Kebohongan demi kebohongan mulai terkuak manakala suami Shanum melakukan perjalan dinas ke luar kota. Gandhi pamit satu minggu di sana, namun nyatanya hanya 3 hari saja ia habiskan untuk bekerja. Lalu, ke manakah ia menghabiskan sisa harinya?
Lihat lebih banyak"Wah ... mama cantik sekali!" puji Melisa saat memindai penampilan baruku. Aku baru selesai mengambil tiga paket perawatan sekaligus. Rambut, wajah dan badan di salon terpercaya di kota ini. Walau harus merogoh kocek yang cukup dalam. Namun usahaku ini tidak sia-sia. Aku tampil glow up dengan kulit yang lebih cerah dan bersih.Rambutku yang ikal telah mendapat perawatan keratin sehingga tampil lurus dan bersinar."Beneran?" godaku lagi pada Puteri semata wayangku. Melisa kubawa juga ke salon untuk menemaniku karena aku tak mungkin meninggalkannya sendirian di rumah. Anak itu menungguku di tempat bermain khusus anak yang memang disediakan oleh pihak salon."Benar, Ma. Mama cantik sekali," celotehnya dengan tatapan kagum melihat tampilan ibunya. Senyum merekah tak lepas dari wajahku sedari tadi, karena sejak mematut diri di cermin, aku menyadari bahwa aku masih sangat cantik dan memikat.Aku masih lebih cantik ketimbang Safira yang pandai berpoles make up itu.Setelah melakukan semua pe
Rumah Kedua SuamikuSetelah sedikit berbasa-basi. Akhirnya, kami pun saling memperkenalkan diri. Sesuai dugaanku. Ternyata Rozi bukan lah orang sembarangan. Dia adalah seorang direktur dari sebuah perusahaan asuransi di Jakarta dan ke sini untuk melaksanakan tugasnya, yaitu mengunjungi anak cabang dari perusahaannya untuk memeriksa kinerja para karyawan serta keuangan di sana.Apalagi ada laporan jika di beberapa anak perusahaannya mengalami ketimpangan dalam masalah keuangan.Kebetulan semalam dia memang terburu-buru. Rozi yang biasanya ke mana-mana mengendarai mobil, menjadi kaku saat harus mengendarai sepeda motor di jalanan beraspal. Tapi kali ini dia datang mengendarai mobi ditemani sang sopir.Rozi mengaku padaku bahwa dia adalah seorang duda yang ditinggal mati oleh anak dan istrinya. Istrinya meninggal ketika melahirkan anak pertama mereka sedangkan putrinya menyusul sebelas bulan setelahnya. Dan ketika melihat Melisa. Pria itu langsung teringat akan mendiang putrinya. Apa lag
Untuk pertama kalinya aku membentak dan bicara sekeras ini pada Melisa. Ia pasti sangat terkejut dengan sikapku yang dianggap telah berubah kasar padanya.Aku sungguh dilema. Kurasa hari terberat dalam hidupku selama berumah tangga adalah hari ini. Bahkan ini lebih berat dari pada ketika aku kebingungan saat beras dan gas habis secara bersamaan. Atau ketika tak bisa beli baju lebaran.Mengetahui Mas Gandhi telah membagi cinta dan materi dengan wanita bernama Safira membuatku jadi hampir setengah gila. Sakit karena materi itu bisa digantikan. Tapi jika sakit karena patah hati rasanya tak ada ganti. Walau Mas Gandhi akan datang dan membawa seribu maaf untukku. Itu tidak akan cukup mengobati luka menganga akibat menikamku dari belakang.Sakit, benci dan sedih membaur ke dasar jiwa sehingga aku tak bisa mengendalikan emosi. Aku malah melampiaskannya pada Melisa dengan bentakan kasar dan menyakitkan. Bukannya merasa puas. Aku sungguh merasa semakin bersalah.Kulihat Melisa masih tertunduk
Lelaki yang tidak aku tahu asal usulnya itu lantas mendekat pada Melisa kala menyadari buah hatiku itu menangis karena benda yang sudah berserakan dan tidak lagi berbentuk itu. Semua pernak-pernik ulang tahunnya sudah tidak layak pakai."Cup cup cup anak cantik, maaf ya, Om tidak sengaja! Kamu mau ulang tahun, ya?" Lelaki itu berjongkok untuk mensejajarkan diri dengan putriku. Ia mengusap air bening yang berjatuhan dari sudut netra Melisa.Bukan hanya anak itu, aku juga merasakan kesedihan yang sama. Bahkan aku lelah. Aku dan Melisa sudah mengitari mall, mengantri dan bersusah payah membawa semuanya namun harus berakhir seperti ini. Rasanya aku pun ingin menangis tetapi malu pada pria di depanku."Iya, Om. Aku mau rayain ulang tahunku di sekolah besok. Tapi semuanya sudah rusak, huaaa!" Melisa menangis semakin kencang. Harapannya untuk merayakan ulang tahun yang berkesan bersama teman-teman sekelasnya pupus sudah. Yang tertinggal hanya kue tanpa kemeriahan yang lain."Maafin Om, ya, S
"Bisa kan ditransferkan sekarang?" ulangnya setelah tak kunjung mendapat sahutan dariku.Tidak salah lagi, uang lima juta itu pasti akan dia gunakan untuk tambahan biaya dekorasi gundiknya. Safira pasti terus merengek padanya untuk mengabulkan semua keinginan wanita yang penuh dengan gengsi itu."Uang lima juta, untuk apa, Mas?" tanyaku berpura-pura terkejut. Mas Gandhi memang terbiasa menggunakan uangku tapi tidak pernah sampai sebanyak ini. Lelaki itu kerap meminta bantuanku untuk sekedar mengisi bahan bakar mobilnya tapi tidak sampai jutaan. Paling tidak hanya dua ratus ribu dan polosnya aku karena tidak pernah pula menagih uang itu kembali. Jika aku tahu uang untuk membeli bahan bakar itu digunakannya untuk mendatangi Safira, maka akan aku bakar sekalian dia dengan mobilnya."Hhmm, untuk beli oleh-oleh buat kalian!" ujarnya setelah terdiam cukup lama. Cih, oleh-oleh apa lagi yang dia maksud jika saat ini saja dia sudah kembali dari luar kota dan berada di kota yang sama denganku
"Mama ....!" Melisa melambai dari kejauhan, kemudian berlari ke arahku. Aku belum juga turun dari sepeda motorku tapi gadis berseragam batik itu sudah kelihatan tidak sabar.Aku tersenyum menanggapinya, lalu menunggunya keluar dari pagar sekolah."Mama ... ayo kita belanja!" ujarnya begitu antusias. Pasalnya, besok adalah hari ulang tahun Melisa dan aku sudah berjanji untuk membelikannya kue bolu kesukaannya. Selain itu, kami harus membeli segala pernak pernik ulang tahun seperti topi, souvenir dan Snack untuk dibagikan pada teman-teman sekelasnya besok. Aku sudah mendapat izin dari wali kelasnya untuk membuat sedikit acara sebelum pulang besok. Biasanya anak-anak akan pulang lebih awal di hari jum'at.Seharusnya hal ini pun menjadi aktivitas yang menyenangkan bagiku tapi sejak mengetahui kebusukan Mas Gandhi, aku jadi kehilangan semangat. Melisa sudah mengingatkan ayahnya dari jauh-jauh hari agar ikut merayakan hari ulang tahunnya di sekolah besok. Tetapi karena Mas Gandhi harus men
Aku kembali memacu motorku di jalanan menuju sekolah tempat Melisa menuntut ilmu dua tahun ini. Gadis kesayanganku itu pasti sudah menungguku di dekat pintu gerbang sekolahnya.Ah ... aku tidak bisa menjelaskan betapa hancurnya perasaan ini kala menyadari rumah tangga ini tidak baik-baik saja. Entah seperti apa reaksi Melisa nanti jika mengetahui bahwa kedua orang tuanya mungkin tidak akan bisa bersama lagi. Aku sungguh tidak sudi meneruskan pernikahan ini. Sebagai istri, aku masih bisa bertahan ketika ujian ekonomi terus menghampiri. Namun tidak pada ujian orang ketiga. Tidak ada kompensasi untuk pengkhiantan.Dulu, aku tetap setia mendampingi Mas Gandhi meski ia tidak bisa menghasilkan lebih dari tiga juta setiap bulannya karena posisinya hanya sebagai karyawan biasa, sementara kebutuhan hidup kian hari kian sulit. Melisa sudah mulai sekolah dan punya banyak keinginan. Aku sampai harus berjualan online demi menopang kehidupan di kota ini namun sering kehabisan modal demi mencukupi
Wanita itu mendengkus, ia terlihat menghela napas panjang sambil memikirkan sesuatu."Sebentar, ya, Mbak. Saya telepon suami dulu," ucapnya setelah sekian lama berpikir dalam kebisuan."Oh, iya!" Aku tersentak karena sedari tadi terus berusaha memikirkan cara-cara apa untuk membalas mereka berdua.Wanita itu mengeluarkan ponsel dari saku dress yang ia kenakan. Lalu menghubungi lelaki yang sampai saat ini masih berstatus suamiku juga.Dasar pelakor! Modal merampas jatah milik orang dan mau segala macam yang wah. Memangnya dia pikir seberapa banyak uang Mas Gandhi itu sehingga bisa seenaknya saja minta ini itu pada suami orang. Nikmati saja hari-harimu itu sampai kau tahu siapa sebenarnya Mas Gandhi."Halo, Sayang! Ada apa telepon? Mas sedang meeting di kantor!" Suara pengkhianat itu terdengar dari ponsel yang dipegang Safira.Aku harus terus menguatkan hatiku karena pemandangan yang terjadi saat ini begitu menyakitkan. Safira dan Mas Gandhi saling menyapa dengan panggilan mesra. Rupan
"Iya, maksud saya Mbak sudah pernah ketemu dengan mantan istrinya itu?" ucapku ketus. Jika kuturuti nafsuku saat ini, aku ingin sekali menjambak rambut dan mencakar wajah wanita bernama Safira ini. Dia telah lancang merebut suamiku dan merampas semua yang seharusnya menjadi milikku. Rumah, mobil dan fasilitas ini seharusnya menjadi milikku, bukan dia."Oh, belum sih, Mbak!" ucapnya sembari nyengir kuda. Tangan kanannya memainkan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai begitu saja.Dari jarak sedekat ini, aku dapat melihat betapa mulusnya kulit gundik Mas Gandhi ini. Bersih, putih tak bernoda. Kukunya juga sangat terawat dan indah, menandakan bahwa ia tidak pernah sama sekali menyentuh deterjen apalagi meremas kain pel. Sangat berbeda denganku yang setiap hari harus bergelut dengan semua pekerjaan rumah tangga yang seakan tidak ada habisnya. Sungguh Mas Gandhi telah memberi fasilitas yang spesial untuk wanita ini. Salon dan juga ART. Entah berapa duit yang ia habiskan setiap bulan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.