Home / Rumah Tangga / SAAT ISTRIKU MINGGAT / Bab 7. Pembelaan Rudi

Share

Bab 7. Pembelaan Rudi

Author: ananda zhia
last update Last Updated: 2023-01-14 20:12:16

"Uda? Kok nggak memberi kabar dulu kalau mau datang?" tanya Rudi kaget melihat kakak lelaki Rani sedang berdiri di depan rumahnya. Wajahnya tampak tak bersahabat. 

"Mana adikku?" tanya Aris langsung masuk ke dalam ruang tamu rumah Rudi. 

"Ran! Rani!" 

Aris memanggil-manggil adiknya dan beranjak menuju ruang tengah. Rudi segera berlari mengejar kakak iparnya.

"Tunggu, Da. Rani tidak ada di sini!"

Aris menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menatap ke arah Rudi.

"Kalau Rani tidak ada di sini, kenapa kamu nggak nyari adikku? Kenapa kamu justru membiarkan Rani menghilang? Apa kamu sudah lapor polisi, hah?" tanya Aris sambil mencengkram kerah baju Rudi. 

Rudi merinding melihat tangan kanan Aris terkepal ke arahnya. Tapi dikuat-kuatkan hatinya lalu dia menatap ke arah kakak iparnya. 

"Uda, seharusnya bukan Uda yang marah. Tapi aku!" tukas Rudi. Matanya menatap tajam ke arah Aris. 

"Apa maksud kamu? Katakan?!"

"Uda duduk dulu. Akan kuambilkan kertas berisi pesan terakhir Rani," tukas Rudi berlalu dari ruang tamu menuju kamarnya. 

"Ini." 

Rudi memberikan secarik kertas yang hampir lusuh yang karena terlalu sering dibacanya. 

Aris membuka lipatan kertas itu dan membacanya. Sementara itu Rudi menunggu dengan dada berdebar kencang. Sambil melihat reaksi kakak iparnya, disusunnya kalimat yang pas untuk membela diri. 

Setelah membaca surat itu, Aris mendelik pada Rudi. 

"Tulisannya memang tulisan Rani. Tapi kenapa ada masalah utang? Utang apa ini? Bisa-bisanya kamu berhutang tapi Rani yang kena getahnya?"

"Itu hutang Rani, Mas. Saat aku kesulitan uang, Rani yang memutuskan berhutang dan justru menyalahkan aku dengan menganggap bahwa hutang yang dimilikinya disebabkan oleh kondisi ku yang tidak mampu menafkahinya sehingga dia menganggap kalau hutangnya adalah hutangku," tukas Rudi berbohong.

Aris menggeleng cepat. "Aku tidak percaya. Aku mengenal adikku. Rani adalah tipe orang yang tidak mungkin berhutang jika tidak terpaksa banget. Lagipula kalau dia butuh uang, dia bisa saja bilang padaku daripada berhutang pada bank Emok atau siapalah itu."

Rudi mendelik. 

"Jadi Uda nuduh aku yang berhutang dan mengkambinghitamkan pada Rani, gitu? Asal Mas tahu ya, Rani itu boros. Seluruh gaji yang kuberikan pada Rani selalu habis. Itupun masih hutang pada bank Emok. Dan sekarang dia malah memilih minggat dengan petugas bank Emok agar tidak bayar hutang!"

"Aku tidak percaya kalau Rani minggat dengan pegawai bank Emok. Sekarang dimana kantor atau rumah karyawan banknya? Biar aku yang kesana dan memastikan sendiri kemana Rani pergi jika kamu tidak bernyali!"

Rudi tercengang mendengarkan perkataan Aris. 

"Mana kutahu, Da. Aku kan tidak pernah ada urusan dengan bank Emok atau debt kolektor jenis lain. Jangan tanya aku dong! Lagipula nomor Rani juga jelas-jelas tidak bisa dihubungi. Jadi mana aku tahu dia dimana?!"

Aris berpikir sejenak. "Apa kamu sudah melaporkannya ke polisi? Apa kamu sudah mencoba memaksimalkan cara agar kamu bisa menemukan Rani?! Bilang sama aku, Rud!"

Rudi tampak kesulitan untuk menjawab pertanyaan Aris. 

"Kalau kamu diam saja, sekarang aku yakin, kalau hubungan kamu dengan Rani sedang tidak baik-baik saja. Aku akan mencari Rani dengan tanganku sendiri. Karena aku takut terjadi hal-hal yang tidak baik padanya. Dan kamu juga tidak mau bertindak tegas dalam pencarian. 

Tapi ingat satu hal, kalau Rani sudah ketemu dan ternyata kamu yang membuatnya minggat, aku sungguh tidak akan memaafkan kamu. Kalau perlu ceraikan Rani. Setelah ayah kami meninggal, aku mati-matian bekerja membantu Ibu agar bisa menyekolahkan Rani. Tapi setelah adikku gede, kamu justru membuatnya nelangsa dan terlunta-lunta? Awas saja kamu!"

Rudi hanya bisa menelan ludah saat melihat kakak lelaki Rani satu-satunya keluar dari rumahnya. 

"Duh, si Rani bikin masalah aja. Benar-benar istri yang nggak berbakti!" gumam Rudi kesal.

**

"Mas Rudi, sendirian saja?" tanya Dewi mendekati Rudi yang sedang menikmati makan siangnya. 

Rudi mendongak dan tampaklah janda bohay itu tersenyum dan duduk di samping Rudi. 

Disentuhkannya ujung sepatunya pada ujung sepatu Rudi. 

Rudi menatap wajah Dewi, lalu tersenyum sekaligus mengernyit. 

"Ada apa, Wi? Ini di kantor lho."

"Emang kenapa kalau di kantor? Aku cuma ingin ngobrol sama kamu, Mas." Dewi semakin berani dan mulai menyentuh lutut Rudi di bawah meja. 

"Kamu jangan seperti ini di sini," tukas Rudi menahan rasa geli. 

"Aku butuh duit, Mas. Anakku sakit," tukas Dewi akhirnya.

Rudi menelan ludah. Ingin menolong tapi dompetnya sedang kosong. 

"Aku enggak bisa membantu," tukas Rudi langsung. 

"Kenapa?" tanya Dewi terlihat kecewa. "Mas kan tidak pernah menolak permintaanku sebelumnya."

"Aku nggak ada duit. Ada masalah keluarga," tukas Rudi akhirnya. 

"Kenapa? Istri kamu tahu tentang kita?" tebak Dewi. 

Rudi menggeleng. "Istriku ilang."

Dewi mendelik. "Lah kok bisa ilang?"

Rudi mengedikkan bahu. "Sudahlah. Aku ingin sendiri, Wi."

Dewipun hanya bisa menghela nafas panjang sebelum meninggalkan meja Rudi. 

"Kamu lemes banget. Kenapa sih?" tanya Toni mendekati Rudi. 

Rudi menatap Toni. "Aku butuh advis. Dan kupikir kamulah orang yang cocok untuk memberikanku saran."

"Oke. Tapi aku beli makan dulu," tukas Toni sambil berjalan ke arah meja berisi menu kantin dan memesan makanan. 

"Tumben makan di kantin? Kemana istri kamu?" tanya Rudi kepo begitu Toni duduk di hadapannya dengan membawa semangkok soto ayam.

"Istriku lagi dapet. Mens. Biasa cewek. Mendadak capek masak, kata istriku tadi pagi."

Rudi melongo. "Emang bisa ya seperti itu? Sepengetahuanku mamaku dulu selalu memasak. Nggak pernah libur kecuali sakit parah. Istriku juga seperti itu. Selalu masak. Yah walaupun cuma bayem dan kelor," tukas Rudi heran. 

Toni tertawa. "Rudi, Rudi! Kamu ini aneh!"

"Anehnya gimana?"

"Kamu itu nikah, niatnya untuk apa? Cari istri? Cari tukang cuci baju, cari tukang masak, atau nyari tukang bersih-bersih rumah?"

"Ya cari istrilah."

"Tapi kenapa istri kamu melakukan semua pekerjaan rumah tangga seperti tak ada ubahnya dengan asisten rumah tangga?"

"Tapi kan istri memang tugasnya ngurusin pekerjaan rumah?" tanya Rudi. 

"Sekarang jawab pertanyaanku, apa tugas seorang suami?"

"Mencari nafkah," sahut Rudi yakin.

"Kurang lengkap. Tugas suami itu memberikan nafkah lahir dan batin. Nafkah lahir itu termasuk menyediakan sandang, pangan. 

Dan istri hanya tinggal memakai saja. Sehingga mencuci dan menyetrika, sekaligus memasak itu tugas suami."

Rudi mendelik. "Eh, enak saja. Yo aku kecapekanlah. Udah cari uang kok disuruh jadi babu di rumah sendiri. Terus tugas istri apaan kalau suami yang mengerjakan semua tugas rumah tangga?" tanya Rudi tak terima. 

"Belum dicoba kok bilang nggak terima. Aku sebelum kerja masih sempat kok nyapu, istriku masak. Tugas istri itu patuh pada suami dan sebagai madrasah pertama bagi anaknya. 

Sehingga masak, nyapu, dan seluruh pekerjaan rumah tangga itu bukan tanggung jawab istri. Kalaupun istri melakukannya, maka berterima kasihlah dan bantu. Kalau istrimu capek dan jenuh, ya tinggal laundry atau beli masakan di luar, atau sewa pembantu. Yang penting istri kamu patuh, memenuhi kebutuhan biologis kamu, dan bisa sabar mengurus anak-anak."

Rudi hanya menatap Toni dengan wajah kesal. "Ah, aku udah makannya. Nggak jadi minta saran."

Rudi beranjak dari hadapan Toni. "Katanya mau curhat?"

"Nggak jadi. Nanti aku cari aja istriku ke kantor polisi."

Toni tersenyum. "Semoga istri kamu cepat ketemu dan semoga cepat mendapatkan solusi untuk semua masalah kamu. Kadang suami itu perlu instrospeksi saat istri tidak menurut, Rud. Ingat, istri itu tulang rusuk yang bengkok. Kamu harus hati-hati untuk membimbingnya," tukas Toni namun percuma saja karena Rudi sudah pergi menjauh. 

***

"Ck, enak semua kok menjadi tugas suami sih. Aku kan capek! Toni bikin kesal. Rani juga pergi kemana sampai sekarang nggak pulang. Mana bawa BPKB!" gerutu Rudi panjang pendek. 

"Terpaksa deh, hari ini aku harus ke kantor polisi buat bikin laporan orang ilang. Dasar istri merepotkan!" 

Rudi hampir membelokkan motornya ke halaman kantor Polsek, saat matanya menangkap sosok sang istri sedang naik motor keluar dari warung. 

"Astaga! Itu jelas Rani! Akhirnya ketemu juga!"

"Rani!"

"Rani!"

Sosok yang dipanggil menoleh, dan sosok itu terkejut. 

"Rani, tunggu!"

Rudi pun mengejar motor Rani yang mulai berlalu.

Next?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 46. Melamar Rani (Ending)

    Rani baru saja pulang dari kuliah dan melihat tivi sejenak, tapi tak lama kemudian dia tercengang. Sebuah kebakaran rumah yang dulu sangat dikenalnya terpampang dalam berita itu. Perempuan itu menelan ludah. 'Kebakaran itu berlangsung semalam. Berarti kejadiannya setelah pulang dari pernikahan Mas Agus,' batin Rani. Dan kamera tivi mengekspos wajah tiga bersaudara yang dulu pernah membuat hatinya sangat terluka."Kini aku sudah puas dengan apa yang terjadi pada kalian. Bukankah kehilangan itu sakit rasanya?" tanya Rani dengan tersenyum puas. *Rudi, Leni dan Maya menerima amplop dari beberapa tetangga dan bantuan dari pemerintah daerah dengan perasaan campur aduk. Selama tiga hari ini mereka tinggal di kos sederhana di dekat rumah yang terbakar itu. Mereka berjanji pada pemilik kos untuk membayar tepat waktu dengan uang yang didapat dari bantuan tetangga. Dan beberapa wartawan tivi mencarinya lalu menanyakan penyebab kebakaran di rumahnya. Walaupun sangat sedih, tapi Rudi menc

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 45. Kebakaran di Rumah Rudi

    Rudi, Maya dan Leni terkejut mendengar penuturan Agus. "Mas, mbak Leni itu jauh seribu kali lipat daripada Nilam. Kok mau-maunya sih kamu menikah dengan Nilam. Dia itu mantan sugar baby lho. Anak dalam perutnya itu bukan anakku. Pasti anak haram, Mas. Sadar Mas Agus!" seru Rudi berapi-api. Agus hanya tersenyum. "Betul, kalau Nilam dulu memang sugar baby. Dia mengakui nya dan ingin bertobat. Selama ini dia menjadi lebih baik. Dan aku saksinya. Dia menjadi lebih terhormat. Lalu apa kamu yakin kalau Mbakmu lebih baik dari Nilam? Aku tidak ingin menjelekkan mantan istri. Tapi hatiku merasakan lebih nyaman saat bersama Nilam daripada bersama Leni. Dan yang terakhir, tidak ada yang namanya anak haram. Yang ada hanyalah perbuatan kedua orang tuanya yang haram. Semua anak sejak lahir dalam kondisi suci."Agus tersenyum lalu meletakkan undangan pernikahannya di atas meja tempat jualan milik ketiga bersaudara itu. Leni menatap tajam ke arah Agus. "Jadi kamu hanya bisa pamer seperti ini, Ma

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 44. Surat Undangan Pernikahan

    🌹Kamu tahu enggak apa bedanya kamu dan hantu?Kalau hantu datang dan perginya nakutin, kalau kamu datang dan perginya nyakitin. *Pov Rudi Hari Sabtu pagi, dengan berbekal SIM C yang kebetulan kutinggal karena aku hanya membawa SIM B, aku bergegas ke polsek terdekat dan melaporkan tentang kehilanganku. Aku sedikit lega karena sudah mengantongi surat kehilangan dan polisi juga berjanji akan melacaknya. Hanya aku tidak bisa mengurus ke bank langsung, karena menunggu hari Senin dua hari lagi. Lagipula aku lupa nomor rekeningku kalau mau telepon CS. Selama dua hari itu, rasanya hidup segan mati tak mau. Aku benar-benar merasa tercekik dan seolah-olah akan ma ti esok hari. Ponselku yang ikutan hilang tidak bisa digunakan untuk mentransfer saldo ke rekening Maya ataupun mbak Leni.Ibarat kanker, sungguh aku sudah mengidap kanker stadium empat. Serba salah dan serba repot. "Mas, besok sudah hari Senin. Kamu seharusnya mulai mengurus kartu ATM dan buku tabungan kamu." Terdengar suara

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 43. Dompet yang Menghilang

    🌹 Salah beli baju, bisa menyesal sehari. Salah potong rambut bisa menyesal seminggu. Salah memilih suami, bisa menyesal seumur hidup. **Flash back on. PV Rani"Ini bayaran kamu. Kerja bagus telah membuat Maya dipecat." Aku tersenyum puas pada sepasang suami istri yang terlihat glamor itu. Tak lupa kuulurkan amplop berisi sisa uang pembayaran. Suami istri di depanku melihat isi amplop coklat yang diberikan padaku dengan mata berbinar. "Terimakasih banyak, mbak Rani." Sang istri menerima amplop itu. "Jaga rahasia kita, Bu. Saya tidak mau ada keributan setelah ini.""Jangan khawatir, mbak. Kami profesional kok. Kami memang benar-benar membutuhkan uang ini untuk pengobatan anak kami."Suaminya lalu mengulurkan paper bag yang sedari tadi ada di pangkuannya. "Ini mbak, baju yang mbak belikan untuk kami. Kostum saat makan di restoran kemarin. Saya kembalikan pada Mbak. Saya kira, harganya pasti mahal."Lelaki itu lalu memberikan paper bag yang dipegangnya padaku. Aku mendesah. Kala

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 42. Terjebak Rencana Rani

    🌹 Aku memang manusia biasa. Tapi percayalah, cintaku untukmu itu luar biasa. **Pov Rani. Dering telepon membangunkanku dari tidur. Tanpa melihat nama penelepon, aku menekan layar hijau. "Halo.""Hei, pembunuh! Kamu sudah puas dengan apa yang terjadi?" Bukannya menjawab dengan baik, suara diseberang telepon terdengar nyolot. "Ini siapa sih?" tanyaku masih dengan rasa mengantuk. "Semudah itu kamu melupakan aku? Bagus ya? Lagipula aku juga tidak butuh untuk kamu inget lagi. Karena kamu lah yang membuat kondisi keluarga ku bangkrut dan mama harus kehilangan nyawa."Seketika rasa kantukku menghilang. Ini jelas suara Maya. "Mama mu meningga?" tanyaku. Tak munafik aku merasakan dua macam rasa. Senang dan prihatin dalam waktu yang bersamaan. "Sudah puas kamu membuat apes aku dan keluargaku?"Aku mengerutkan dahi. "Kamu," sahutku dingin. "Sudah puas kamu kalau anakku meninggal karena perbuatan ayah kandungnya sendiri?" "Apa maksud kamu?" tanya Maya. "Kamu jangan play victim."Aku t

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 41 Agus dan Nilam

    🌹Aku mencintaimu seperti salat tarawih. Bukan siapa yang datang di awal, tapi siapa yang bertahan di akhir.**Rani melihat layar ponsel dengan puas. "Apa kamu sudah puas?" tanya Rudi saat melihat ekspresi wajah mantan istrinya. Rani hanya terdiam dan melihat wajah Rudi serta Maya dalam diam. "Jangan lupa, Mbak. Kamu harus menepati janji untuk mencabut laporan ke polisi."Rani tersenyum. "Tentu saja. Jangan khawatir. Aku bukan tipe orang yang suka mengingkari janji," sindir Rani. Rudi hanya mendengus kesal. "May, ayo kita pulang saja. Urusan kita sama dia sudah selesai.""Iya, Mas."Rudi dan Maya berdiri lalu tanpa berpamitan, mereka berlalu dari hadapan Rani. Rani menekan nomor telepon Nilam, dan tak lama kemudian langsung tersambung dengan sang empunya. "Halo, Nilam.""Ada apa, Ran?""Aku minta nomor rekening kamu dong.""Untuk apa?" Nada suara Nilam terdengar bingung. "Mas Rudi baru saja kesini dengan Maya. Tapi sekarang mereka sudah pulang.""Hah? Ke kos kamu? Ngapain? Apa

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 40. Kematian Mama Rudi

    Rudi mendelik saat merasakan mamanya tidak lagi bernafas. "May, mama May!" seru Rudi panik."Kita bawa ke rumah sakit sekarang!""Tapi duitnya?""Duit kamu gadai sertifikat rumah kan masih ada?""Itu untuk usaha karena saat ini aku kan di PHK, May!""Jangan gila, Mas. Kamu mau mementingkan duit daripada Mama?""Ck, oke!""Bawa mobil mbak Leni saja!"Mendadak Rudi tersenyum saat teringat bahwa Leni masih mempunyai mobil. "Oke. Aku gendong mama dan kamu ambilkan kunci mobil ya?!"**"Ada masalah pada jantungnya. Pasien sempat mengalami apneu*. Untung cepat dibawa ke sini. Apa pasien jarang olahraga dan makannya selalu tinggi kolesterol?"Maya dan Rudi berpandangan. "I-iya, Dok. Mama suka santan dan jerohan ayam."Dokter di hadapan Maya dan Rudi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pasien harus dirawat di ruang ICU dan melihat perkembangannya.""Ba-baik, Dok."Rudi dan Maya berjalan dengan gontai di koridor rumah sakit. "Mas, apa yang harus kita lakukan? Mama nggak pernah ikut

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    bab 39. Dipermalukan Saat Menikah

    Flash back on. Rani merenggangkan otot tubuhnya saat baru saja menyiapkan peralatan massagesnya di spa khusus perempuan. Dia memang mengambil mata kuliah khusus tata rias dan massages spa serta bekerja part time dalam bidang yang sama pula. Klinting. Suara denting lonceng berbunyi dan masuklah seorang perempuan setengah baya. "Silakan masuk. Ingin treatment apa?" tanya Rani ramah. Lalu beberapa saat kemudian, baik Rani maupun calon pelanggannya saling berpandangan. "Bu Dewi kan?""Lha kamu Rani kan?""Apa kabar, Ran? Kamu tambah cantik sekarang. Ya Tuhan, glowing!"Rani tersenyum. "Apa kabar, Bu? Kok di Malang? Sedang ada acara di kota ini?" tanya Rani pada tetangganya Rudi itu. "Iya. Aku sedang mengunjungi anak. Eh, sama anakku dibawa ke salon dan spa. Katanya di sini pelayanan bagus dan harga miring," tukas Dewi sambil mengulurkan nota pemilihan treatment. "Iya Bu. Bisa dicoba." Rani tersenyum dan membaca pilihan layanan treatmen lalu mulai menyiapkan peralatan. "Silakan k

  • SAAT ISTRIKU MINGGAT    Bab 38. Syarat Pernikahan

    🌹 Kadang orang jahat itu berawal dari orang baik yang tersakiti. **Flash back on."Ada apa lagi, Ran? Bukankah kamu sudah bertekad untuk tidak mau menerima lamaranku?""Ya Mas. Sekali lagi aku minta maaf.""Katakan saja apa yang ada di hatimu dan jangan buang-buang waktu!""Baik. Aku cuma ingin bertanya pada Mas Agus, apa mas tidak merasa sakit hati pada perbuatan mbak Leni yang dengan semena-mena mempermalukan orang tua mas Agus saat acara perayaan ulang tahun pernikahan?""Memang ada apa? Apa ada urusannya denganmu?""Mas Agus, kumohon. Jangan dendam seperti ini. Aku tahu mungkin mas Agus masih sakit hati karena aku tidak bisa menerima perasaanmu, tapi tak bisakah mas juga memperlakukanku sebagai adik seperti Mas memperlakukan Widuri?" tanya Rani dengan tatapan memohon. "Aku yakin dengan apa yang mas miliki sekarang, mas pasti akan mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku. Aku mohon, Mas. Maafkan aku. Aku ingin kita bekerja sama."Mau tak mau Agus menjadi iba. "Sebenarnya a

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status