Rani baru saja pulang dari kuliah dan melihat tivi sejenak, tapi tak lama kemudian dia tercengang. Sebuah kebakaran rumah yang dulu sangat dikenalnya terpampang dalam berita itu. Perempuan itu menelan ludah. 'Kebakaran itu berlangsung semalam. Berarti kejadiannya setelah pulang dari pernikahan Mas Agus,' batin Rani. Dan kamera tivi mengekspos wajah tiga bersaudara yang dulu pernah membuat hatinya sangat terluka."Kini aku sudah puas dengan apa yang terjadi pada kalian. Bukankah kehilangan itu sakit rasanya?" tanya Rani dengan tersenyum puas. *Rudi, Leni dan Maya menerima amplop dari beberapa tetangga dan bantuan dari pemerintah daerah dengan perasaan campur aduk. Selama tiga hari ini mereka tinggal di kos sederhana di dekat rumah yang terbakar itu. Mereka berjanji pada pemilik kos untuk membayar tepat waktu dengan uang yang didapat dari bantuan tetangga. Dan beberapa wartawan tivi mencarinya lalu menanyakan penyebab kebakaran di rumahnya. Walaupun sangat sedih, tapi Rudi menc
|Iya, Sayang. Selamat malam dan salam kenal juga.|Rani tercengang membaca komentar Rudi, sang suami pada status facebooknya. "Ya Tuhan, tega-teganya mas Rudi bilang sayang pada perempuan lain?" gumam Rani kesal. Rani menutup akun barunya dan kembali ke akun lamanya. Kemudian dia menyusuri beberapa status Rudi. Memang lelaki yang baru dinikahinya setahun lalu itu terkenal ramah dan supel pada semua teman dan keluarganya. Termasuk sangat royal pada mereka. Beberapa status di facebooknya dengan santainya Rudi memanggil sayang, atau honey pada setiap teman perempuan nya. Dan yang paling membuat Rani kebakaran jenggot adalah Rudi tidak pernah memposting Rani pada status facebook maupun whatsappnya. Rani pernah komplain tentang hal itu pada suami dan mertuanya tapi tanggapan mertua dan suaminya sangat menyakitkan. "Wajar dong kalau cuma berusaha mengakrabkan diri. Aku tidak mau dicap sebagai orang sombong setelah menikah oleh keluarga dan teman-temanku.""Iya. Nggak usah lebai, Ran.
Pandangan mata Rudi langsung menggelap setelah membaca surat dari istrinya.Lelaki itu bergegas menjangkau apapun untuk dijadikan pegangan. Lalu dia terduduk di lantai dan menyandarkan punggungnya pada dipan ranjang. Segera diraihnya ponselnya dan menghubungi nomor Rani. Namun sayang sekali, nomor Rani tidak aktif. [Ran, kamu dimana?][Kamu jangan ngeprank aku dong!][Aku minta maaf atas masalah gaji kemarin, Ran.]Semua centang satu. Rudi mengusap wajah kasar. "Enggak mungkin! Hal ini pasti prank karena Rani sedang kesal padaku. Aku hanya perlu mencarinya di dalam rumah ini," gumam Rudi lalu mulai berjalan sekaligus menyalakan saklar lampu. "Ran?! Rani? Kamu dimana sih? Kamu marah ya karena gaji kemarin?"Dibukanya pintu kamar mandi, tapi nihil. Ditengoknya kedua kamar tidur lainnya di rumah itu juga kosong. "Ran? Oke aku minta maaf. Kamu jangan prank aku dong. Gini aja mulai bulan depan, aku akan meminta pada bendahara kantor untuk mentransfer semua gajiku ke rekening kamu. Gim
Tiiin!Aaarghhh! Brakk!Motor Rudi terjatuh di aspal dan motor Kawasaki ninja warna merah yang menabraknya pun terjatuh."Aduh!" seru Rudi sambil menatap sosok yang telah menabraknya. Bersiap untuk melabrak sosok yang masih menggunakan helm teropong di hadapannya, kendatipun jelas sekali Rudi yang salah. "Kamu ini ya ...,""Maaf, Mas. Masnya nggak apa-apa?" tanya sosok berjaket kulit itu sambil membuka helm teropongnya. Rudi ternganga melihat kecantikan pengemudi motor yang ternyata perempuan. Cantik dan seksi lagi. Pengemudi perempuan itu berdiri dan dengan perlahan mengulurkan tangannya pada Rudi yang masih terduduk kesakitan. Rudi langsung mengibaskan debu dari badannya. Seluruh sakit di tubuhnya seolah hilang seketika. 'Ya Tuhan, cantik banget. Ditinggal istri dekil dan sekarang ditabrak sama cewek cantik. Ini ujian apa cobaan?' gumamnya. "Saya nggak apa-apa." Rudi berdiri dan mengulurkan tangannya menjabat tangan gadis itu. "Ayo minggir dulu, biar nggak menganggu kendaraa
"Ya Tuhan, masa sih Rani membawa BPKBku?" tanyanya lemas. "Dasar istri nggak wajar! Udah minggat, bawa BPKB suami!"Rudi merasa mendadak kepalanya nyut-nyutan. Motor Yamaha All new R-15 nya terancam diambil orang kalau BPKBnya entah kemana. "Aduh, Ya Tuhan. Kemana lagi sih aku harus mencari Rani?" gumam Rudi setengah frustasi. Sekali lagi dia mencoba menelepon Rani, namun sayangnya ponsel Rani tetap tidak aktif. "Astaga, kemana sih Rani? Kemana harus kucari ya? Rani sudah tidak punya orang tua. Satu-satunya yang tersisa dari saudara Rani adalah kakak lelakinya di luar pulau. Tapi masa Rani berani ke sana sendirian malam-malam begini?" gumam Rudi. "Ah, bodo amat. Aku telepon aja kakaknya. Kalaupun kakaknya Rani nanti ngomelin aku, biar aku blokir aja sekalian."Rudi menekan nomor kontak kakak iparnya, dan tak lama kemudian nada sambung berubah menjadi suara laki-laki."Halo, Uda.""Halo Rud, tumben telepon. Ada apa?"Rudi menelan ludah. Bingung hendak meneruskan pertanyaannya. "He
Kini tinggal Rudi yang melongo. "Apa? Tidak mungkin! Kalau Rani tidak ikut kamu seperti yang telah disebutkan dalam suratnya, lantas dia kemana?"Sebenarnya ada sedikit rasa lega dalam hatinya saat mengetahui fakta bahwa istrinya tidak kabur dengan laki-laki lain. Itu artinya Ranu masih mencintainya. Tapi hati Rudi memang masih bertanya-tanya tentang keberadaan Rani. Entah selamat atau tidakkah istrinya sekarang.Erwin hanya mengedikkan bahu sambil menepis tangan Rudi yang mencengkeram kerah bajunya. "Ya saya nggak tahulah. Yang suaminya kan kamu, Pak. Kenapa justru saya yang jadi tersangkanya?""Kamu pasti bohong ya?! Jelas-jelas dalam surat Rani disebutkan kalau dia kabur sama petugas bank Emok. Dan satu-satunya petugas bank Emok yang ke rumahku untuk menagih hutang kan cuma kamu. Kamu enggak usah ngeles lagi. Sekarang kembalikan istri saya!"Beberapa pengunjung mulai ricuh. Beberapa diantaranya bahkan mulai mengarahkan kamera ponsel ke arah Rudi dan Erwin. Seorang satpam mendeka
"Maaf, Pak. Tapi semua perhiasan ini palsu. Imitasi. Tidak ada harganya," tukas pemilik toko emas itu seakan membuat dunia Rudi yang cerah menjadi kelam."Apa?""Iya Pak, semua perhiasan emas ini imitasi." Pemilik toko emas itu mengulangi jawabannya. "Tidak mungkin. Pasti Mas nya salah periksa. Ayo periksa lagilah!" Rudi bersikeras untuk memaksa. Pemilik toko emas itu hanya bisa menghela nafas. "Saya sudah memeriksanya berulang kali. Dan hasilnya tetap sama. Perhiasan emas ini palsu. Kalau Bapak tidak percaya, silakan bawa perhiasan ini ke toko lain."Rudi tercengang dan dengan terpaksa dia mengambil perhiasan itu dari penjual emasnya.Rudi terpekur dalam hati. 'Jadi perhiasan ini palsu? Apa perhiasan ini yang dulu menjadi warisan ibunya Rani?! Kalau benar perhiasan ini adalah bagian dari warisan ibunya Rani, berarti perhiasan Rani selama ini palsu juga. Tapi kalau perhiasan ini berbeda dengan warisan ibunya Rani, buat apa Rani memiliki perhiasan palsu ini? Apa perhiasan ini untuk
"Uda? Kok nggak memberi kabar dulu kalau mau datang?" tanya Rudi kaget melihat kakak lelaki Rani sedang berdiri di depan rumahnya. Wajahnya tampak tak bersahabat. "Mana adikku?" tanya Aris langsung masuk ke dalam ruang tamu rumah Rudi. "Ran! Rani!" Aris memanggil-manggil adiknya dan beranjak menuju ruang tengah. Rudi segera berlari mengejar kakak iparnya."Tunggu, Da. Rani tidak ada di sini!"Aris menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menatap ke arah Rudi."Kalau Rani tidak ada di sini, kenapa kamu nggak nyari adikku? Kenapa kamu justru membiarkan Rani menghilang? Apa kamu sudah lapor polisi, hah?" tanya Aris sambil mencengkram kerah baju Rudi. Rudi merinding melihat tangan kanan Aris terkepal ke arahnya. Tapi dikuat-kuatkan hatinya lalu dia menatap ke arah kakak iparnya. "Uda, seharusnya bukan Uda yang marah. Tapi aku!" tukas Rudi. Matanya menatap tajam ke arah Aris. "Apa maksud kamu? Katakan?!""Uda duduk dulu. Akan kuambilkan kertas berisi pesan terakhir Rani," tuk