"Bicaralah sesuka hatimu, wahai sang jurnalis. Aku takkan menanggapinya, karena misiku cuma menyingkirkanmu," dengan sinisnya Ratu Prameswari mengitari tempat duduk Arbia yang sudah terikat di kursi.
"Apa untungnya kamu menculikku Ratu?" geram Arbia sambil mendesis kesal. Terdengar gelak tawa yang membahana di ruangan sempit itu. Entah Arbia tidak tahu di mana dia berada.
"Setidaknya aku sudah menyingkirkan satu diantara orang-orang yang menyakitiku itu menuju ke liang kubur."
Cih! Mendengar itu seakan Arbia ingin meludahi wajah gadis cantik yang hatinya busuk itu.
"Kamu sakit, Ratu!" Bukannya marah dengan ucapan Arbia, gadis itu tergelak lagi dengan kerasnya.
"Atau malah__," dengan menggantung kalimatnya yang sengaja dibiarkan membuat Arbia mendengus kesal.
""Atau mungkin ... Aku suruh anak buah Tiger Wong memperkosamu saja!"
Deg! Tidak bisa dibohongi jantung Arbia seolah putus dan berhenti berdetak. Wajahnya pias dan sudah di
Mampir lagi yuk di Sang Kapten. Jangan lupa di sini mampir juga@Takdir Yang Tertunda
Arbia mendesah sekilas melihat notif pesan yang sudah dia baca. Ada rasa enggan tiba-tiba menghinggapi hatinya. Entah kenapa semenjak kejadian demi kejadian ini, dia hanya ingin fokus pada kekasihnya saja. Disimpannya kembali benda pipih itu ke dalam sakunya lalu kendala berjalan di samping Axelle untuk kembali ke mobilnya. Axelle pun dengan sigap memeluk pinggang Arbia dan membawanya langsung pulang ke apartemennta. Tragedi demi tragedi sudah bantak di lewatinya. Dia ingina itu segera semua berakhir di pelaminan. Tak ingin dipisahkan lagi dengan kekasih yang teramat dia cintai itu. Mungkin dalam beberapa hari ini Axelle akan menyuruh Sang Ayah untuk melamarkan dirinya ke orang tua Arbia. Berharap kali ini tidak ada kendala sedikit pun. Selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan jalan keluar dan kesehatan. "Kita harus secepatnya menikah, Sayang." Arbia terpana mendengar ucapan Axelle barusan. Ketidak percayaannya mampu membuat seperti orang te
Plak! Plak! Tamparan keras itu mendarat tepat di wajah mulus Aa-Ri. Gadis cantik berwajah Korea itu tak menyangka semua perbuatannya akan tertangkap basah. Bahkan oleh kamera cctv. Saat ini ayahnya sedang murka besar dan tak sedikit pun memberi pembelaan apalagi jaminan kepada putri tunggalnya itu. Komandan Li menyerahkan putri satu-satunya kepada pihak polisi yang berada di bawah naungannya. Harga diri dan kehormatan sebgai komansan hancur seketika dan terancam akan turun jabatan dan di mutasi ke tempat lain. Permintaan maaf berkali-kali diucapkan oleh pihak Komandan Li dan keluarga. Arbia dengan lapang dada tapi Axelle masih bungkam seputar permintaan maaf Komandan Li yang diumumkan lewat media berita. Demikian juga denga Zakaria Lawalata Laki-laki tua itu sampai detik ini belum buka suara mengenai konferensi pers yang di gelar oleh Komandan Li dan keluarganya sebagai bentuk perminta maafan atas terjadin
Dominic menyipitkan matanya. Bergerak maju dengan kondisi tubuhnya yang masih lemah . Dia mencoba mendekati gadis berwajah Korea itu. Jarak itu cuma 5 centi dari tempatnya berdiri. Dia ingat betul sekarang siapa gadis Korea itu. Gadis yang sudah membuatnya menggendong Arbia waktu itu. Ketika Arbia merasa dikhianati Axelle. "Jadi ini rupanya, biang kerok dari semua musibah yang sudah terjadi," gumam Domimic. Beberapa kali pria itu mengangkat jameta ponselnt dan mencoba merekam pembicaraan gadis itu dengan orang yang ada di sebdrang telpon. [Apa dia mati?] [Sebentar lagi dia pasti mati. Alu sudah pastikan reporter muda itu tewas kehabisan darah. Kalau tidak ginjal sebelah kanannya pasti sudah rusak kena nelagiku.] [Bagaimana dengam calon suaminya, Sang Kapten? Apa dia baik-baik saja?] [Iya, Mom. Thanks more, atas dukungannya Nanti Aa-Ri kanati lahi. Nye om. Love you.] Klik! Pembicaraan itu sudah selesai. Dominic han
Oh! Mata Arbia mendelik dengan tubuh terhuyung bertumpu pada westafel toilet rumah sakit. Dia mersdakan ada hawa dingin yang mengalir di sebelah dada kirinya. Matanya seperti menggelap kepalanya berkunang dan wajah perlahan memucat. Darah segar mengalir berurutan dari dada kirinya turun merambat lalu menetes ke lantai toliet. Tbuhnya seketika tumbang dan ambruk ke lantai yang dipijaknya. Tetsungkur dengan mrmrgangi bagian dadanya sebelah kiri yang masih tertancap pisau. Darah itu mengalir terus. Ada sebentuk seringai dari sosok lain yang sedari tadi sudah menyakdikan kesakiran Arbia. Sosok bercadar hitam itu hanya membuang muka melihat Arbia tertelungkup dengan darah terus mengalir dari luka tusuknya. Tanpa ada niatmenolong sosok bercadar hitam itu meninggalkan toilet wanita itu dengan cepat. Beberapa menit kemudian sosok itu sudah menghilang. Sedang di ruang intensif, Axelle baru bisa membuka matanya. Melihat satu-satu orang yang mengelilingi
Arbia berlari di samping pembaringan pasien yang di dorong oleh suster itu. Air matanya berhamburan seakan berlomba untuk mencari jalan keluar di matanya. "Mbak Arbia di sini saja. Biar kami dan dokter yang menanganinya," ucap perawat itu sambil membuka pintu operasi dan membawa Axelle ke dalam ruang operasi. Gadis itu seketika berhenti di depan pintu ruang operasi. Dari arah lift Arka dan keluarga Axelle juga papa dan mamanya datang. Dengan tangis pilu Amber menjatuhkan tubuh kecilnya ke pelukan Sang Ayah. Zakaria Lawalata yang melihat putrinya dalam kondisi putu asa mendekapnya sangat erat sekali. Soepomo Hadiningrat dan istrinya pun hadir. Lelaki Tua itu mondar-mandir dengan kegelisahan yang luar biasa. Dia meminta Kaifan menjelaskan kronologi yang terjadi. Dengan suara bergetar dan bibir bergetar Kaifan selaku wakil dari Kapten menjelaskan sedatail mungkin. Tubuh Soepomo terhuyung dan hampir saja jatuh kakau tidak
"Arbia!" Teriakan itu membuat Dominic dan Arbia terkejut. Gadis itu berjengkit kaget melihat Axelle yang sudah di depan pintu. Berdiri dengan wajah merah padam menyeramkan. Tangannya mengepal siap melayangkan tinju. Arbia srgera melompat turun tak mempedulikan kondisi Dominic yang jesakitan akibat kakinya menginjak paha Dominic. "Apa-apaan kamu. Di ruang pasien tidur satu ranjang. Dia siapa? Kamu siapa?" Meledak sudah amarah Axelle. Hatinya kalut dibakar cemburu yang membabi buta. "Pantas nggak yang kamu lakukan?" tanya Axelle dengan tinggi. Arbia hanya menunduk dan menggeleng. Sedang Dominic merasa ulu hatinya berdenyut sakit mana kala melihat Arbia di sentak oleh Axelle. Tapi Dominic tidak bisa berbuat apa-apa. Mana kala Axelle menarik dengan kuat tangan Arbia untuk menjauhi ruang rawat inapnya. Hanya dengan mengandalkan anak buahnya sekarang dia ingin melacak informasi setiap detik tentang Arbia yang sedang di hakimi oleh Axel