Beranda / Rumah Tangga / Rumah Kedua Suamiku / Bab 4 Pelakor Berwajah Tua

Share

Bab 4 Pelakor Berwajah Tua

Penulis: Arumi Nazra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-10 11:15:38

Wanita itu mendengkus, ia terlihat menghela napas panjang sambil memikirkan sesuatu.

"Sebentar, ya, Mbak. Saya telepon suami dulu," ucapnya setelah sekian lama berpikir dalam kebisuan.

"Oh, iya!" Aku tersentak karena sedari tadi terus berusaha memikirkan cara-cara apa untuk membalas mereka berdua.

Wanita itu mengeluarkan ponsel dari saku dress yang ia kenakan. Lalu menghubungi lelaki yang sampai saat ini masih berstatus suamiku juga.

Dasar pelakor! Modal merampas jatah milik orang dan mau segala macam yang wah. Memangnya dia pikir seberapa banyak uang Mas Gandhi itu sehingga bisa seenaknya saja minta ini itu pada suami orang. Nikmati saja hari-harimu itu sampai kau tahu siapa sebenarnya Mas Gandhi.

"Halo, Sayang! Ada apa telepon? Mas sedang meeting di kantor!" Suara pengkhianat itu terdengar dari ponsel yang dipegang Safira.

Aku harus terus menguatkan hatiku karena pemandangan yang terjadi saat ini begitu menyakitkan. Safira dan Mas Gandhi saling menyapa dengan panggilan mesra.

Rupanya Safira sedang melakukan panggilan video dan otomatis suara pria buaya itu dapat kudengar dengan jelas. Untungnya, posisiku sedang membelakanginya dan lantas menjauh sambil berpura-pura sibuk agar tidak ketahuan oleh Mas Gandhi dari sana.

"Mas, ini aku lagi sama Mbak Lisya, orang yang mau dekor ruangan untuk acara babyshower aku," ucap Safira dengan suara manja selembut sutera.

Di usianya yang mungkin sudah kepala tiga, Safira bisa berlagak seperti seorang anak ABG dengan suara lembut dan manja.

"Hhmm ... dekor? Kan sudah Mas bilang supaya mas aja yang cari jasa dekornya!" sahut Mas Gandhi dengan suara bergetar penuh waspada. Dia pasti takut jika Safira malah menggunakan jasa dekor istrinya dan perselingkuhannya ini akan ketahuan olehku.

Sayangnya, kamu terlambat, Mas. Istrimu yang satu ini tidak cukup cerdas untuk menyembunyikan statusnya sebagai gundik.

"Aku gak mau ngerepotin kamu, Sayang. Kamu pasti masih capek karena baru pulang dari luar kota. Sudah, biar aku saja. Aku sudah ketemu jasa dekor yang bagus, kok!" sanggah Safira.

"S-siapa namanya?" Lelaki itu bertanya agak tergagap. Aku hanya mendengarkan sambil terus berusaha menata hati. Aku harus tegar demi masa depan Melisa. Jika lelaki itu telah berkhianat, maka tidak akan aku biarkan dia terus berada dalam kejayaan.

Jangan ditanya seperti apa keadaan di dalam sini, rasanya panas dan terbakar. Tanpa terasa, setetes bulir bening meluncur dari sudut mata. Aku memang benci, tapi tidak bisa memungkiri jika masih ada rasa yang tertinggal di dalam sini.

Aku mungkin masih punya cinta, tapi pengkhianatan ini sudah cukup menjadi alasan bagiku untuk melupakannya. Aku tidak sudi berbagi keringat dengan wanita lain. Biar aku buang saja sampah pada tempatnya.

"Namanya Mbak Lisya, Mas!"

"Oh ... syukurlah. Terus, ada apa?" ujar Mas Gandhi terdengar lega.

Dia pikir Lisya itu siapa? Ada baiknya juga aku selalu menggunakan nama depanku jika dalam urusan pekerjaan seperti ini. Mas Gandhi pasti tidak menyangka jika Lisya yang dimaksud adalah aku--istrinya, Alisya Shanum.

"Kamu tambahin lagi ya biaya untuk dekorasinya, yang kamu kasih itu gak cukup, Mas!" rengek Safira. Wanita itu menjatuhkan bobot pada sofa kecil berwarna merah, lalu bersandar sembari mengelus perut buncitnya.

Sungguh pemandangan yang sangat memuakkan.

Setelah menyusuri perut berisi benih dari pergumulannya dengan Mas Gandhi, mataku menoleh pada sebuah cincin berlian yang melingkar di jari manis Safira. Indah sekali. Aku bahkan tidak memilikinya.

Entah darimana asalnya uang yang diberi Mas Gandhi pada wanita ini sehingga bisa memanjakannya dengan barang-barang mewah dan berkelas. Padahal, posisinya hanya karyawan biasa di kantor.

"Waduh ... memangnya berapa lagi, Sayang? Ini saja aku sudah habis sepuluh juta untuk catering, belum lagi potografer dan souvenir. Sekarang kamu minta tambahin uang dekor lagi? Yang sederhana saja, Fira!" bantah Mas Gandhi namun terkesan hati-hati.

Luar biasa, ternyata sampai seroyal ini dia pada wanita gundiknya. Pantas saja dia tidak begitu peduli pada urusan renovasi rumah beberapa bulan lalu, rupanya uang yang dia punya dihabiskan untuk merenovasi keinginan sang gundik.

"Gak mau, Mas. Aku maunya yang itu!" Safira merajuk, tingkahnya seperti seorang anak kecil yang tidak diberi uang jajan. Ia bahkan berpura-pura menangis seperti anak kecil. Dan entah apa yang mereka bicarakan selanjutnya, karena Safira telah meninggalkan aku sendiri di ruangan ini. Wanita dengan make up setebal lima senti itu masuk ke kamarnya.

Aku jengah melihat tingkah Safira yang terlihat kekanak-kanakan. Bagaimana bisa Mas Gandhi menyukai seorang wanita yang terlihat dewasa namun tingkahnya tidak kalah jauh dengan Melisa? Ah ... b*doh sekali, nafsu memang bisa mengalahkan segalanya.

Aku tidak tahu orderan kali ini merupakan berkah atau musibah. Jika aku tolak, artinya aku sedang melepas rezeki namun bila aku terima, aku akan semakin menemukan hal-hal menyakitkan lainnya.

Entah berkah atau musibah, mungkin seperti inilah cara Allah membongkar rahasia besar yang selama ini disembunyikan oleh Mas Gandhi. Jika aku tidak dapat orderan ini, pasti aku tidak akan tahu sama sekali jika ada wanita lain yang turut menikmati hasil keringat suamiku, bahkan mungkin keringatku juga.

Aku bersyukur meski akhirnya harus menanggung luka yang menganga sendirian. Aku yakin akan ada hikmah di balik ini semuanya. Yang penting aku harus tetap kuat dan tegar demi memberi hadiah manis untuk para pengkhianat ini nanti.

Tiba-tiba wanita itu datang dan menghampiriku. Wajahnya yang sempat murung kembali cerah seperti di awal tadi.

"Gimana, Mbak?" lontarku.

"Jadi, Mbak. Ini saya kasih DP lima juta dulu, ya. Sisanya lusa kalau semua sudah beres, ya!" ucapnya sembari mengulas senyuman manis.

Safira pasti bingung ke mana hendak menyembunyikan wajahnya dariku jika hanya untuk membayar dua belas juta saja harus berdebat panjang dengan sang suami. Dengan segala kesombongan yang ia sampaikan tadi, rasanya mustahil jika Mas Gandhi tidak mengabulkan keinginannya.

Aku mengangguk, menghitung lembaran merah yang ia serahkan lalu mencatatnya di kertas kwitansi yang memang selalu ada di dalam tasku.

Aku jadi penasaran. Dari mana Mas Gandhi mendapatkan uang untuk memanjakan gundiknya ini? Apa dia punya sumber uang yang lain lagi selain bekerja di kantor? Aku harus segera menyelidiki.

Setelah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku pun berpamitan pergi apalagi jam sudah hampir menunjukkan pukul dua belas siang. Melisa akan pulang sebentar lagi dan aku tidak ingin membuat anak itu menunggu terlalu lama.

Sebelum beranjak dari rumah ini, aku menyempatkan diri untuk bertanya sedikit pada Safira. Kebetulan dia mengantarku sampai depan pintu.

"Kalau saya boleh tahu, berapa usia Mbak Safira?" celetukku. Aku sungguh penasaran dengan perempuan centil dengan wajah dewasa ini.

"Saya? Usia saya dua puluh tiga, Mbak!" ungkapnya dan itu membuatku ingin tertawa sekencang-kencangnya.

"Memangnya kenapa, Mbak?" sosornya dengan dahi yang mengkerut. Dia mungkin menyadari perubahan pada mimik wajahku.

Astaga! Aku salah besar. Kupikir dengan penampilan yang mencolok seperti itu, usia Safira itu sudah kepala tiga. Rupanya usianya masih dua puluhan bahkan masih lebih muda dariku.

"Oh ... enggak, saya kira seumuran saya," terangku sambil terkikih dalam hati. Aku tidak mungkin berterus terang mengatakan jika aku menyangka dia sudah kepala tiga, bisa-bisa dia tersinggung dan membatalkan kesepakatan ini.

Huh, lucu sekali. Rupanya Safira ini golongan pelakor muda yang berwajah tua.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 18 Pria Asing yang Baik

    Aku dan Bu Elfita menoleh menuju sumber suara. Kakiku sedikit berjengit saat mengetahui siapa lelaki yang memanggilku dengan begitu akrab. Senyuman manis ia tunjukkan pada kami berdua.Ia adalah Rozi. Lelaki itu tersenyum sambil mendekatiku yang masih berusaha menekan irama jantung yang tidak beraturan sebab tidak menyangka, jika aku akan bertemu dengannya untuk yang kesekian kali.Mau apa dia ke sini? "R-Rozi ...."Pria itu mendekat sambil membuka kaca mata hitamnya."Di mana Melisa? Aku membawa sesuatu untuknya," sosor pria itu yang kemudian mengambil posisi di antara aku dan Bu Elfita.Pria itu mengangguk sopan pada wali kelas Melisa yang nampak menyoroti kami secara bergantian. Wajah tampan yang dihiasi senyuman menawan itu sempat membuat Bu Elfita salah tingkah sebentar.Ya, kurasa perempuan mana yang tidak akan terpesona dengan penampilan paripurna yang dimiliki lelaki ini. Wajahnya yang tampan dengan gesture tubuh yang menawan membuat siapa saja enggan mengalihkan pandang dari

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 17 Mobil Baru

    "Aku benci Mama, aku mau ikut papa saja. Mama jahat, mama kejam!"Tubuhku merosot di depan pintu kamar putriku. Buliran kristal jatuh membasahi pipi. Tidak ada yang sanggup aku lakukan untuk saat ini, kecuali hanya memukul-mukul daun pintu, berharap agar anak itu keluar lalu meminta maaf padaku. Sakit sekali. Kata-kata Melisa barusan seperti sebuah godam yang menghantam ulu hati. Aku bisa berdiri tegar ketika Mas Gandhi menyakiti hati ini dengan pengkhianatan yang ia lakukan, tetapi hati ini tidak bisa menahan sakitnya mendapat bentakan dari darah daging yang aku besarkan.Melisa ... kenapa anak itu ikut-ikutan menyakitihatiku? Padahal ia lah satu-satunya alasan untukku kuat dan tetap bertahan. Hampir setengah bulan ia menjalani hari tanpa sosok seorang ayah, hatinya jadi membatu. Bagaimana jika selamanya? Sudah menjadi hal yang lumrah jika seorang anak perempuan lebih lengket kepada ayahnya, dan hal itu terjadi pada Melisa.Ya Tuhan, apa salahku, kenapa putri yang aku didik sejak

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 16 Harta Karun di atas Laci

    Selepas kepergian dua orang yang merupakan suruhan rentenir tersebut, aku masuk ke dalam rumah dan menggeledah isi lemari. Ya, aku baru sadar bahwa laci di mana berkas-berkas penting itu tersimpan sudah tidak ada di tempatnya. Terlalu sibuk mengurus anak, suami, dan rumah membuatku tak pernah memeriksa berkas dan aset yang kupunya. Rasa percaya pada suami yang terlalu besar pun membuat aku tidak memiliki rasa curiga sama sekali."Keterlaluan sekali kamu, Mas. Kau gadaikan rumah ini demi perempuan matre itu!" desisku tak habis pikir. Tak ingatkah ia bagaimana perjuangan mendapatkan rumah ini dulu? Matanya sudah benar-benar dibutakan oleh nafsu dunia. Mas Gandhi bahkan tak ingat lagi bahwa ia masih punya Melisa di sini.Pikiran yang kalut membawa langkah kaki ini menuju sebuah meja kerja yang biasa digunakan mas Gandhi untuk duduk sembari menekuri layar laptop setiap malam. Meja itu telah aku kosongkan. Di atasnya kususun beberapa majalah dan katalog milikku. Sedetik kemudian aku bar

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 15 Anak Buah Rentenir

    Seusai kepergian mama, aku lantas memesan taksi sebab waktu sudah menunjukkan pukul 12.30. Aku harus segera pergi untuk menyusul Melisa di sekolahnya. Sambil menunggu taksi yang aku pesan tiba, aku pergunakan waktuku untuk mengeluarkan barang-barang Mas Gandhi yang kukemas tadi dan meletakkannya di depan pintu. Jika pria itu datang, ia bisa langsung mengambil semuanya tanpa harus menungguku kembali.Rupanya tak lama setelah itu, Mas Gandhi menghubungiku melalui panggilan video. Aku yang sudah bertekad untuk tidak ingin membicarakan apapun lagi segera memblokir kontaknya agar ia tak bisa lagi menghubungiku.Tak berselang lama, muncul pula panggilan masuk dari Kak Duma. Aku tersentak, sebab baru terpikir tentang bagaimana nasibnya setelah aku tinggal pergi dari acara baby shower Safira tadi.[Oh, jadi begitu, ya, Kak? Kasihan sekali dia, ya!] ucapku setelah Kak Duma menjelaskan apa yang terjadi seusai kepergianku.Safira mendapat banyak cemoohan dari para tamu undangan yang datang ke r

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 14 Kedatangan Mama Mahira

    Plak, Plak!Sebagai istri yang selalu patuh, aku tak pernah berani melakukan ini sebelumnya. Sekedar memukul nyamuk di pipinya pun aku tak sanggup. Tetapi apa balasan yang ia berikan atas baktiku ini? Ia malah menghadiahi luka batin yang mungkin tak akan bisa sembuh."Shanum!" sentaknya dengan mata yang memerah. Pria itu berhasil memegangi pergelangan tanganku tetapi aku lekas menepisnya. Jijik sekali rasanya disentuh oleh pria ini lagi."Lepaskan!" Aku mendorong bahunya hingga Mas Gandhi mundur beberapa langkah ke belakang. Tak ingin menyerah begitu saja, ia berlari ke hadapanku untuk mencegah langkah kakiku. "Mau apa lagi?" hardikku. Hatiku yang panas semakin terbakar oleh tingkahnya yang terus saja menghalangi kepergianku. "Jangan pergi, Shanum. Aku akan jelaskan semuanya!" rengeknya memelas iba dariku. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, Mas. Karena semuanya sudah sangat jelas. Kau punya perempuan lain selain aku dan kau akan memiliki dua anak sebentar lagi! Jadi, urus saja istr

  • Rumah Kedua Suamiku   Bab 13 Kacau dan Berantakan

    "S-shanum!" ucap Mas Gandhi kaget. Jarak kami tidak terlalu jauh, sehingga aku masih bisa mendengar suara Mas Gandhi dan bisa melihat bagaimana raut wajah yang pias itu.Mas Ghandi melihatku seperti melihat hantu. Bibirnya bergerak ingin mengucapkan sesuatu namun urung dilakukan karena Safira telah memotong ucapannya."Shanum? Mbak Lisya?!" Safira kaget. Ia masih mengenaliku sebagai Lisya--pemilik dekorasi yang ia pakai jasanya.Mata Safira tak bisa diam, ia menatap aku dan Mas Gandhi bergantian dengan sorot tajam penuh tanda tanya."Jadi, itu istrimu, Mas?" Safira menyentak lengan Mas Gandhi, tetapi yang ditanya hanya diam tak bersuara."Ya, Safira. Aku Alisya Shanum, pemilik sweet decoration sekaligus istri dari lelaki yang kau sebut sebagai suami," ucapku karena Mas Gandhi urung berkata apapun. Lelaki pengkhianat itu pasti masih shock berat.Aku menjelaskan dengan tatapan yang lurus pada wanita itu. Safira terperangah dengan mulut yang terbuka lebar.Sama halnya Mas Gandhi, Safira

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status