Share

Suami Menyebalkan

"Oh ya, Sayang kamu bilang tadi ada lingerie diskon di Mall. Kamu pasti takut kehabisan kan? Ayuk biar aku antar." Mas Dareen, tiba-tiba ikut bangkit, lalu meraih tanganku.

Kontan saja aku menatap bingung, wajahnya lalu jemarinya yang tertaut dengan jemariku erat. Aku tak bisa mengerti bagaimana jalan pikiran Mas Dareen. Apa dia ingin menyelamatkanku dari kebingungan menjawab pertanyaan Nenek? Atau dia sengaja mengejek?

Ah, seenggaknya kalau memang mau bantu, ya jangan nyebut lingerie lah. Kan bisa bilang mau beli sabun, odol kek, skincare. Ck. Emang aja, otak dia mesum.

"Kalau begitu, kami permisi dulu, Pa, Pi, Ma, Nek." Pria itu berpamitan dengan sopannya. Tersenyum pada semua orang, lalu tersenyum padaku.

Sementara aku, hanya bisa melongo mendengar alasannya yang tak masuk akal. Untuk apa aku berburu lingerie diskonan? Lalu pasrah mengikutinya meninggalkan meja makan ke kamar kami.

Aku berusaha melepas genggaman tangan suami mesumku itu, tapi ia tak membiarkannya, dan malah menggenggam lebih erat, hingg kami terus bergandengan sampai ke dalam kamar

Saat akan masuk tak sengaja netraku menangkap bayangan Mas Dewa masuk ke kamarnya. Dan Qinara menyambut dengan pakaian yang ... ah, mengesalkan. Kenapa aku harus melihat ini?

Untungnya hanya sebentar aku menatapnya, karena Mas Dareen menarik tanganku cepat masuk ke dalam kamar.

"Udah sandiwaranya. Udah di kamar. Gak ada yang lihat!" ucapku kesal. Kali ini kutarik tanganku kuat-kuat agar genggamannya lepas.

"Siapa bilang sandiwara?" seloroh Mas Dareen.

"Hah?"

"Ya, siapa bilang sandiwara? Aku serius." Pria itu mengulang ucapannya. 

Duh, apa dia sudah jatuh cinta padaku? Dan ingin rumah tangga kami berjalan normal seperti pasangan pada umumnya?

Entah, kenapa aku jadi berdebar begini? Jadi ingat saat Mas Dewa dulu kali pertama menyatakan cinta padaku.

Ah, ini tak boleh dibiarkan. Aku belum tahu apa yang menjadi motif Mas Dareen mau menikahiku? 

Jangan-jangan pernikahan ini cuma ajang taruhan antar orang tajir, atau ajang balas dendam keluarganya pada keluargaku seperti di novel "Bilik Lain Rumah Suamiku?" atau ada alasan lain yang lebih mengerikan ....

"Bukan sandiwara?" ceplosku lirih.

Mas Dareen mencebik. "Tak percaya?" 

Pria itu merogoh ponselnya dalam saku.

Lah, kok gak sekalian membelah dadanya biar dramastis seperti di film-film? Dia kan paling bisa bucinin perempuan.

"Nih, lagi diskon kan?" Mas Dareen memperlihatkan gambar sebuah iklan dengan toko diskon besar-besaran.

"Ap-apa? Jadi yang Mas maksud bukan sandiwara adalah diskon to-ko i-ini?" Aku sampai terbata mengucapnya. 

"Hem?" Pria itu menarik kepala dengan alis tertaut menatap padaku.

"Kamu pikir apa?" Pria itu meneleng memikirkan sesuatu. "Oohhh ...." Mulutnya kemudian ber-o panjang.

Lalu terkekeh seperti tengah mengejekku.

Ya Tuhan, ini memalukan sekali. Ketahuan deh, kalau aku besar kepala.

"Jadi apa yang kamu pikirkan?" tanyanya menggodaku.

Ah, pria ini beneran gak peka. Orang sudah malu, malah masih digoda. Merasa kesal, kuinjak kakinya lalu berjalan menjauh.

"Bodo!" ucapku yang kehilangan kata-kata.

"Auh!" Mas Dareen kini mengaduh kesakitan.

Rasakan itu! 

Aku memang tak bisa balik mengejeknya, tapi aku bisa membuatnya merasakan sakit! Huh!

"Ah, sudahlah. Aku tak akan membalas dan memaafkanmu kali ini. Ada hal penting yang harus kita lakukan. Tak enak pada pandangan orang-orang yang sudah terlanjur mendengar rencana kita jalan berburu lingerie." Pria itu akhirnya berdiri tegak. Sambil meringis menahan sakitnya.

Sementara aku duduk di sisi ranjang dengan kesal, menyilang tangan di dada.

"Cepat bersiap! Kita harus pergi. Mumpung aku ambil cuti dari Papi. Kamu tahu kan cuti buat pria gila kerja seperti Papi bukan hal mudah."

"Apa lagi kali ini? Aku tak mau ke mana-mana!" rajukku.

"Yah, mau gimana, aku juga malas sebenarnya. Enakan juga tidur begini di kamar. Apalagi pengantin baru gini." Mas Dareen tiba-tiba membanting tubuhnya ke ranjang persis di belakangku sampai aku menoleh padanya.

"Euh ... pasti menyenangkan rasanya," ucapnya sembari memandang mesum ke arahku.

Ya Allah, ini orang! Jangan-jangan otaknya udah traveling ke mana-mana! Oh tidak!

"Oke-oke. Ayok kita pergi!" Aku segera bangkit. Mengacaukan pikirannya yang iya-iya.

Mas Dareen tersenyum penuh kemenangan. Sementara aku hanya bisa mendengkus kesal, pasrah dan selalu kalah darinya. Ya Tuhan, kapan aku menang menghadapi pria semenyebalkan dia?

Setelah bersiap, memakai pakaian tertutup. Setelan gamis motif bunga besar warna dusty ungu, dan khimar warna senada. Pakaian yang dulu pernah dibelikan Mas Dewa. 

Aku terpaksa memakai pakaian ini. Karena sebelum akad, lemari 

ku sudah kukosongkan dan hanya berisi pakaian yang calon suamiku belikan. Hem, aku tak bisa menolak kala itu, karena Mas Dewa pasti ingin memperlihatkan pada Mama kalau dia juga bisa membelikan pakaian dan perhiasan bagus untuk puterinya, walau dia bukan seorang Presdir.

Mas Dareen yang sedari tadi tampak bermalas-malasan di atas ranjang, segera bangkit kala melihatku mendekat.

Ia seolah terpana melihatku. Ck. Tapi aku tak terpengaruh dengan tatapannya kali ini. 

Yang ada udah sempet baper, malah diejek.

"Waw ... aku sangat ingin berkomentar tentang ini, Kalila. Tapi ... aku sadar bahwa berkomentar mengenai seseorang adalah hak netizen. Jadi biarkan netizen saja yang berkomentar," ucapnya dengan tatapan takjub.

Dasar buaya! Entah, itu pujian atau dia menahan diri menahan memujiku kali ini. Tapi yang jelas, bukannya aku senang mendengar ucapannya. Tapi ... malah pengen ngakak!

Bersambung

Comments (6)
goodnovel comment avatar
Septi Susanti Samsul
dasar mas dareen haha
goodnovel comment avatar
Syifa Bardah Fuadah
awalnya nyebelin, makin sini ngangenin, lanjuuuut buciiiiiin deng yaa kalila ...
goodnovel comment avatar
Hasnaalone
next, dareen otw bucin
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status