Share

Maafkan Aku

last update Huling Na-update: 2022-12-27 20:37:42

Aku tertegun, menatap sebuah surat yang ketemukan dalam sebuah kotak kecil bersama kenangan lainnya yang kusimpan rapi di dalam laci.

Tanganku bertegar membaca setiap baris kata yang tertulis.

23, September 2018

Untuk hatiku yang telah terbang ke sana.

Bagaimana kabarmu?

Sudahkah kamu bersemayam?

Ah, aku malu mengatakan ini, tapi hati yang telah terbang pada mu, tidak bisa kupinta untuk kembali.

Maukah kamu memberinya sedikit air agar ia bisa tumbuh, sedikit saja Kirana, agar ia tidak mati.

Meskipun ia tidak sempat berbunga, tidak apa, meski pun ia sulit tumbuh, tidak apa, akan kupastikan ia bertahan.

Kamu tahu aku tidak pandai berkata, apalagi bertatap muka, aku takut tidak bisa memberimu banyak cinta karena ia lebih dulu pergi meninggalkan hatiku dan memilih hatimu sebagai tempatnya beradu.

Aku hampir kering Kirana, setelah sebelah hatiku memutuskan untuk pergi padamu, bisakah aku tanyakan bagaimana kabarnya di sana?

IR

Aku menyirami hatimu setiap hari, ia subur dalam hatiku, tapi kenapa kamu malah menyiramnya denga air panas Mas, hingga layu dan mati?

Air mataku berjatuhan, membuat titik hitam di setiap kata yang kamu tuliskan.

IR?

Mataku yang berkaca-kaca seperti menangkap nama lain yang selama ini tidak sempat kuperiksa.

Nama Mas Irawan adalah Irawan Ghani harusnya I*, tapi ini IR?

Aku segera menghapus genangan air mata yang menutupi penglihatan, kuseka bersih dan kulihat lagi inisial itu dengan seksama.

Apakah mungkin surat ini bukan dari Mas Irawan?

Hari itu? Aku kembali mengingat serpihan kenangan yang hampir terlupakan, dimana aku menerima surat ini dari seorang anak berusia sekitar 6 tahun saat ia berjalan bersama Ibunya.

"Kakak ambilah, ini untukmu!" Suara cemprengnya nyaring terdengar di telinga.

Aku menerima sepucuk surat dengan satu tangkai bunga berwarna merah. Hatiku melonjak saat menerima itu, untaian kata yang membuatku terbuai.

"Kirana!" seorang lelaki melambaikan tangan dari kejauhan, saat kutengok ia ternyata adalah Mas Irawan. Lelaki yang sebulan lalu baru kukenal.

Aku tersenyum manis menyambutnya, memaknai cinta yang coba ia sampaikan. Apakah mungkin selama ini aku salah orang?

Ya Tuhan, sebodoh itu aku melabuhkan hatiku, tanpa memeriksa kebenarannya. Lalu, siapa yang mengirim surat ini?

"Kirana, kamu di mana?" Teriakan Mas Irawan di ambang pintu, membuatku terperanjat, secepatnya memasukkan surat itu kembali ke dalam kotak dan menyeka air mata yang masih menggenang.

"Kirana, apa yang sedang kamu lakukan?" tangannya mencegah lenganku yang sedang menata baju di dalam koper.

"Lepaskan Mas, jangan sentuh aku lagi!" ucapanku membuat tangannya melerai pegangan.

"Baiklah Kirana, aku minta maaf!" ucapnya ketus.

Aku meliriknya, melihat ia dengan seksama, wajah yang telah salah kukenali, "Apakah kamu pikir aku akan percaya dengan permintaan maafmu yang tidak tulus itu?"

"Apa yang kamu inginkan sekarang Kirana?" Matanya masih penuh kemarahan, kuselami kedalamnya, bertanya sesuatu yang sangat ingin kudengar, "Apakah kamu tidak menemukan sebagian hatimu dalam hatiku Mas, hingga kamu tidak mampu mencerna apa yang aku inginkan?"

"Hah ...! kamu sedang berbicara apa Kirana? sejak kapan hatiku ada dalam hatimu? Dari awal pernikahan kita, kamu selalu meracau tentang itu. Agar kamu paham Kirana, kukira dulu kamu akan berbeda, seorang perempuan pegawai kantoran dengan jabatan yang tinggi, cantik dan energik, tapi aku mulai kecewa saat kamu memilih melepaskan jabatanmu dan hanya jadi babu di rumahku."

"Aku hanya ingin fokus melayanimu Mas, memberikan semua yang kamu butuhkan, menyiapkan segala kebutuhanmu, dan menjaga agar rumah kita nyaman untuk tempat kamu istirahat, sampai aku lupa pada diriku sendiri." Suaraku melemah, ya itulah kesalahanku, melupakan diriku sendiri.

"Aku mencoba menerima gaji mu yang hanya cukup untuk makan sederhana setiap hari, aku bahkan tidak mengeluh meski kamu tidak pernah mencukupi keperluanku, aku tetap membuatmu menjadi laki-laki yang dihormati oleh teman-temanmu dengan pakaian yang bersih dan rapi setiap hari, apakah kamu tidak pernah berpikir hal itu Mas?"

"Aku tidak peduli pada semua itu sekarang Kirana, kamu datang ke kantorku dan membuat kekacauan, kamu tahu kalau jabatanku terancam?" dongaknya begitu dekat dengan wajahku.

"Sungguh?" Aku pura-pura kaget dan tertegun. Lalu, kuucapkan dengan lantang, "Aku tidak peduli!" kata itu tepat kusampaikan di depan wajahnya. "Bukankah kamu sudah tidak menganggapku istrimu? apa peduliku!"

"Bagaimana kamu tidak peduli? kita tidak bisa membayar cicilan rumah ini dan tidak bisa makan kalau aku menjadi pengangguran Kirana!" sentaknya.

"Selama 2 tahun pernikahan kita, aku bahkan tidak pernah menikmati uangmu, kamu hanya memberiku sedikit uang untuk kebutuhan sehari-hari, makanan enak yang selalu dibawa ke kantormu itu, kamu kira uang dari mana? Uang yang kamu berikan mana cukup untuk membeli bahan-bahan mahal seperti itu!" Kutatap wajahnya lebih dekat, "Aku tidak peduli meski kamu harus kehilangan segalanya, karena aku sudah tidak mau bersamamu lagi!"

Aku kembali menata bajuku, menutup dan menguncinya di dalam koper.

"Kamu mau jadi gelandangan di luar sana, Kirana?" tanyanya dengan congkak, saat aku menarik koper ke luar kamar.

"Aku masih perempuan cantik dan energik, sama seperti dua tahun lalu, sebelum aku salah memilihmu!" jawabku kembali melihat dirinya yang masih berdiri di samping tempat tidur.

Aku mengeluarkan ponsel dan melakukan panggilan pada salah satu pegawai Bank Swasta.

[Hallo. Bagaimana Pak, uangnya sudah bisa saya cairkan?]

[Sudah Bu, Ibu sudah bisa mengambilnya.]

[Baik Pak, terimakasih.]

"Aku tidak perlu jadi gembel setelah cerai dari mu, Mas!" ucapku lantang padanya.

Mas Irawan hanya terdiam, sepertinya lidahnya tiba-tiba menjadi kelu.

"Aku sengaja menyembunyikan tabunganku ketika masih bekerja, tadinya akan kugunakan untuk melunasi rumah ini, tapi ternyata kamu sudah menunjukkan betapa buruknya dirimu!"

Wajahnya semakin memerah padam, aku melenggang meninggalkan tubuhnya yang mematung seperti tumpukan gunung es.

"Ada lagi barang yang mau dibawa, Bu?" supir taksi yang sudah kupesan menghampiri.

"Tidak ada, hanya ini saja," jawabku pelan.

Supir taksi mengambil alih koper yang kubawa dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil.

Aku menghembuskan napas berat, tidak pernah kusangka aku akan pergi dengan cara seperti ini. Pelan tanganku membuka gagang pintu mobil, namun sebelum kakiku melangkah untuk masuk.

'Brugh ...!'

Pintu itu ditutup kembali.

"Tunggu Kirana!" Tangan Mas Irawan meraih tanganku. "Jangan berpikir gegabah! Perceraian bukan hal yang mudah, kamu harus memikirkan nasibku. Selama 2 tahun ini, aku menanggung hidupmu. Bagaimana kamu bisa pergi seperti ini? Setidaknya, katakan pada Pak Haidar kalau kamu memaafkanku," suaranya memohon dan memelas.

"Akan kucoba pikirkan!" Leraiku, menarik tangan yang ia genggam. Rasanya, sudah tak sudi lagi tangan ini disentuh oleh Mas Irawan.

"Tolong Kirana," ucapnya lagi.

Aku membuka pintu mobil, tangan Mas Irawan masih mencoba meraih tanganku, namun aku menolaknya kasar.

'Brugh ...!'

Kututup pintu mobil, hatiku terluka, ternyata apa yang kuberikan padanya selama ini, tidak ada harganya sama sekali dibanding pekerjaan dan dirinya sendiri.

"Berangkat Pak!"

Mobil melaju, teriakan Mas Irawan terdengar samar, menghilang terbawa terpaan angin.

"Kirana tolong maafkan aku!"

"Kirana, please!"

Bersambung ....

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • SALAH MEMILIH SUAMI   Part 40 (Tamat)

    Atha~Aku mengepal dan meremas rasa sakit, lelaki bajingan itu telah berani menyakiti istriku! Selama ini aku membiarkannya karena masih menganggapnya teman, tapi kali ini dia benar-benar menunjukkan sifat kegilaannya. Aku sungguh tidak menyangka dia bisa melakukan hal sekeji itu pada Kirana, perempuan yang bahkan pernah ia cintai.Aku tidak pernah berpikir bahwa ada cinta seperti itu, melukai wanitanya sendiri hanya karena cintanya tak berbalas."Lacak keberadaan Ihsan dan keempat lelaki itu sekarang! Aku tidak akan membiarkannya lepas setelah apa yang mereka lakukan pada Kirana!" sentakku pada semua pegawai IT kantor."Aku ingin membuat perhitungan dengan kepalan tanganku sendiri! dia pikir bisa menguji cinta dan kesetiaanku pada Kirana dengan cara seperti ini? sungguh Ihsan benar-benar bodoh!""Apa maksudnya Pak?" seseorang bertanya karena merasa heran dengan pemikiranku."Hm!" Aku berdecak."Ihsan melakukan sebuah siasat agar aku merasa jijik pada Kirana dan mencampakannya. Dia ti

  • SALAH MEMILIH SUAMI   Part 39

    "Kiran.""Iya sayang."Atha memicingkan matanya."Why?""Hanya belum terbiasa," jawabnya sembari mengelus rambutku lembut."Hari ini kita akan melihat rumah yang dibelikan Ayah, jam sepuluh aku jemput ya?" ucapnya lagi. Ia masih sibuk menata dasi yang dikenakan. Aku mendekat dan memberi sentuhan, memukul manja dadanya yang bidang."Rumah ini dan rumah kamu gimana?" tanyaku tanpa menatap."Kamu suka tinggal di sini?" Aku menggangguk dua kali."Lihat saja dulu rumahnya, mungkin kamu lebih suka. Kirana Tufatu Zahra bisa tinggal di mana saja, tidak masalah asal sama aku," jawabnya dengan barisan gigi yang putih."Aku berangkat dulu ya, hati-hati. Jangan bukakan pintu untuk sembarang orang," pesannya sebelum pergi. Aku mengambil punggung tangan dan menciumnya lembut. Atha memandang sesaat sebelum ia mengecup keningku dan melangkah menuju mobil.Aku melihat ia menghidupkan mobilnya, dan menatap lewat kaca spion. Apa yang beda hari ini? rasanya ada sesuatu yang kurang nyaman dihati saat me

  • SALAH MEMILIH SUAMI   Part 38

    “Aku harus pergi ke kantor sebentar, ada urusan yang tidak bisa didelegasikan sama yang lain,” ucap Atha mendekatkan wajahnya, hanya beberapa inci saja jarak kami sekarang.Aku mengerucutkan bibir, ini hari pertama pernikahan kami. Atha tidak bisa mengajukan cuti meski pemilik perusahaan.“Hanya sebentar saja, aku akan segera kembali,” rayunya lagi sembari mencubit pipi.“Iiii. Sakit!” Mataku melotot. Atha tergelak sembari berlari kekamar untuk mengambil kunci mobil.Ponsel yang kusimpan di atas meja bergetar pelan, sengaja hanya digetarkan tanpa suara agar punya waktu privasi dengan Atha, malah pesan group aku senyapkan.Pesan WhatsApp sampai penuh, chat teman-teman yang menyampaikan selamat juga berbaris rapi, apalagi group kantor sampai ribuan komentar, entah apa yang sedang mereka bahas, Aku kurang tertarik. Dari deretan pesan itu kulihat ada nama Ihsan di barisan paling atas.[Selamat atas pernikahannya ya Kirana, maaf kalau sikapku telah mengecewakanmu. Baru kali ini aku mencin

  • SALAH MEMILIH SUAMI   Part 37

    Pemandangan yang menakjubkan! lelaki di hadapanku saat ini terlihat bak malaikat tak bersayap, bulu alis teduh, lekuk wajah sempurna, dan hati yang menawan. Sungguh aku tak salah memilihnya menjadi imam untuk menuju surga-Nya.“Mau sampai kapan, kamu memandangku seperti itu?” ucapnya pelan tanpa membuka mata.“Bagaimana kamu tahu, aku sedang menatap, kalau matamu saja tidak terbuka?” jawabku, seraya membelai lembut, lengkung hidungnya yang indah. ‘Kamu adalah ciptaan Tuhan yang diberikan kelebihan dalam rupa,' batinku.“Aku tidak memerlukan bola mata untuk melihat bidadari, karena ia sudah bersatu dalam jiwaku,” jawabnya perlahan, sembari membuka kelopak mata.“Kamu adalah salah satu ciptaan Tuhan yang sempurna Kirana.” Tangan Atha membelai lembut rambutku yang mengurai menutupi kening. Bahkan kami saling memuji satu sama lain.“Shalat berjamaah yuk.” Atha bangkit dan berdiri dengan celana pendek tanpa menggunakan atasan alias telanjang dada, bulu-bulu halus di dada bidangnya membuat

  • SALAH MEMILIH SUAMI   Part 36

    Aku menatap sosok yang baru di depan cermin, perempuan yang sama dua tahun lalu, tapi hari ini lebih terlihat dewasa dengan binar bola mata yang bahagia. Tidak ada keraguan dalam tatapannya, tidak seperti dua tahun lalu ketika memakai riasan yang senada untuk acara yang sama, namun hatinya entah ada di mana.“Kamu sudah siap sayang?” tangan Ayah menyentuh pundak, aku berbalik untuk menatapnya.“Ayah, Insya Allah sekarang Kirana tidak salah memilih lagi,” ucapku pelan, menahan hawa panas dalam kantung mata.“Anak Ayah sekarang sudah lebih dewasa, pengalaman pahitmu bisa menjadi pelajaran yang terbaik dalam memilih pasangan lagi,” Ayah memegang erat puhu tangan, meyakinkan kalau aku sudah memilihnya dengan pertimbangan yang lebih dewasa dan matang.Ayah memapahku untuk berjalan, keluarga dan sahabat terdekat sudah menunggu di ruang tamu. Mas Haidar dan Khaira pun tampak duduk manis di tengah-tengah mereka.Aku menegakkan pandangan, melihat calon suamiku yang sudah berdiri untuk menyamb

  • SALAH MEMILIH SUAMI   Part 35

    Aku mengangkat wajah, setelah tertunduk cukup lama untuk memulihkan hati. Kutatap laki-laki yang ada di hadapanku sekarang, matanya sendu dengan wajah yang sedikit pucat, bibirku melengkung membentuk sebuah senyuman yang indah dan manis.“Ihsan adalah lelaki yang akan sulit untuk ditolak perempuan, termasuk oleh Kiran. Ia tampan, baby face, lembut, romantis, dan punya cukup materi,” jelasku, hal itu seketika membuat Mami tersenyum lebar, bibir pucat Ihsan pun sedikit lebih bernyawa dengan senyuman yang tergaris.“Tapi, sayangnya Kiran sudah memiliki satu pria seperti itu sejak 8 tahun silam, meski banyak yang hampir menyerupainya, ada hal yang tidak dimiliki orang lain dan hanya dimiliki olehnya saja. Atha seorang pria yang memiliki rasa cinta tanpa meminta, ia hanya cukup mencintai, memberikan kebahagiaan, bahkan melepas tanpa dendam. Ia membiarkan perempuan yang dicintainya memilih kebahagiaannya sendiri tanpa mengurangi rasa cinta yang dimilikinya, ia tetap menemani perempuan yang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status