Halo, maaf ada keterlambatan up ya... semoga suka ceritanya ^^
Namun, Virza melihat Ajie hanya memperhatikan dirinya dengan tatapan tajam. Sementara Virza hanya bisa berteriak minta tolong dengan mulut yang tidak bisa membuka karena mulutnya dibekap oleh sosok itu. Akal sehat Virza bertanya, 'Berapa banyak tangan yang dimiliki makhluk ini? Dia mendekapku, dia juga membekapku, tangannya yang lain juga berusaha membuat mataku tertutup,' "Ajie, Ajie, tolong saya!" berulang kali Virza meneriakkan itu, namun suara itu hanya sampai di ruang mulutnya saja, tidak sampai keluar dari bibirnya. Ajie menggerakkan kedua kakinya dan merangkak, lalu perlahan mendekati Virza. Dia mendekatkan wajahnya ke wajah Virza. Ajie mendekatkan bibirnya ke kuping Virza dan membisikkan kalimat yang Virza tidak bisa dengar. Cukup lama Ajie membungkuk di hadapan Virza sambil membisikkan kalimat itu. Lama-lama Virza bisa mendengar ucapan Ajie. Ternyata Ajie sedang membisikkan kalimat doa di telinga Virza. Ajaibnya, perlahan dekapan itu pun memudar, sehingga Virza bisa membe
Gadis itu malah menatapnya dengan dingin, dan senyum tipis yang ditunjukkan terasa begitu misterius untuk dilihat, membuat Virza bulu kuduknya meremang. Tiba-tiba Andra muncul dihadapan Virza. "Virza, mau pulang bersama?" tanya Andra. Virza menganggukkan kepala. Kemudian dia memalingkan wajahnya, menoleh kesana dan kemari seperti sedang mencari sesuatu. Andra menatapnya dengan heran karena sudah beberapa kali ini Andra melihat Virza bertingkah seperti ini. Kemudian Virza mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. 'Kemana gadis itu? selalu saja menghilang tiba-tiba,' batin Virza. "Sedang mencari apa?" tanya Andra yang ikut melihat ke sekeliling. "Ah… eh… anu… tidak kok, tidak sedang mencari apa-apa, Mas. Ayo kita pulang saja," sahut Virza dengan gugup. Dia ingin mengatakan sesuatu pada Virza, namun batinnya melarang karena dia merasa seperti sedang diawasi oleh gadis itu dengan jarak dekat. Jantungnya terasa berdebar semakin kencang, tiba-tiba seperti ada hembusan angin dingin
“Hati-hati dijalan ya nak,” kata Dedy lagi setelah Virza berlalu.Farel yang mengetahui kepergian Virza, diam-diam dia mengikuti kakaknya pergi.Virza berjalan dengan terburu-buru karena ini adalah hari pertamanya bekerja. Untunglah tempat bekerjanya tidak terlalu jauh dari rumah kosnya. Dia tidak ingin terlambat jauh saat datang. Dia takut mengecewakan teman yang bekerja di shift sebelumnya.“Virza!” panggil seseorang saat Virza menuju tempat kerjanya.Virza menoleh, ternyata itu adalah Selly.“Hai, Selly!” sahut Virza sambil tersenyum. Gadis itu berlari menghampiri Virza. “Mau kemana? Kok buru-buru?” tanya Selly.“Mau bekerja, Selly. Aku sudah terlambat,” sahut Virza.“Kamu kerja dimana?” tanya Selly lagi.“Itu disana. Sudah terlihat dari sini papan namanya.”“Oh ditempat jasa pengetikan itu?” tanya Selly. Virza menganggukkan kepalanya.“Gajinya kecil disitu,” ujar Selly.“Tidak apa-apa, sementara yang ada itu. Nanti aku sambil cari-cari lagi,” sahut Virza yang mulai gelisah kare
‘Sudah 5 kursi yang kosong nih,’ pikir Virza lagi, sambil melirik jam di layar telepon genggamnya. Jam menunjukkan pukul 3.45 pagi. Sebuah pesan singkat masuk ke nomor Virza. ‘Dari mas Delta? Kenapa dia kirim pesan ya?’ pikir Virza, dia melirik ke kursi room nomor 5 yang ditempati oleh Delta. Delta terlihat tenang di kursinya yang menghadap ke meja operator. Virza yakin benar bahwa itu Delta, apalagi pantulan cahaya dari monitor dihadapan Delta membuat Virza mengenali wajahnya. Virza membuka aplikasi pesan dan membaca pesan itu. Delta : Mau pulang jam berapa? ini Malam Jumat loh. harusnya kamu pulang jam 12 kan? Virza : Sebentar lagi, menunggu teman yang menggantikan aku datang. Delta : Enggak ada shift setelah kamu. Nanti ada shit lagi setelah jam 6 pagi. Ini sudah malam, kamu harus istirahat. Nanti pagi kamu harus kuliah kan? Virza : Baiklah kalau begitu. Aku tutup dulu deh. Tapi masih banyak orang disini. Bagaimana cara mengatasinya ya? Delta : Tinggal matikan saja interne
Setelah Vina mengetahui bahwa semalam bukan Virza yang dilihatnya, Vina mengajak diskusi suaminya tentang firasat buruknya.“Mungkin memang sudah saatnya dia mengetahui yang sebenarnya. Sehingga kedepannya, dia dapat mengatasi gangguan itu sendiri,” ujar Dedy menanggapi kegelisahan Vina. Tidak memberitahukan tentang kejadian yang menimpa Virza malam itu di tempat kerjanya pada Vina adalah hal yang tepat, menurut Dedy sebagai suaminya. Karena, tentang ‘tamu’ yang menyerupai Virza saja sudah membuat Vina terus merasa gelisah dan cemas. “Kapan kita akan menyampaikannya? Apakah itu tidak akan mengganggu kuliahnya?” tanya Vina.“Mengganggu bagaimana?” Dedy mengerutkan dahinya.“Bisa jadi, setelah kita memberitahukan kepadanya, ini akan menambahkan beban pikirannya. Apakah itu tidak mengganggu namanya?” ujar Vina.“Baiklah, kita akan mencari waktu saat dia luang saja. Setahu Ayah kalau tidak salah selain hari ini, pada hari Sabtu dan Minggu, Virza juga libur,” sahut Dedy. Dia menunggu unt
Roy sudah berdiri di belakang mereka. Kedua matanya memancarkan kecemasan. “Kemari, nak," panggil Dedy sambil menepuk-nepuk lantai di sampingnya. Vina dan Farel langsung bergeser duduknya, untuk memberikan ruang kepada Roy agar bisa duduk dekat Dedy. Roy mengangguk hormat kepada Dedy dan Vina. “Ada apa nak Roy?" tanya Dedy, setelah Roy duduk disampingnya. “Begini, Pak. Ada yang ingin saya sampaikan kepada Bapak, tentang Virza," kata Roy membuka pembicaraannya. “Ada apa dengan Virza? jangan takut ya untuk menyampaikannya, karena apapun yang kamu sampaikan bisa saja itu sangat penting buat kami," kata Vina dengan merendahkan suaranya. Dia tidak ingin Virza mendengarkan pembicaraan mereka. “Ayah, Ibu. Virza pamit mau ke kampus sebentar," Tiba-tiba Virza muncul di belakang mereka dengan berpenampilan rapi. Mereka langsung menoleh ke arah Virza dengan tatapan heran. “Bukannya hari ini libur, kak?" tanya Farel. “Ada buku yang harus dikembalikan hari ini, sekalian ada janji dengan tem
Roy mengedarkan pandangannya ke dalam ruang tamu itu, karena penasaran dengan sikap Virza yang tampak kebingungan.“Mencari apa?” tanya Roy sambil mengerutkan dahinya.“Aku mencari … ah sudahlah!” Virza tampak bingung. Kemudian dia membuka pintu kamarnya karena mengira ibunya sudah masuk dalam kamar tanpa dia ketahui. Virza mengabaikan perkataan Roy, yang mengatakan bahwa keluarganya sudah diantar ke stasiun.Saat Virza membuka pintu kamarnya.K O S O N G !Tidak ada satupun orang disana.Virza berdiri, tertegun. Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dia masih yakin bahwa dia melihat bayangan ayah dan adiknya yang terus bergerak di dalam kamarnya. Virza yakin bahwa dirinya tidak salah lihat.Roy menepuk pundak Virza. Dia seperti mengetahui apa yang Virza alami.“Sebaiknya kita duduk dulu,” Roy menekan cengkeramannya agar Virza tetap tersadar dan mengikuti ajakannya untuk duduk. Dan itu berhasil.Virza duduk di kursi tamu masih dalam keadaan tertegun. Dia masih belum bisa mence
“Kamu kenapa, Za? Jangan bikin orang panik!” Roy meninggikan suaranya agar Virza segera sadar. Roy langsung berinisiatif untuk menutup pintu kamarnya dan mendorong Virza agar segera duduk di atas tempat tidurnya. Perlahan tatapan mata Virza pun berubah normal kembali, meskipun masih ada sisa-sisa ketakutan yang tertinggal. Setelah kondisi Virza tampak normal kembali, Roy mulai mengajaknya berbicara. “Ada apa? Mengapa kamu seperti itu tadi? Apakah kamu melihat sesuatu lagi?” desak Roy sambil duduk di samping Virza. “ Apakah mas Roy pergi untuk menonton televisi setelah Mas Roy mandi tadi?” Virza malah balik bertanya. Roy menggelengkan kepala. Virza terdengar mendengus. ‘Ah, pasti aku melihat hal lain lagi nih!’ batin Virza. “Kamu melihat sesuatu di ruang nonton televisi ya?” tanya Roy dengan nada rendah. Virza menundukkan kepala. Dia malah mengingat hal lain. Ternyata Virza menyadari, bahwa di sisi kiri kamar Roy tidak ada kamar lagi. Di Sisi kiri kamar Roy hanya terdapat sebua