itu. Safira terperangah dengan mulut yang terbuka lebar.Sama halnya Mas Gandhi, Safira

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status