Maya menatap Reza sinis. "Kalau tidak suka dengan Galang, gak usah cari-cari kesalahannya. Aku tahu ini foto editan, jadi gak usah berusaha untuk membuatku membencinya."
"Ini bukan editan, aku baru saja nerima dari nomor yang tidak dikenal." Reza berucap pelan. "Itu tandanya hanya fitnah. Kan kita gak tahu siapa yang mengirimkan pesan. Kamu jangan mudah terhasut, dong. Aku gak suka." tegas Maya. Dia memang seringkali membenci orang-orang yang berusaha menjauhkan dirinya dengan Galang. Reza menatap Maya dengan sayup. Mau bagaimanpun, ia harus menepati janjinya untuk mencari Galang dengan Maya. Tanpa sepengetahuan Maya, Reza mencari media sosial milik Galang. Namun, tidak ada satupun yang ditemukan. Baik itu dari aplikasi biru, tok-tok, dan beberapa aplikasi lainnya. "Ayo kita kunjungi ke rumahnya!" seru Maya bersemangat. Mereka pun menuju ke alamat yang diberikan oleh Maya. "Jangan katakan pada mereka kalau aku adalah istrimu, anggap saja kita orang asing atau hanya teman. Pokoknya jangan katakan di antara kita ada hubungan yang seperti itu!" titah Maya penuh penekanan. "Katakan saja kepada mereka kalau pernikahan kemarin gagal. Aku tidak mau keluarganya Galang menjauh, apalagi sampai membenciku." ucapnya lagi. Reza masih tidak bicara, hatinya sedang kacau saat ini. Tidak mungkin ada seorang suami yang merelakan istrinya bersama dengan laki-laki lain, tapi dia sudah terjebak pada janjinya kepada Maya. "Kamu dengar gak aku ngomong apa?" Maya menatap Reza dengan geram. "Iya." "Apa?" "Anggap saja pernikahanmu gagal." "Bagus. Ayo, turun, ingat yang barusan aku bilang. Awas kalau lupa." ancamnya. Suasana rumah yang Maya katakan tempat tinggal Galang itu tampak sepi. "Pada indah kali?" Reza melihat ke arah pintu ada sarang laba-laba. "Enggak mungkin." "Lah, ini sudah ada sarang laba-labanya." Reza menunjukkan apa yang baru saja dilihatnya. "Dia mampir sebentar kali. Pokoknya aku yakin mereka ada." Maya tetap bersikeras dan dia terus-menerus mengetuk pintu dan juga memencet bel. "Aku tanya tetangga, ya?" Reza berjalan ke samping rumah Galang. "Permisi, Bu, kok rumahnya Galang sepi, ya? Pada ke mana ya, Bu?" tanyanya pada seorang wanita yang sedang membersihkan rumput di depan rumahnya. "Mas siapanya, ya?" tanyanya menatap Reza lekat. "Dia teman saya, Bu. Saya Maya, pacarnya Mas Galang." Maya langsung menghampiri ketika mendengar percakapan Reza dengan wanita tersebut, dia takut Reza salah bicara. "Oh, Maya." Wanita itu langsung mencuci tangannya dan menghampiri Maya dan juga Reza. "Kemarin saya melihat keluarganya Galang beres-beres. Katanya dia akan segera menikah dengan wanita karir." jelasnya. "Menikah? Tapi dia tidak datang ke pernikahan kita, Bu." Maya langsung terbawa suasana. "Galang menikah dengan wanita lain, Mas. Apa kamu tidak dengar apa yang baru saja dikatakan Ibu ini? Galang menikah dengan wanita karir." Reza mempertegas ucapan tetangganya Galang. "Apa? Enggak, gak mungkin. Selama ini Mas Galang hanya mencintaiku. Aku sangat tahu hal itu." Maya berucap yakin. Enggan berdebat dengan Maya, Reza meminta informasi lebih lanjut ke beberapa tetangga yang tahu tentang Galang dan keluarganya. Bahkan sampai gak terkecil. Tanpa terkecuali. Setelah menemukan titik terang, mereka kembali ke mobil untuk mengunjungi beberapa tempat yang memungkinkan besar ada Galang di sana. "Apa kamu ingat tempat yang sering kalian kunjungi?" tanya Reza sambil menyusun rencana. "Jangan dulu tanya aku, hatiku sedang tidak baik-baik saja!" **UNP** Reza dan Maya kini sudah berada di tempat yang dituju. "Ini tempatnya?" Maya memilih turun daripada menjawab pertanyaan Reza, karena dia sendiri masih tidak yakin kalau ini adalah tempatnya. "Ada yang nikahan, ya?" Reza menatap ke tengah-tengah taman. Pernikahan di luar ruangan dengan dekorasi berwarna merah bunga mawar membuat mata Reza terpana. "Ini seperti pernikahan antara cinta sejati." ucapnya takjub. Maya langsung memusatkan perhatiannya ke arah yang Reza maksud. Nafasnya mulai memburu ketika melihat dekorasi yang sama dengan pernikahan yang ditinggalkan Galang. Tanpa menunggu lama, Maya langsung berlari untuk melihatnya lebih dekat, dan Reza hanya bisa mengikutinya dari belakang. "Mas, apa yang sedang kau lakukan di sini? Apa ini pernikahan temanmu?" tanya Maya lembut. Ia berusaha menahan amarahnya yang bisa meluap kapan saja. Amarah Reza juga ikut naik ketika melihat siapa laki-laki yang bersanding di pelaminan. Galang. Laki-laki yang tadi menghilang dari pernikahannya dengan Maya dan kini malah menjadi mempelai pria dari wanita lain. "Maaf, May, hubungan di antara kita sudah selesai. Aku tidak mencintaimu lagi." Galang memutuskan hubungannya dengan Maya hanya dengan beberapa kata. "Enggak! Jangan katakan hal itu, Galang. Aku tahu kalau di hatimu hanya ada aku, Galang. Aku mohon, jangan katakan kata-kata itu lagi." Maya berusaha untuk menahan air matanya yang siap mengalir. "Maaf, Maya. Aku bicara jujur. Aku capek pacaran sama kamu, apalagi kalau sampai menikah," jawabnya jujur. "Kalau kita jalan pun, hanya nama Reza yang kau sebutkan dari kita berangkat sampai pulang." lanjutnya membuat hati seseorang. Plak ... Plak .... Dua tamparan mendarat sempurna di pipi Galang. "Kalau kau tidak suka padaku, katakan! Kenapa harus meninggalkan aku di pernikahan seorang diri, lalu menikah dengan wanita lain, dan sekarang kau jadikan sifatku menjadi alasan?" Emosi Maya sudah tidak bisa ditahan lagi. "Hei, kau wanita yang tidak tahu malu!" Mempelai wanita menghampiri Maya dengan mata melotot dan berusaha menampar Maya dengan sekuat tenaganya, tapi Reza lebih dulu menghalangi. "Lepas! Dia sudah menampar suamiku!" teriaknya kepada Reza. "Maya memang sudah menampar suami sampahmu, karena dia memang pantas. Tapi apa alasanmu ingin menamparnya?" tanya Reza tajam. Maya terkejut melihat sisi Reza yang baru, karena selama ini sahabatnya itu selalu sabar, dan mengalah. Tidak pernah berbicara dengan nada tinggi, apalagi memaki. "Sudah saya bilang dia sudah menampar suami saya!" pekiknya. Ia tidak terima suaminya ditampar Maya. Reza menarik Maya untuk berada di belakangnya, lalu menampar Galang dengan sangat keras. "Ini untuk hadiah pernikahan untuk kalian yang telah membuat Maya sendirian menggunakan pengantin." Tidak hanya sekali, Reza memberikan tiga kali tamparan berturut-turut sampai menimbulkan kerumunan. "Dasar orang tidak tahu malu, bisanya merusak pernikahan orang lain!" Hardik Bu Gina--ibunya Galang. "Maya itu perawan tua, Ma. Mana ada yang mau bersama dengan wanita tua, jadi bisanya hanya menganggu suami orang!" teriak adiknya Galang yang dulu selalu meminta uang kepada Maya. Orang-orang mulai membicarakan Maya dengan kata-kata tajamnya. Ada yang mengatakannya pelakor, wanita keji, sampah masyarakat, dan kata-kata yang lebih keji lagi. Reza memeluk Maya sambil menutup telinganya. "Tutup matamu, May. Jangan masukkan apa yang mereka katakan ke dalam hatimu." bisiknya membuat Maya menangis. Ia terharu karena Reza masih bersedia ada di sampingnya pada saat seperti ini. Ketika keadaan Maya mulai tenang, Reza mengambil mikrofon yang ada di dekatnya. "Dengar semuanya, wanita yang ada di samping saya ini bukan wanita yang kalian atau keluarga Galang katakan. Dia adalah istri saya," tegasnya membuat orang-orang terdiam. Maya menatap ke arah Reza. "Haruskah aku mencintainya?" tanyanya dalam hati.KEIHKLASAN CINTA Lima Puluh Enam Dengan penuh keberanian, Nia mengendarai mobil Reza dengan kecepatan tinggi. Sementara Maya hanya bisa memeluk putranya erat sambil berteriak minta tolong, dan hatinya tidak berhenti beristigfar. "Hentikan, Nisa! Tolong hentikan!" Maya terus saja berteriak dengan harapan Nia akan menghentikan kegilaannya. Sementara Nia hanya tertawa terbahak-bahak. "Tidak, aku sudah berani berbuat sejauh ini. Mana mungkin aku akan berhenti." Nia kembali tertawa. "Siapa suruh tidak juga mengikuti kata-kataku untuk meninggalkan Reza, hah? Sekarang rasakan sendiri akibatnya. Jika aku tidak bisa mendapatkan Reza, maka kamu juga gak akan bisa!" teriaknya sambil tersenyum lebar melihat Maya yang ketakutan juga Reza kecil yang ikut menangis dan menjerit. Tidak mau mengundur waktu, Nia menabrakkan mobilnya ke sebuah pohon besar, tapi tidak seluruhnya. Hanya yang di depan Maya yang ditabrakkan Nia ke arah pohon besar itu, jadi dirinya masih sadar ketika pintu mobil yang ad
Nia bukan orang yang mudah menyerah, meksipun kini hanya dirinya saja yang melakukan tindakan tercela itu, menjadi orang ketika antara Reza dan Maya. "Jika aku tidak bisa membuat mereka berpisah dengan halus, aku akan menghancurkan kepercayaan yang ada di dalam diri mereka terhadap pasangannya." Nia tersenyum menyeringai sambil melihat foto Maya yang diberi tanda 'X'. "Ya, benar. Aku akan membuat kamu sehancur-hancurnya!" teriaknya lagi, lalu tertawa terbahak-bahak. Nia sangat geram ketika tahu Tian, Galang, dan juga Tari selaku adik angkatnya sendiri ternyata sudah menyerah terhadap perasannya. Mereka tidak lagi mau berjuang untuk mendapatkan apa yang seharusnya diperjuangkan. Sekarang, Nia sudah mulai kehilangan kendali. Dia akan melakukan cara yang tidak pernah terpikir sebelumnya. "Jangan salahkan aku jika membuatmu hancur, Maya," gumamnya lagi. Sementara Maya sendiri sedang dijemput oleh Abah Farhan dan semua keluarga besarnya. Sekarang Reza dan Maya sedang berpamitan kep
Galang meremas pergelangan tangannya ketika melihat keromantisan wanita yang pernah ada di kehidupannya dengan laki-laki yang menjadi pengganti dirinya. "Perjuangkan sampai titik darah penghabisan!" Nia tiba-tiba menyahut perkataan Galang. Ternyata selama ini yang selalu memperhatikan gerak-gerik Maya dan Reza bukan hanya Tian, tapi juga Nia dan Galang. "Aku sepertinya sudah tidak ada tempat lagi di hatinya." Galang berbicara tanpa melihat lawannya. Melihat Maya memberikan seluruh cinta dan perhatian kepada suaminya membuat rasa iri hati di dalam diri Galang semakin menjadi. "Makanya perjuangkan!" Nia menjadi emosi ketika Galang terlihat mau menyerah. "Jangan jadi laki-laki yang lembek kalau mau mendapatkan apa yang diinginkan!" Sebisa mungkin Nia kembali mencoba untuk membuat semangat Galang kembali bangkit, tapi sepertinya masih belum berhasil. Walaupun rasa cinta untuk Maya masih tersimpan dalam, tapi Galang tidak mau merusak hal yang menjadi kebahagiaan Maya. "Dulu, aku per
Mata Reza menatap kertas yang dipegangnya dengan tidak percaya, tapi tatapan dari Bu Ningsih, dan keluarganya membuat dirinya yakin kalau surat keterangan ini benar. Di dalam surat itu dinyatakan kalau Maya tengah mengandung yang usianya kini sudah enam mingguan. Reza kembali memeluk Maya dengan erat. Kebahagiaan yang tertumpuk dalam dadanya sungguh tidak bisa diungkapkan lagi. Kali ini dirinya benar-benar diuji dalam kebahagiaan. "Terima kasih, Sayang. Terima kasih banyak sudah menjadi pelengkap hidupku," lirihnya membuat keluarga Bu Ningsih yang mendengarnya terharu. "Perbanyaklah bersyukur, karena Allah memberikan buah hati tanpa kalian tunggu bertahun-tahun lamanya," ucap suaminya Bu Ningsih. "Alhamdulillah Ya Allah, terima kasih banyak," ucap Reza sambil memeluk Maya kembali. Reza berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada Bu Ningsih dan keluarganya yang sudah selalu berbuat baik kepada mereka, bahkan menemani Maya selama dirinya tidak ada di rumah. "Tidak apa, Nak, i
Bu Habibah menatap suaminya dengan wajah yang biasa-biasa saja, tetapi hatinya sangat jelas menunjukkan kalau dirinya sedang tidak baik-baik saja. "Tidak apa, mungkin Mas hanya salah dengar," ucapnya sambil tersenyum lebar. Pak Fahmi yang lebih percaya dengan apa yang didengar daripada yang dikatakan istrinya itu pun langsung memeluknya erat. "Maaf jika selama ini aku lebih memilih untuk lari dari masa lalu dan hanya membuatmu seperti pajangan," lirihnya tidak tega. "Maaf jika selama ini kamu harus menjaga perasaanku dan keluarga sementara kami tidak melakukan hal yang sama," lanjutnya membuat hati Bu Habibah menjadi lebih terluka. Air mata yang sudah disembunyikan kini meronta dan ingin segera dikeluarkan. Satu nulis bening pun berhasil lolos, lalu temannya ikut turun membasahi pipi Bu Habibah. "Maafkan aku, Sayang. Maaf jika selama ini aku sudah bersikap tidak peduli dengan perasaanmu," bisiknya lagi. Bu Habibah melepaskan pelukan dan menatap suaminya lekat. "insyaAllah aku tid
Kehidupan Reza dan Maya semakin membaik dan mereka juga nyaman dengan kegiatan sehari-hari yang akhir-akhir ini mereka lakukan. Namun, ujian akan terus datang kepada cinta mereka, sampai cinta itu diakui sebagai cinta sejati. Di luar pintu kontrakan, Nia terus menggedor dengan sekuat tenaga. Sementara Maya dan Reza masih terdiam. Tidak ada sedikit pun keinginan bagi mereka untuk membuka pintu. Malah lebih kepada enggan. Entah apa alasannya. Ada rasa ragu dalam dada mereka, sehingga hanya saling melempar tatapan saja. "Biar Mas lihat lewat gorden, ya," ucap Reza pelan dengan langkah yang mengendap-endap menuju pintu. Matanya membulat sempurna ketika melihat seseorang yang berada di luar rumahnya itu. "Siapa, Mas?" tanya Maya sangat pelan. Ia juga penasaran dengan siapa yang datang malam-malam seperti ini. Reza kembali berjalan menghampiri Maya. "Kamu jangan marah kalau Mas katakan, ya," pintanya memohon dan itu malah menambah gurat penasaran di wajah Maya. "Em, soalnya yang data