“Itukah sebabnya kamu mempercepat kepulanganmu ke Indonesia?” Maira menengok ke suaminya dan bertanya dengan nada menyelidik.
“Ya, beruntung kita masih bisa mendapatinya dirumah, sebelum dia pergi untuk menyembunyikan kehamilannya.” Ujar Hasan dengan suara dalamnya.
“Maafkan Mahreen, Om Tante. Bukannya Mahreen ingin menyembunyikan kehamilan ini, Mahreen hanya tidak ingin merepotkan Om dan Tante yang sudah sangat baik pada Mahreen. Lagipula, ayah dari anakku ini tidak tahu kalau aku hamil. Dan, aku juga tidak ingin memberitahukan padanya.” Ucap Mahreen dengan suara paraunya menahan sesak tangis. Dadanya terasa sesak bila mengingat suami yang telah ditinggalkannya dan digugat cerai. Mahreen yakin Mateo telah menandatangani surat permohonan cerainya dan dia pasti sudah hidup bahagia dengan perempuan pilihannya. Bukan perempuan yang terpaksa dinikahinya.
“Mahreen sayang, sampai kapan kamu ingin menyembunyikan k
“Selamat pagi, nona Eve. Saya atasan dari Armala yang akan melihat langsung jalannya pengerjaan ruangan hari ini.” Maira berjabat tangan dengan Eve yang sudah menyambutnya sejak dari depan resepsionis.“Nona Armala sedang sakit kah?” Tanya Eve penasaran. Maira tersenyum ramah. Hampir saja dia lupa kalau keponakannya itu tidak menggunakan nama aslinya dalam bekerja.“Dia sedang tidak enak badan. Lagipula, aku sudah kembali ke Indonesia jadi aku yang akan sering ke sini untuk melihat perkembangan pekerjaan kami.” Jawab Maira dengann senyum ramahnya. Eve mengangguk-angguk ramah.“Semoga dia lekas sembuh. Aku senang berbicara dengannya. Seperti menemukan teman yang bisa diajak berbicara panjang lebar. Hehe,” Jawab Eve malu-malu.Maira dan Eve pun terlibat dengan perbincangan yang cukup hangat dan seru. Namun, sebisa mungkin Maira tidak keceplosan membicarakan keponakannya karena Mahreen memohon kep
“Hehehe, iya bik. Terima kasih.” Rindu? Apa yang harus aku rindukan? Pria itu? Aku tidak ingin mengingatnya lagi, jadi aku pun tidak mau bertemu dengannya. Rindu? Itu hanyalah satu kata untuk mereka yang sama-sama saling mencintai. Bukan yang sama-sama saling menyakiti. Gumam Mahreen pilu.Bik Darmi yang sudah diberitahu oleh Maira sebelumnya mengenai status Mahreen dan kehidupan pernikahan sebelumnya, menjadi lebih hati-hati untuk berucap. Bik Darmi tidak ingin salah berkata meski hanya untuk sekedar mengisi kekosongan saat sedang berdua saja dengan Mahreen. Alhasil, bik Darmi hanya konsisten terus memijat tengkuk leher Mahreen dengan penuh kelembutan dan sesekali mengusap kepalanya yang memiliki rambut hitam lebat. Mahreen benar-benar merasakan kenikmatan tiada tara tatkala jari jemari ginuk bik Darmi memijat kepalanya yang semula terasa berat kini menjadi lebih enteng.“Terima kasih bik. Kepalaku sekarang lebih enakkan dan perutku pun
“Timmy, aku baru ingat. Istriku punya satu keluarga lagi yang dia sebut om dan tante. Kamu cari tahu ke omnya yang ada di Italia sekarang juga.” Perintah Mateo pada ajudannya yang duduk didepan disebelah supir.“Siap bos,” Timmy mulai melakukan panggilan pada pria yang dimaksud. Perbedaan waktu antara Italia dan Indonesia yang hanya 6 jam, membuat Timmy tidak menunda-nunda lagi tugasnya.“Kabari aku secepatnya!” Mateo turun sebelum Timmy berhasil menghubungi om Mahreen yang menikahkan mereka di negara terkenal dengan pizza itu.Bos mafia itu berjalan dengan wajah ditutup masker warna hitam. Pria itu menjadi rentan akan bau-bauan setelah kejadian muntah-muntah di toilet kantor. Mateo mempercepat langkahnya menuju apartemen agar tidak menghirup lebih banyak aroma tajam yang akan membuatnya muntah kembali. Sesampainya di pintu apartemennya, Mateo berjalan cepat menuju kamarnya.“Kak, ada apa denganmu? K
Sebuah rumah dengan arsitektur cukup megah terlihat jelas dari pagar besi yang menutupi rumah itu dari luar. Jantung Mateo berdegup kencang manakala mengetahui bahwa rumah ini adalah tempat satu-satunya kemungkinan besar sang istri yang melarikan diri, tinggal dan menetap.“Kamu yakin disini tempatnya?” Timmy yang ditanya, melihat sekali lagi rumah megah itu dan mencocokannya dengan data yang dia terima dari anak buahnya.“Benar, tuan. Kemungkinan besar nyonya tinggal disini karena hanya disinilah satu-satunya keluarga yang dimiliki nyonya, selain yang di Italia. Menurut informasi dari anak buah saya, keluarga nyonya yang lain tidak ada yang mau menampung nyonya sewaktu kedua orangtua nyonya kecelakaan dan meninggal, makanya nyonya dibawa ke Italia. Sedangkan keluarga yang tinggal dirumah ini baru mengetahui kecelakaan yang menimpa nyonya dan orangtuanya setelah sampai di Indonesia, karena sebelumnya mereka tinggal di luar negeri. Jadi, merekalah yang
Sementara itu di tempat lain, seorang perempuan cantik dengan balutan gaun terusan simple dengan warna coklat muda dan pashmina yang menutup sempurna rambutnya, sedang berada di sebuah rumah yang sedang di surveynya sebagai rumah sewa untuk tempat menetap seterusnya bersama bayi yang ada di dalam kandungannya.“Rumahnya cukup nyaman dan bersih. Lingkungannya pun sangat tenang dan tidak dekat jalan raya. Sepertinya aku akan mengambil rumah ini, nyonya.” Jawab Mahreen dengan ciri khas senyum ramahnya.“Baiklah, jadi kapan nona akan pindah kesini?” Tanay seorang wanita dengan tubuh cukup subur.“Hari ini bisa? Aku tidak perlu banyak perabotan dan aku juga sudah membawa pakaian yang aku butuhkan. Aku hanya ingin memastikan listrik dan air sudah tersedia.” Ucap Mahreen.“Jangan khawatir, nona. Begitu pembayaran selesai dilakukan, tidak sampai lima menit, nona bisa langsung menempati rumah ini.” Jawab nyonya pemil
“Baru saja suamimu datang dan menggeledah seluruh ruangan demi mencari kamu. Untung saja kamu sudah tidak ada dirumah. Kalau tidak, entah bagaimana nasib kamu.” Ujar Maira. Sang suami mengusap-usap punggung istrinya karena kondisinya yang masih shock. Seumur hidup mereka, baru kali ini mereka mengalami penggeledahan rumah.“Terus, bagaimana keadaan tante dan om juga semuanya? Apakah kalian baik-baik saja?” Mahreen langsung menegakkan tubuhnya mendengar cerita sang tante.“Kami baik-baik saja sayang. Tapi, dia sudah tahu … kalau kamu hamil. Maafkan kami,” Maira menutup m
“Edward, dua hari lagi atau hari Jumat ini kamu dan Eve ke Bali untuk melihat pembangunan pertama resort. Kalian pergi selama tiga hari dua malam. Senin kalian kembali ke kantor. Apa itu cukup?” Tanya Mateo lagi dengan tatapan bergantian ke Edward dan Eve.“Cukup? Itu terlalu lama!” Teriak Eve dalam hati.“Baik, tuan. Aku akan persiapkan semua berkas-berkas yang akan dibutuhkan disana.” Ujar Edward dengan suara tenang tanpa keterkejutan sama sekali. Eve mengernyitkan alisnya.“Bagaimana mungkin dia bisa setenang itu? Ini pertama kalinya aku pergi dinas luar … dengan dia.” Gumam Eve dalam hati.“Eve? Ada masalah?” Mateo menatap Eve tanpa berkedip sama sekali.“Ti-tidak ada, tuan. Aku akan booking hotel untuk menginapnya hari ini.” Ujar Eve dengan perasaan tidak menentu.“Ya, kalian atur-atur saja sendiri. Kalau sudah, kalian boleh keluar.” Mateo kembali
Lift yang membawa Maira sampai di basemen dan wanita itu bergegas menuju mobilnya. Dalam hitungan menit, mobil itu melesat meninggalkan gedung perkantoran Thunderbolt Corp. Selang beberapa detik kemudian, mobil yang membawa Mateo pun mengikuti mobil Maira dengan jarak yang cukup jauh agar tidak terlihat kalau sedang mengikuti.Maira yang tidak mengetahui diikuti, terus meluncur menuju tempat yang sudah dijanjikan bersama keponakannya yang sedang berbadan dua.“Kamu pelan-pelan saja bawa mobilnya. Tapi, jangan sampai dia lepas dari jangkauan.” Ujar Mateo dengan suara beratnya.“Siap tuan!” Jawab si supir.Setelah membuntuti hampir setengah jam lamanya, akhirnya mobil Maira berhenti di depan sebuah restoran yang menyajikan menu makanan ala timur tengah yang cukup terkenal di kota ini. Mahreen memilih tempat ini karena sangat nyaman dan tidak bising seperti restoran pada umumnya. Dia tidak bisa muncul begit