Home / Romansa / SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN / Salah Masuk Kamar Pengantin

Share

SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN
SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN
Author: Wafa Farha

Salah Masuk Kamar Pengantin

Author: Wafa Farha
last update Huling Na-update: 2021-10-11 20:33:22

"Di dalam apa di luar?" Pria itu menatap intens ke arahku.

"Di luar!" jawabku ketus. Enak saja! 

Dari awal, dia mah mau enaknya sendiri.

"Apa bedanya di luar dan di dalam? Toh kita sama-sama melaluinya." Mas Dareen protes. "Lagi pula kalau di luar, akulah yang tersiksa! Kamu, sih, enak!"

Mana ada yang enak? Harus melalui malam pertama dengan pria menyebalkan sepertinya. Membayangkan dekat dengannya saja tak pernah, apalagi sampai harus menikah dan satu kamar begini. 

Ah, ngeselin! Kenapa juga aku harus bertukar tempat dengan Kinara, Tuhan?

"Terserah!" ucapku enteng. Mana peduli aku pada perasaannya? "Pokoknya di luar. Aku pinjemin selimut dan bantal! Bawel!"

"Tap ...." Suara Mas Dareen meninggi. Pasti mau protes, deh. 

Ucapan itu belum selesai.

Namun, kami harus menoleh secara bersamaan kala mendengar derit dari arah pintu. Sudah kuduga, pria lain akan ke sini sekarang. Tak tahu malu!

"Kamu pasti sedang ngelindur, Mas! Sampai salah masuk kamar, Mas!" hardikku pada pria yang seharusnya sudah melakukan malam pertama bersamaku sekarang. "Ini kamar pengantinku dengan Mas Dareen."

Dia Mas Dewa, pria yang namanya berada dalam satu surat undangan pernikahan dengan namaku. 

Bukan malah Mas Dareen yang mengucap akad nikah dan sekarang satu kamar denganku, pria yang terus mencoba bernegosiasi untuk malam pertama kami. Ya, dia yang tiba-tiba datang menggantikan mempelai laki-lakiku. 

Meski aku masih sangat mencintai Mas Dewa, tapi nurani dan harga diriku sekaligus, memaksa menerima tawaran Mas Dareen dalam sekejap.

Siapa sangka, takdir berubah hanya dalam hitungan jam. Tadinya aku sudah duduk di depan penghulu bersama Mas Dewa. Namun, tiba-tiba Kirana adikku datang dan melempar tes pack dua garis merah ke hadapan kami.

Aku yang tadinya sangat bahagia karena akan menikah dengan kekasihku, hancur dalam sekejap. Kami telah menjalin hubungan tepat lima tahun, dan memutuskan menikah. Tak ada yang menduga Mas Dewa mendua, dan yang paling gila, selingkuhannya adalah adikku sendiri.

Siapa yang tidak syok! Sejak seminggu lalu, Qinara tak mau pulang meski kakaknya akan menikah. Bahkan memberi ucapan pun tidak. Tak ada yang tahu apa alasannya.

Namun, di hari H pernikahan kami, dia malah muncul. Bukan untuk membantu proses atau sekadar memberi selamat. Melainkan menghancurkan semua.

Gadis cantik itu berteriak dan menangis di depan semua orang.

Kontan saja pernikahan gaduh. Akadku dan Mas Dewa dibatalkan. Meski, calon suamiku itu mengatakan semua itu fitnah Kirana, tentu saja aku lebih percaya pada adikku. 

Apalagi dia menyimpan banyak foto kemesraan Mas Dewa dengannya sebagai bukti. Hanya wanita tolol yang masih mau meneruskan pernikahan dengan pria yang selingkuh dan menodai adiknya sendiri.

Dan sekarang ... selain sebuah hardikan keras dan ucapan sinis, memangnya apa yang cocok kuucapkan untuk Mas Dewa? Pria yang namanya meski sangat kubenci masih memenuhi hati.

"Eum. Maaf aku mengganggu." Pria itu mengucap canggung. 

"Ya, ganggu sekali. Pergilah sebelum suami sahku menghajarmu!" ketusku lagi. Berharap Mas Dareen peka dan bereaksi sama denganku.

Namun, tak ada reaksi Mas Dareen atas pernyataanku itu.

Sampai aku menoleh mengedip padanya, memberi isyarat agar marah seperti yang kulakukan.

Tapi emang dasar pria gak peka! Dia malah bertanya balik. "Apa?" tanyanya tanpa suara. 

Ini benar-benar memalukan. Aku seperti mengatakan pada Mas Dewa kalau suamiku sangat mencintaiku, walau pernikahan ini dadakan, dan akan menghajarnya karena cemburu. Tapi kenyataannya zonk ....

Kuinjak saja kakinya sambil melotot membelakangi Mas Dewa. Hingga dia mengaduh kesakitan.

Hal itu jelas membuat Mas Dewa mengerutkan dahi. Seperti bertanya-tanya. Tak lama ekspresi itu berubah. Sebuah senyuman mengejek menghiasi wajah tampannya.

'Kan, sialan! Ini gara-gara Mas Dareen yang gak bisa diandalin. Ke mana kata-kata dia yang sangat meyakinkan tadi sore. Kalau dia jadi suamiku, aku bisa membalas sakit hati pada Mas Dewa, dan memberinya pelajaran padanya sekaligus. Lelaki seperti Dewa tak bisa dibiarkan, setelah menikah dengan Kinara bisa saja dia akan mengkhianatinya lagi. 

Katanya aku harus bersabar dan bermain cantik, menikah dengannya. Sebuah pernikahan yang harusnya dilakukan dengan sakral, tapi kali ini terjadi karena terpaksa dan ada motif tertentu.

Tapi kenyataannya apa? Setelah menikah, bukannya dia bantu membalas sakit hatiku pada Mas Dewa, malah yang ada aku dipermalukan seperti ini. Awas kamu ya, Mas Dareen!

"Sudahlah, La. Kita perlu bicara. Oke?" Mas Dewa mulai bicara sok dewasa dengan pede-nya.

Benar-benar tak tahu diri. Dia tak merasa bersalah sudah menghancurkan hidupku, menghancurkan hubungan ku dengan Kinara dan membuat keluarga kami malu.

"Kamu mau masuk, Mas?" tanyaku.

"Ya?" Pria itu melebarkan mata. Mungkin dia pikir aku memberinya kesempatan untuk bicara.

"Sini masuk, ngaca di cermin!" Aku mulai emosi sampai bangkit dari duduk. "Supaya kamu sadar pria seperti apa kamu itu?!"

Sudah lewat batas emosiku, aku pun bergerak ke arahnya, dan mendorong Mas Dewa keluar, lalu menutup pintu dengan keras.

"La, Kalila. Kita harus bicara!" Suara terdengar di luar. Pria itu terus memaksa dan meyakinkan. Padahal sudah kutegaskan, tak ada yang perlu dibicarakan.

Dengan dada naik turun, aku berdiri di depan pintu. Lalu melirik tajam pada pria bernama Dareen. Dia mneggaruk kepala tak gatal. Salah tingkah dan canggung.

"Em, sorry." Pria tampan itu meringis.

Kenapa pula aku harus terperdaya oleh kata-katanya tadi, sampai akhirnya kami menikah?

"Em, jadi di luar apa di dalam?" tanyanya seolah tak terjadi sesuatu.

Gila! Masih sempat dia membahas itu. Sudah jelas dia membuatku malu di depan Mas Dewa. Dengan kesal, kuambil bantal dan melempar ke arahnya.

"Keluar!!" teriakku kesal. Ingin pria itu segera enyah dari hadapan!

Ya Tuhan, apa aku sudah salah mengambil langkah? Bagaimana kalau Mas Dareen tak bisa diandalkan untuk memperbaiki keadaan, memberi pelajaran Mas Dewa dan memisahkannya dari Qinara. Bagaimana jika dia hanya membuatku semakin susah menghadapi keluarga?

Padahal tadinya aku sudah tenang karena kejadian tadi siang. Setelah menangis berjam. Namun, karena Mas Dewa salah kamar masuk kamarku, hatiku jadi berantakan lagi. 

________

Kuputar volume musik dengan keras demi agar suara jeritan laknat dari kamar sebelah tak terdengar. Qinara dan Mas Dewa gila! Ya, dia pasti sudah gila!

Ini bukan hanya malam pengantin mereka. Tapi juga malam pengantinku. Kenapa mereka tega menyiksaku seperti ini?

Kuusap lelehan bening yang merembes hangat di pipi. Bukti bahwa hatiku terlalu sakit. Malam yang harusnya menjadi kebahagian setiap pengantin, telah menjadi neraka bagiku.

"La, buka pintunya." Suara lembut Mama terdengar. Aku pun mendesah. Buru-buru kuseka kasar airmata di pipi. Bangkit dengan malas untuk membukanya.

Saat membuka pintu, aku pun kembali mendesah lelah. Mama tak sendiri, ada Mas Dareen di sampingnya. Sudah kuduga, dia akan meminta bantuan untuk ini.

Pria itu mengangkat kedua alisnya berkali untuk menggoda. Ish ... pengen kutarik saja alis tebal itu! Biar botak dan tak bisa membanggakan ketampanan dirinya seperti biasa.

"Kamu gimana, sih, La. Masa suaminya suruh tidur di luar?" protes Mama

"Ma aku ...."

"Mama tau pernikahan kalian dadakan dan sulit diterima. Tapi jangan buat Mama dan Papa makin malu di depan keluarga. Kamu tau kan mereka masih di sini?"

"Eum, sudah Tante, em ... maksud saya, Mama. Tolong jangan marah pada Kalila, saya yang salah. Sebenarnya tidak apa-apa. Cuma di luar gak ada penghangat. Tadi ...."

"Nggak Dareen. Mama tahu kamu pria baik. Nyatanya kamu rela berkorban untuk keluarga ini. Keputusan menikahi Kalila pasti berat." Mama melemahkan suaranya pada pria menyebalkan itu.

"Tapi juga jangan terintimidasi pada Kalila," sambung Mama lagi sembari melirik tajam ke arahku.

What?! Jangan terintimidasi? Akulah yang selama ini terintimidasi oleh sikap mereka, dan sekarang akan ditambah oleh Dareen Biantara. Pria menyebalkan yang sudah sah menjadi suamiku. 

Sah secara agama. Secara hukum sih belum. Karena pernikahan ini tak direncanakan sebelumnya. Setelah wajah keluarga kami dicoret oleh perzinahan Qinara dan Mas Dewa. Berjam-jam mereka berdebat dan ribut. Sementara aku yang tengah menangis sesenggukan seorang diri di-lobi oleh Mas Dareen. 

Pria itu mengusap air mataku. Untuk sesaat, hatiku yang tengah terluka terasa hangat. Dia bicara penuh semangat, seperti tengah berkhutbah secara khusus padaku. Entah, kenapa. Hatiku tergerak. Mengikuti ide gilanya, yang membuatku lupa kalau menikah adalah hal sakral.

" ... kamu tak akan rugi menikah denganku, Kalila. Aku anak tunggal dari pengusaha terkaya di pulau ini. Hehm. Lagipula aku juga lebih tampan darinya. Harga dirimu akan terselamatkan dan kamu bisa membuat pria itu menyesal. Jika perlu balas dendam dan merebutnya kembali ... aku bisa membantumu!" ucapnya tadi siang.

Mendapat menantu dadakan sebaik Dareen, yah ... terang saja Papa dan Mama langsung iya-iya aja. Anehnya, Papi Mas Dareen sangat senang, dan langsung merestui hubungan kami. Ada apa ini? Apa mereka juga punya tujuan?

Bukan hanya dia playboy dan sok kecakepan di luar sana, dia juga sok manis di hadapan semua orang, terutama keluargaku.

Aku berbalik ke dalam. Pasrah dan kalah. Membiarkan pria itu masuk dan melihat betapa menyedihkannya aku. Siapa sangka, Mama mengikutiku. Mematikan musik di kamar ini.

"Jaga sikap dan sopan santunmu Kalila, kita sudah cukup malu," tegasnya sebelum akhirnya keluar.

"Kenapa tak bertahan sebentar di sini, agar Mama tahu alasan kenapa kunyalakan tape itu," celetukku, hingga kakinya tertahan sebentar. Hanya sebentar. Nyatanya dia tak peduli pada puterinya ini. Mama selalu mencintai dan kasihan pada Qinara tapi tidak padaku.

Wanita itu kemudian berjalan dengan tatapan dingin. Meninggalkan kamar pengantin kami.

Mas Dareen pun bergerak ke arah pintu. "Apa kamu ingin malam pertama kita ditemani Mama kamu?" tanyanya disertai tawa kecil. "Duh, lucu bayanginnya."

Dia masih juga bisa bercanda dan berkata seolah tak terjadi apa-apa. Dia tak tahu sakitnya segumpal darah dalam dadaku.

"Aa ....!"

Mas Dareen mendongak. Ia pasti terkejut mendengar suara itu. Lalu menatap ke arahku seolah menyelidik ekspresi di sana. 

Gak usah ditanya, Mas! Hatiku rapuh. Tentu saja aku juga menjerit dalam hati. Bagaimana bisa pria yang kucintai tidur dengan adikku di malam pertama kami?

Suara jeritan itu terdengar tiga kali ini olehku, dalam sejam. Entah, kalau tak menyalakan tape tadi. 

"Gak ada akhlak memang! Urat malunya juga sudah putus!"

Pria itu kini beralih menatap ke arahku. Namun, dengan cepat aku menunduk. Menyembunyikan wajahku yang terasa panas. Ada air mata yang entah sejak kapan berjejalan di sana. Inilah alasan utamaku tak mau membawa masuk Mas Dareen ke kamar. Aku tak ingin ia melihat wanita yang judes, tegar dan ceria di matanya, terlihat begitu mengsedihkan!

"La, kamu nangis?" 

Mas Dareen tiba-tiba saja sudah di hadapanku, mengangkat daguku dengan jemarinya, hingga aku mendongak dan tatapan kami bertemu.

Ya Tuhan, bukankah malam pertama itu identik dengan kebahagiaan? Malam di mana sepasang pengantin menikmati kebahagiaan bersama. Namun yang kurasakan sekarang ....

Dan ... menatap dua mata itu, kenapa ada kehangatan di hatiku?

Bersambung

Jan omes, plisss! Jangan suudzon juga sama Dewa.🙈

Next bakal tau kok kenapa Qinara teriak-teriak.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (9)
goodnovel comment avatar
Visitor
Baru baca blm tahu crritanya
goodnovel comment avatar
Sri Muryani
Awal baca ceritanya agak membingungkan, tapi setelahnya kesini- sini jadi bikin penasaran kelanjutannya
goodnovel comment avatar
Indria Maulina
Namanya qinara, kinara atau kirana?
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN   Tak Ada Angin dan Hujan, Dia Datang

    “Nenek … Nenek … Nenek …” tak hanya Kalila, satu pasukan dikerahkan mencari keberadaan sang nenek.Satu perumahan ditelusuri. Dari rumah ke rumah yang kebanyakan sepi karena menjelang siang hari. Langkah kaki yang berlari kecil seiring keringat yang mengalir di sekujur tubuh. Semakin lama kaki terasa berat melangkah.Kecuali Kalila yang pasca melahirkan, dia hanya berjalan santai menyusuri gang rumahnya saja, sementara yang lain berjalan ke arah gang sebelah. Gang demi gang ditelusuri Qinara, dewa dan Dareen. Pastinya capek dan sangat melelahkan.Entah terlintas begitu saja di kepala Kalila, pikiran tentang seseorang yang tinggal di depan perumahannya. Kontan wanita berhijab ceruty itu mendekati suaminya yang hanya tiga meter darinya.“Mas, bisa bawa mobil? Antarin aku ke depan sekarang,’ titah wanita itu.“Buat apa?” tanya

  • SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN   Waktu yang Salah

    Rasa kantuk menghadang membuat Kalila tak kuat membuka lebar kelopak matanya. Kedua matanya terasa berat sekali, dua lengannya terasa lemas seolah hawa dingin menyerang tubuhnya hingga rasanya ingin sekali rebahan. Malam yang melelahkan hingga akhirnya wanita itu memejamkan mata sesaat.“Kalila! Kalila!” Seorang wanita yang tak asing memanggilnya.“Eh …” Kalila membuka mata dengan lilir melihat siapa wanita yang menepuknya sedari tadi.“Bayimu! Zubair” Mama menepuk lengannya berkali-kali dengan menautkan dua alisnya.Mendengar nama bayinya langsung melebarkan mata sempurna. Ingat kalau dirinya tengah menyusui putranya hingga tidur tertunduk. Tak menyadari Zubair di pangkuannya.“Zubair!” Kontan Kalila menegakkan tubuhnya sembari kepalanya menunduk untuk melihat putranya.Ternyata Zubair ketindihan tubuh b

  • SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN   Malam yang Melelahkan

    “Duh, kenapa gak diangkat lagi. Astaghfirullah … sabarkan yaa Allah.” Kalila melipat dua bibirnya sembari memainkan dua jempol tangannya. Terlihat kecemasan di raut wajahnya.Jam dinding menunjukkan jam 5 lebih di sore hari menjelang maghrib. Angin sepoi-sepoi menembus jendela kamar wanita itu.Bayi Zubair yang sedari tadi terlelap, tiba-tiba saja menangis begitu saja. Kalila spontan terhenyak dari lamunannya. Tak tega mengdengar bayinya yang bersuara lebih kencang. Dia akhirnya mendekati box bayi, menggendongnya perlahan. Wanita itu merebahkan bokongnya sembari memangku lembut sang bayi yang akhirnya terdia. Mengeluarkan jusur jitu asi favorit putranya.“Kemana kabar abamu sayang,” gumam Kalila sembari mengecup kening putranya.Sejak tadi malam hingga sekarang Dareen susah dihubungi. Lebih tepatnya jarang menghubungi Kalila hingga sekarang. Terakhir kabar dari Dareen h

  • SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN   Akal Bulus

    Dareen berbalik arah dan meraih handuk yang menggantung di samping kamar mandi. Digulung-gulungnya ke telapak tangan kanannya. Kemudian pria itu berbalik arah. Dan dengan cepat mendorong kuat lengan kiri wanita itu hingga menabrak dinding.Ini satu-satu cara agar menyentuhnya tanpa tersentuh. Dareen sangat memahami bahwa haramnya menyentuh yang bukan mahramnya. Bahkan Hadost riwayat Thobroruni menjelaskan kalau ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.“Argh!” Wanita blesteran merintih kesakitan kala lengannya mendapat tekanan kuat dari sang pria di depannya.Mata elang pria itu menyorot tajam seolah kemarahan berkobar di sepasang netranya. Sementara Clara menelan saliva sembari membalas tatapan Dareen dengan berani meski masih terlihat aura ketakutan di matanya.Pandangan Dareen beralih pada tangan kanan wanita di hadapannya itu tengah merogoh sesuatu. Pria i

  • SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN   Mari Kita Mulai

    “Mari kita mulai. Mana kontrak baru kalian. Aku mau baca. Hem.” Mr. Richard menaikkan dua alisnya.Dareen melirik Dewa, mengkodenya untuk menaruh berkas map yang sedari tadi dibawanya.Meja makan yang awalnya penuh dengan piring dan gelas, kini kosong melompong. Pelayan wanita itu sebelumnya telah sepenuhnya membereskannya. Wajar, Dewa segera menunjukkan berkas itu tanpa sungkan.Dareen menyandarkan punggungnya sambil menyilangkan dua tangannya ke dada. “Silahkan. Nyambi ngopi juga bisa. Saya panggilkan, Hahaha …” Pria itu mencoba berkelakar mencairkan suasana. Dia tersenyum percaya diri.Begitulah Dareen cara meyakinkan lawan mainnya. Kata-katanya yang seolah membuatnya tebar pesona, sikap percaya dirinya juga turut jadi daya tarik yang tentu menjadi poin penting dalam berbisnis. Karakter pria yang satu ini memang kharismatik.“Hihihi … Mas Dareen itu yang kusuka darimu.” Clara terkekeh sembari men

  • SALAH MASUK KAMAR CEO TAMPAN   Aku Gigit Ya

    “Mana anaknya daddy?” Wajah Dareen terlihat jelas di layar ponsel Kalila.“Lama-lama jadi sugar daddy? Udah ah! Aba aja oke, lebih alim. ” Kalila membujuk dengan mengedipkan mata genit.“Oppa gimana?” Pria itu mengedikkan dua alisnya. “Oppa Dareen Sarange … hahaha …” Dia bertingkah cute dengan suara dimiripin emak-emak yang kesemsem sama actor korea.“ Hahahaha … Mas ihh.” Kalila terpingkal-pingkal dengan tingkah konyol suaminya.Video call yang dari beberapa menit lalu, pagi ini hanya membahas panggilan nama orangtua untuk Kalila dan Dareen.“Appa Amma gimana?” Kalila mengedikkan alisnya sembari melayangkan senyuman manis.“Aa … Aa …” Suara bayi terdengar bangun dari arah belakang wanita itu. kontan Kalila terhenyak dan menoleh ke belakang.“Masya Allah, anaknya jawab tuh.” Mata Dareen berbinar kala Kalil

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status