Baru saja Klevance ingin mencari udara segar di luar gudang tersebut, datanglah segerombol Healer dan Nymph yang ada di Istana Orava menghampirinya.
“Ada Baginda Ratu Larissa di ruang tamu utama Istana Orava, Tuan Putri. Beliau menunggu Anda disana dan ingin segera menemui Anda, Tuan Putri Klevance,” ujar mereka serentak dan meminta Klevance agar segera datang ke ruang tamu utama Istana Orava milik Dewi Aegle untuk menemui Baginda Ratu Larissa.
Betapa terkejutnya Klevance mengetahui bahwa ibunya sudah berada di kediaman Dewi Aegle untuk menemuinya. “Ah, sial! Aku pasti terlalu lama berada di Istana Orava hingga ibu sendiri yang datang menemuiku disini. Bagaimana kalau dia curiga? Apa yang harus kukatakan padanya?” Klevance bertanya-tanya sendiri di dalam benaknya.
Namun dia segera memalingkan kepanikannya dan berusaha tetap tenang di hadapan para Healer dan Nymph yang ada di hadapannya. Tidak boleh ada satupun dari mereka yang tahu aku telah membawa seorang Lucifer dan mencoba menyelamatkan nyawanya di Istana Orava ini. Karena jika ketahuan bukan dirinya saja yang akan dihukum tetapi Dewi Aegle yang membantunya pun akan ikut diberi konsekuensi atas perbuatannya.
Dewi Aegle yang mendengar sedikit keributan di luar gudang segera keluar dan melihat keadaan di luar gudang. Dia sedikit terkejut saat keluar dan melihat banyak sekali Healer dan Nymph yang sudah mengepung gudang---menurut penglihatan dan asumsinya. Dia segera melirik Klevance yang berada tepat di sampingnya, “Klevance, mengapa banyak sekali Healer dan Nymph yang berdatangan dan mengepung gudang? Apa kita sudah ketahuan?” bisiknya dengan Klevance.
Klevance menggeleng pelan, “Tidak, maksudku belum. Tapi mungkin akan, jika kau terus bersikap mencurigakan seperti ini. Diamlah sebentar, Aegle!” Klevance balas membisik Dewi Aegle dan memintanya untuk bersikap normal seperti biasa agar tidak dicurigai.
Klevance melirik Dewi Aegle untuk memberikan isyarat kepadanya untuk diam dan mengikutinya saja bersama para Healer dan juga para Nymph dengan tenang. Klevance dan Dewi Aegle segera meninggalkan gudang, Klevance tidak lupa untuk menggembok kembali gudang tersebut.
Saat sedang menggembok, Klevance memberikan sebuah pesan agar Lucifer itu bersikap tenang dan menunggunya kembali melalui telepati Bangsa Kegelapan. Lucifer itu diam saja dan Klevance tidak tahu apakah telepatinya berhasil atau tidak, karena ini kali pertamanya mencoba bertelepati dengan kaum Bangsa Kegelapan.
Tapi dia tidak punya banyak waktu dan juga bukan dalam keadaan yang bisa memastikan hal itu, dia pun segera berbalik arah dan menuju ke ruang tamu Istana Orava bersama yang lainnya.
Dalam perjalanan menuju ruang tamu Istana Orava, Dewi Aegle kembali bertanya kepada Klevance mengenai situasi saat ini. “Sebenarnya apa yang sedang terjadi saat ini, Klevance? Mengapa banyak sekali Healer dan Nymph di depan gudang? Dan untuk apa kita kembali ke Istana Orava sekarang?”
Klevance malas dengan sifat ingin tahu dan keras kepalanya Dewi Aegle. Bukankah sudah dirinya katakan sebelumnya untuk tetap diam dan ikuti saja dia dengan tenang? Tapi tetap saja Dewi Aegle menghujaninya dengan banyak sekali pertanyaan. Klevance menghelakan napas berat. Dia memutar bola matanya malas.
“Ratu Larissa datang ke Istana Oravamu. Dia berada di ruang tamu utama saat ini, dan kita akan menemuinya sebentar lagi,” tukas Klevance singkat dan dengan nada datar.
Jawaban Klevance yang singkat itu cukup untuk membuat Dewi Aegle menganga saking terkejutnya. Dewi Aegle pun tidak mengatakan sepatah katapun ataupun mengajukan pertanyaan-pertanyaan lagi kepada Klevance. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat untuk keberadaan Klevance yang sangat lama ini di Istana Orava miliknya.
Klevance tersenyum kecil melihat reaksi Dewi Aegle yang seperti itu.
***
Dua orang prajurit khusus Ratu Larissa berdiri tegak dan siap siaga di samping kanan dan kiri dirinya. Mereka mengenakan zirah mengilap sewarna perak keemasan, di pundak mereka tersampir jubah panjang berwarna abu-abu tetapi tetap tidak menutupi sayap putih besar yang menjulang tinggi pada bagian tubuh belakang mereka.
Klevance memang tidak paham posisi para prajuritnya sekarang ini, karena jujur saja dia baru melihat dua prajurit ini mendampingi ibunya. Tapi dilihat dari model pakaian dan kerumitan ukiran yang menghiasi zirah mereka, sepertinya kedua Bidadara ini bukan prajurit biasa.
Salah seorang di antara mereka menghampiri Klevance dan Dewi Aegle untuk menyambutnya lalu menuntun jalan kearah Ratu Larissa yang sedang duduk sambil memandangi lukisan di ruang tamu utama Istana Orava. Mendengar jejak kaki yang semakin mendekat kearahnya, Ratu Larissa membalikkan badannya dan menoleh kearah mereka.
“Apa kabar putriku, Klevance?”
Klevance tersenyum hangat saat melihat ibunya tetapi ada sedikit kecemasan juga dalam benaknya. “Tentu saja masih hidup, Ibu,” ucapnya sambil tertawa meledek ibunya.
Ratu Larissa terkekeh mendengar jawaban Klevance yang sedikit menyindir dirinya itu. Tapi dia sama sekali tidak marah ataupun kesal pada Klevance. Dirinya sudah sangat hafal dengan karakter putri tunggalnya itu.
“Ah benarkah putriku masih hidup? Lantas mengapa dia tidak langsung mengunjungiku selaku ibu yang melahirkannya, di Istana Lismore tempatku?” Ratu Larissa kembali meledek Klevance dan balas menyindirnya.
“Uhmm, apakah kau akan tahu putrimu masih hidup jika yang dikunjunginya setiba di Ibukota Irish adalah sahabatnya dan bukan ibunya. Apa kau akan tahu, Aegle?” tanyanya sambil menatap Dewi Aegle. Kini dia tidak hanya menyasar Klevance seorang tetapi Dewi Aegle juga ikut terkena imbas sindirannya.
Klevance sedikit risih dan juga sedikit kesal melihat ibunya yang bersikap seperti itu. “Oh, ayolah bu! Yang benar saja, masa kau menyindir seorang Dewi karenaku! Lagipula ini tidak ada hubungannya dengan Aegle, ini murni salahku,” ujar Klevance meluruskan kebenarannya dan membela Dewi Aegle.
Ratu Larissa mengernyitkan alisnya, tidak yakin dengan alasan putrinya itu.
“Lalu kapan kau berniat menemuiku jika aku tidak kemari?”
“Secepatnya, ibu,” jawab Klevance singkat dan mencoba membuat ibunya tidak mencurigai apapun padanya.
Ratu Larissa menghelakan napasnya. “Cobalah untuk lebih peduli dengan ibumu Klevance. Jangan terlalu dingin seperti itu denganku.”
Klevance hanya mengangguk mengiyakan perkataan Ratu Larissa dan tidak mengatakan apapun lagi padanya.
Ya… yang benar saja Klevance. Bagaimana ibumu tidak menganggap dirimu sebagai anak yang dingin dan tidak peduli pada ibunya? Responmu saja seperti ini.
“Ibu tahu darimana aku berada disini?” tanya Klevance kemudian, memastikan ibunya datang kemari hanya untuk menemuinya dan bukan karena menemukan sesuatu yang ganjil disini.
“Insting seorang ibu itu sangat kuat, sayang,” jawab Ratu Larissa mengelak dengan lembut agar Klevance terkelabuhi dan percaya pada jawaban yang dilontarkannya.
Bukan Klevance namanya jika langsung percaya begitu saja. Dia sama sekali tidak mempercayai jawaban ibunya itu. “Ayolah bu jangan berbohong seperti itu. Darimana kau tahu aku sudah sampai di Ibukota Irish dan berada di Istana Orava ini?”
“Kau ini ya, tidak percaya sekali pada ibumu! Aku berkata jujur padamu, Klevance. Yaa… walaupun tidak sepenuhnya.” Ratu Larissa tertawa kecil saat mengatakan itu.
Klevance terus menatap tajam mata ibunya sampai Ratu Larissa mau berkata yang sejujurnya pada dirinya. Dia menatap Ratu Larissa dengan pandangan yang ragu terhadap diri ratu. Ratu Larissa sedikit terintimidasi dengan tatapan Klevance itu dan akhirnya berkata yang sebenarnya kepada dirinya.
“Baiklah-baiklah. Aku tahu kau sudah sampai di Ibukota dari Paman Jerico, sayang.”
-Bersambung-
*Note* Halo semuanya! Apa kabar? Aku harap kalian baik-baik saja dan semoga hari kalian menyenangkan. Aku ingin meminta tolong kepada kalian jika menyukai ceritaku tolong memberikan ulasan terhadap karyaku ini ya dan tambahkan juga ke koleksi kalian agar tidak ketinggalan update!^^ Feel free untuk memberikan saran dan komentar kalian juga^^Dan jangan lupa untuk menshare cerita ini jika menurut kalian cerita ini menarik^^ Mohon maaf sebelumnya, jika karyaku ini masih banyak kesalahan ataupun alur ceritanya yang tidak sesuai ekspetasi kalian. Namun, sekali lagi, jika kalian mempunyai saran dan kritikan untukku ataupun karyaku jangan sungkan ya untuk memberitahuku di kolom komentar. Aku akan sangat berterimakasih kepada kalian^^ Aku juga ingin mengucapkan terimakasihku dengan setulus tulusnya kepada para pembaca yang setia membaca karyaku sampai di chapter 8 ini. Kuharap kalian tidak bosan dan menemaniku hingga akhir cerita ini^^ Aku akan berusaha semaksimalku untuk karya ini^^ Salam hangat Chasalla16
"Jadi kau benar-benar putri tersebut! Pantas saja kau sangat berani juga sedikit tidak tahu sopan santun dengan seorang Dewi. Sudah lama tidak berjumpa, Putri Klevance.""Apa kau mengenalku?" Klevance memasang raut wajah bingung dengan pernyataan sang dewi yang seperti sudah mengenalnya sejak lama."Tentu saja aku mengenalmu. Kau adalah Putri pewaris tahta Bangsa Kahyangan. Tidak ada dewi atau pun dewa yang tidak mengenalmu.""Tapi kau tidak mengenalku di awal dan baru mengetahuiku saat aku memperkenalkan diri beberapa saat yang lalu!" sindir Klevance."Ya, tentu saja! Wajahmu sedikit berubah jika dibandingkan dengan dirimu waktu kecil. Aku bahkan tidak bisa mengenalimu sebelumnya."Klevance mengembuskan desah napas berat mendengar pernyataan sang dewi penjaga yang kini seperti seorang teman dekat yang telah lama tidak berjumpa satu sama lain.'Tetap fokus, Hitam. Waktu kita tidak tersisa banyak. Ingatlah bahwa Lucifer masih belum kau ke
"Selamat datang di duniaku. Kau bukanlah Baginda Ratu Larissa. Siapa kau? Mengapa memasuki dunia simbol yang bukan kawasanmu?" ujar seorang Dewi penjaga dunia simbol kepada Klevance.Klevance mengedarkan pandangannya dan mencari-cari dari mana asal suara yang sedang mengajaknya berbicara tersebut. Namun dia tidak dapat menemukan kehadiran siapapun di dalam dunia simbol tersebut. Dia hanya bisa melihat cahaya putih yang tak berujung di dalam dunia simbol tersebut. Sepi dan sunyi seperti tidak ada kehidupan apapun.Ya, tak heran, bukan. Dunia simbol adalah pertahanan terakhir dari sistem keamanan gerbang belakang Istana Lismore yang jarang dikunjungi oleh siapapun. Tentu saja tidak ada kehidupan di dalam dunia tersebut selain dewi penghuninya."Siapa kau? Kenapa aku tidak bisa melihatmu?" tanya Klevance pada akhirnya karena dia tidak dapat menemukan orang yang mengajaknya berbicara."Tentu saja kau tidak bisa melihatku. Hanya Ratu Larissa yang dapa melihat kehadira
Bunyi kicauan burung yang begitu nyaring menandakan hari sudah kembali pagi dalam pergantian waktu di Bangsa Kahyangan. Namun sinar matahari masih terlihat begitu redup dan juga belum menampakkan diri serta keluar dari tempat persembunyian nya. Klevance terlihat tengah menyelinap untuk keluar dari kediaman sang ratu. Dia dengan sangat hati-hati melangkah perlahan menuju gerbang belakang Istana Lismore. Di mana pada gerbang belakang tersebut tidak ada satu pun bawahan sang ratu yang berjaga. Gerbang belakang Istana Lismore adalah tempat yang sangat jarang dikunjungi oleh sang ratu sehingga keamanan di sana jauh dari kata ketat. Dengan melewati gerbang belakang tersebut memudahkan Klevance untuk keluar dari istana milik ibunya tanpa ketahuan oleh satu penjaga pun. 'Abu-abu, apa kau tidak berniat membantuku?! Cepat bertukar jiwa, akan sangat merepotkan jika aku ketahuan sekarang!' ucap si Hitam kepada si Abu-abu. 'Ck, kau payah sekali, Hitam! Kenapa tidak bertuk
"Hei, Aegle. Menurutmu apa maksud dari ucapan Zelus padaku beberapa saat yang lalu? Apa yang harus kusiapkan besok? Apa mereka semua berspekulasi bahwa aku yang melakukan pembantaian terhadap kaumku dan juga bangsa manusia sekaligus Half-Angel di Hutan Aurora?" tanya Klevance dengan begitu penasaran akan maksud dari perkataan Zelus kepadanya. Dewi Aegle mengeluarkan desah napas berat. "Sepertinya begitu, Klevance." Klevance sontak tertegun sejenak. 'Mereka benar-benar mengira aku yang melakukan pembantaian itu? Sungguh? Kenapa tidak ada satu pun yang mempercayai diriku. Terutama Ibu ....' Dewi Aegle kemudian menoleh sekilas ke arah Klevance yang masih terdiam dan sedang bergelut dalam pikirannya. Dia lalu menepuk pelan pundak Klevance dan berkata, "Menurut informasi yang kudapatkan dari kantor Wali Kota, Zelus menemukan beberapa helai sayapmu di tempat kejadian tersebut dan dia telah melaporkannya kepada Ratu." Klevance lalu memandan
Dor ... dorr ... dorrr .... Bunyi kembang api yang meledak di langit-langit Bangsa Kahayangan terdengar dengan jelas hingga ke penjuru sisi. Semua orang, terutama penduduk Bangsa Kahyangan terlihat memenuhi Istana Lismore sang Ratu. Para tamu yang hadir sangat menikmati pesta yang dibuat oleh sang Ratu Bangsa Kahyangan tersebut. Lantaran pesta tersebut adalah pesta termegah kedua selain pesta pernikahan sang Ratu dengan Raja Bangsa Kegelapan. Alih-alih ikut menikmati dan merasakan suasana yang meriah, Klevance tampak murung dan sama sekali tidak bersemangat. Dia berulang kali menghelakan napas berat sembari memandang ke langit-langit yang dipenuhi dengan kembang api yang indah. Akan tetapi, tatapannya terlihat sangat kosong. Bukannya tidak ingin menikmati, tetapi dia tidak bisa berpesta di tengah situasi yang sedang kacau dan tidak terkendali pada Bangsa Kahyangan. Selain itu, banyak sekali fakta dan juga misteri yang baru saja terungkap serta dia ket
"Apa Klevance sudah sampai di kediaman Ratu Larissa? Kenapa aku tiba-tiba mengkhawatirkan perempuan menyebalkan itu?!" desis Dewi Aegle pelan kepada dirinya sendiri. "Aku akan meminta Kilorn untuk memastikannya," lanjut Dewi Aegle bergumam dan segera menghubungi Kilorn melalui telepatinya. Seteleh selesai melakukan telepati dengan Kilorn, Dewi Aegle mendapatkan sebuah pesan dari Bangsa Kegelapan. Surat itu diberikan oleh Kilorn kepadanya saat mereka berdua sedang melakukan telepati satu sama lain. Dewi Aegle segera membaca surat yang sudah terpapar dengan jelas isinya di dalam benaknya tersebut. Namun, sepertinya pesan tersebut dikirimkan oleh seorang Dewi juga. Yang mana Dewi yang mengirimkan pesannya kepada Dewi Aegle berasal dari Bangsa Kegelapan. Sehingga pesan tersebut dapat berbunyi dan terhubung satu sama lain seperti sedang berkomunikasi dua arah dalam jangkauan jarak yang dekat. 'Ini aku Mahakali, Aegle. Apakah kau yang menyembuhkan L