Beranda / Urban / SANG MAFIA PENGUASA / 4. Milikku Harus Kembali!

Share

4. Milikku Harus Kembali!

Penulis: MinZimi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-19 17:16:41

Suasana di dalam ruangan terasa begitu tegang. Suara ketukan jari-jari Alden di atas meja mejadi irama tak terduga dalam pertemuan tersebut. Mr. Kendrick, sang manajer pengelola dana kelompok mafia itu duduk di samping Alden sambil menatapnya dengan serius.

            Ini pertama kalinya lagi ia melihat wajah serius Alden, setelah sekian lama berada dalam kondisi terpuruknya. Sialnya, ia malah melihat sendiri pegawainya memperlakukan Alden dengan buruk dan secara berani memakinya.

            “Beritahu aku apa yang masih tersisa!” pinta Alden tanpa basa-basi dan langsung ke inti pembicaraannya.

            Mr. Kendrick akhirnya memulai permbicaraan. Dia melaporkan dengan jelas segala kerugian yang diderita  oleh kelompok mereka akibat serangan kelompok David Durant.

            Mr. Kendrick menarik napasnya dalam-salam sebelum melanjutkan paparannya. “Situasi semakin parah, Sir. Kelompok David benar-benar telah menghancurkan sebagian besar aset kita. Beberapa gudang yang kita miliki sudah terbakar habis, menyisakan bara dan puing-puing yang kian menggunung. Bukan hanya itu saja, mereka juga menyabotase gedung-gedung yang kita gunakan sebagai markas operasi. Kini kita kehilangan tempat berlindung dan berkumpul,” jelasnya.

Alden mendengarkan dengan penuh perhatian, namun ekspresinya semakin keras saat melihat klip video yang menampilkan gudang yang terbakar. Ia merasa seperti ada api yang membakar dalam dadanya, mengingat bagaimana gudang-gudang itu dulunya berisi aset berharga kelompok mereka.

Mr. Kendrick melanjutkan, "Tidak hanya kerugian materil, Sir. Ada juga kerugian imateril yang lebih sulit diukur. Beberapa anggota kita tewas dalam serangan mereka. Mereka tidak ragu untuk mengambil nyawa anggota-anggota kita yang tak bersalah. Kini, kehilangan nyawa mereka telah meninggalkan celah dalam kelompok kita."

Di tengah paparannya, ia menyertakan video yang menunjukkan serangan brutal terhadap salah satu gudang milik kelompok mereka. Tampak di dalam video, David sedang merokok dengan santai sementara seseorang yang dulu mereka anggap enteng tengah mengalami penderitaan.

"Dan yang lebih buruk lagi," lanjut Mr.Kendrick dengan nada rendah, "serangan ini juga merusak reputasi kita di dunia bawah tanah. Kabar tentang kerentanan kita menyebar seperti api, mengabarkan bahwa kita bukanlah penguasa bawah tanah yang tak tergoyahkan lagi. Kelompok David telah meruntuhkan ketakutan dan rasa hormat terhadap kita."

Ketika video itu berakhir, suasana semakin hening. Alden menatap tajam layar tablet yang ditampilkan oleh Mr. Kendrick. Rasa amarah dan keputusasaan terus tumbuh di dalam dirinya. Kemarahan itu mencapai puncaknya saat David memerintahkan salah satu anak buahnya untuk menembak mati orang yang bertanggung jawab atas gudang tersebut. Dalam sekejap, kepalanya berputar dan pandangannya tertuju pada senjata yang diarahkan ke arah pria tak berdaya itu.

Bunyi tembakan itu memecah keheningan ruangan. Alden merasa seperti dunianya runtuh. Ia merasakan kekosongan di dalam dirinya, melihat sosok pria itu tak berdaya jatuh dengan darah yang mengucur dari kepalanya. Ia merasa marah pada dirinya sendiri, marah pada situasi ini, dan marah pada David yang telah berhasil memanipulasi segalanya.

Tanpa ragu, Alden meraih tablet itu dan menghancurkannya dengan kekuatan fisiknya. Tablet itu hancur berkeping-keping di tangan Alden, seolah mencerminkan kekacauan yang melingkupi hidupnya saat ini. Namun, tindakannya itu hanya menjadi pelampiasan sebentar. Ketidakpastian dan keputusasaan masih membayangi pikirannya.

Alden merasa darahnya semakin mendidih mendengar paparan dari Mr. Kendrick. Penyeragan David dan kelompoknya telah melukai kelompok mafia mereka dengan sangat dalam. Alden merasa dirinya bertanggung jawab atas semua ini. Ia merasakan beban kesalahan yang mendalam karena kelompok David ternyata lebih licin dan cerdik dari yang pernah mereka duga.

“Sir, kita harus bergerak dengan cepat,” ucap Mr. Kendrick yang memahami kemarahan Alden.

Alden mengangguk dengan pahit, merasa perih melihat wajah-wajah rekan lama yang tewas dalam pertempuran tak adil ini. Dalam diam, ia mengumpulkan amarah dan tekad untuk melawan balik.

“Apa kau akan kembali menyatukan semuanya, Sir?” tanya Mr. Kendrick penuh haram.

Rahang Alden yang mengeras, dengan tatapan matanya yang tajam sebenarnya sudah menjawab semua pertanyaan Mr. Kendrick. Tapi dia ingin memperjelasnya dengan jawaban dari mulu Alden sendiri.

“Tentu saja. Milikku harus kembali!” jawab Alden dengan sungguh-sungguh.

Tidak lama setelah itu, ponsel Alden bergetar dalam saku celananya. Ia mengeluarkan ponselnya dan membaca pesan singkat yang muncul di layar.

Pesan itu berisi tentang informasi sebuah lokasi apartemen tempat dirinya ditunggu. Pesan itu juga memberitahu Alden untuk datang tanpa membawa anggota atau senjata apa pun. Penggirimnya adalah detektif yang sebelumnya menawarkan kerja sama untuk melawan David.

“Aku akan pergi. Pastikan semua aset tersisa kita berada dalam tempat yang aman. Masalah ini, akan aku selesaikan,” ucap Alden pada Mr. Kendrick.

Dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan meninggalkan Mr. Kendrick tanpa menunggu jawabannya. Dia juga megabaikan pesan dari detekif itu, sebab dirinya sangat yakin bahwa ia bisa menangani masalah ini sendiri tanpa bantuan orang lain.

Dengan langkah mantap, Alden keluar dari perusahaan importir mobil yang ia kelola itu. Ia menuju mobil mewahnya, merasa semakin tegar untuk menghadapi apa pun yang akan datang.

Namun, ketika Alden hampir mencapai pintu keluar, tiba-tiba sepuluh mobil jeep muncul di depannya. Orang-orang keluar dari mobil-mobil tersebut dengan membawa senjata api, senjata tajam bahkan yang tumpul sekalipun. Tidak ada keraguan sedikit pun bahwa mereka adalah bagian dari kelompok musuh yang sudah merencanakan serangan terhadap Alden.

“Bagus sekali, kami menemukanmu di sini.” Suara seorang pria menggelegar di udara. Senyuman sinis menghiasi wajah pria itu yang jelas merupakan pimpinan dari kelompok musuh yang menghadang Alden.

Alden merespon dengan senyuman tipis. Mata pria itu bertemu dengan mata pria yang dulu dianggapnya sebelah mata. Ketua kelompok mafia musuh itu meremehkan Alden, menganggapnya hanya sebagai pion biasa dalam permainan besar ini.

Senyuman di wajah Alden sama sekali tidak berubah. Di balik ketenangannya, ia merasakan api semangat yang membara untuk membalas dendam.

Alden berdiri di sana sendirian, dengan orang-orang bertubuh besar mengelilinginya. Ia bahkan tak memegang senjata apa pun. Tapi pandangannya tetap tenang, menatap orang-orang itu bagai debu yang menghalangi perjalanannya.

“Kelompokmu sebentar lagi akan habis!” ucap ketua pasukan yang mengepung Alden tersebut dengan tawa sombongnya yang menggelegar.

“Oh, ya? Bukankah kau sudah salah perhitungan datang ke sini? Apa kau tidak takut jika kau dan pasukanmu ini tidak akan pernah bisa kembali lagi, hem?” sahut Alden dengan santai

Ketua pasukan itu mengerutkan keningnya. Alisnya bertaut, sambil menggertakkan giginya. Kemudian dia tiba-tiba tertawa dengan kencang.

“Apa kau pikir dirimu ini sungguh hebat, heh? Kau bahkan tak lebih dari seorang sebuah budak yang tidak berguna di sini! Lebih baik kau menyerah saja, atau jika perlu berteriaklah minta tolong pada bosmu yang pengecut itu!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SANG MAFIA PENGUASA   112. Kesalahan Orang Lain

    Alden terdiam sejenak, meresapi kata-kata Zane dengan serius. Tidak hanya Zane yang mengingatkannya pada tanggung jawabnya terhadap Alana, tetapi juga hatinya yang penuh dengan keraguan dan kebingungan."Aku tidak akan mengecewakannya," ujar Alden dengan mantap, meskipun terasa seperti dia lebih mencoba meyakinkan dirinya sendiri daripada Zane.Zane hanya mengangguk sekali lagi, ekspresinya tetap serius dan agak ragu. Keduanya saling bertukar pandang sebentar, sebelum akhirnya Zane berbalik dan meninggalkan ruangan.Alden duduk kembali di tempatnya, membiarkan kata-kata Zane meresap dalam pikirannya. Dia merasa bertanggung jawab atas keselamatan dan kesejahteraan Alana saat ini.Dengan perasaan yang membara, Alden bangkit dari kursinya dengan langkah-langkah mantap. Wajahnya memancarkan kemarahan yang mendalam. Dia tidak bisa membiarkan orang yang telah menyentuh Alana dengan kasar itu lepas begitu saja.Langkah Alden yang cepat menuntunnya keluar dari ruangan. Dengan pandangan tajam,

  • SANG MAFIA PENGUASA   111. Balas Dendam Terbaik

    Frey mengangguk patuh pada perintah Alden, menyeret pria tua itu menjauh dari kerumunan. Sedangkan Alden, dengan Alana yang masih tidak berdaya di pelukannya, bergerak cepat menuju kendaraannya.Saat mereka menjauhi tempat itu, Alden merasa beban yang mengendap di dadanya semakin berat. Dia tak bisa menerima bahwa Alana telah menjadi target musuh-musuhnya. Namun, dalam keadaan genting seperti ini, dia harus memprioritaskan keselamatan Alana di atas segalanya.Setelah meletakkan Alana di dalam mobilnya, Alden segera memacu kendaraannya menjauh dari tempat itu. Pikirannya dipenuhi dengan kekhawatiran dan pertanyaan tentang siapa di balik serangan itu, dan bagaimana mereka bisa menemukan solusinya.Sementara itu, Frey beserta orang-orangnya mulai melakukan penyerangan balik. Dia memang sudah mendapatkan informasi terkait mobil Alden yang dikejar oleh orang hingga berakhir di sebuah desa itu.Suara pukulan dan tembakan salih sahut di tengah kesunyian malam. Entah sudah berapa banyak korba

  • SANG MAFIA PENGUASA   110. Kembalikan Wanitaku!

    Namun, sebelum Alden bisa bereaksi, seseorang menarik tangannya dari belakang. Frey telah tiba di tempat kejadian dengan ekspresi serius di wajahnya."Tuan, kita harus pergi sekarang!" seru Frey sambil menarik Alden menjauh dari kerumunan. Alden mengangguk singkat, masih terkejut dengan kejadian yang baru saja terjadi.Dia segera mengikuti Frey, meninggalkan keributan di belakang. "Ada apa, Frey? Siapa mereka semua?" tanya Alden begitu mereka jauh dari kerumunan.Frey menghela napas. "Aku akan jelaskan semuanya di perjalanan. Tapi sekarang, kita harus cepat pergi dari sini."“Baiklah, kita jemput Alana dulu,” ucap Alden yang kemudian berlari menuju ke gubuk tua tempat mereka singgah di sana.Frey juga mengikutinya dari belakang sambil sesekali dia memerhatikan sekitarnya, memastikan tidak ada yang mengikuti mereka. Dia juga menatap kepergian pria bertopeng itu mulai menjauh dari keributan yang telah terjadi.“Sial!”Frey sedikit terkejut saat Alden keluar dengan marah-marah. Raut waja

  • SANG MAFIA PENGUASA   109. Orang yang Dikenalnya Muncul

    Alana berbaring di atas tempat tidur yang beralaskan tikar. Sementara Alden tidur di lantai yang juga beralaskan tikar.Dibandingkan kata rumah, ini lebih disebut sebagai gubuk yang sudah terbengkalai. Tapi, apa boleh buat. Mereka berdua tidak punya pilihan selain beristirahat di sana.Hari semakin gelap, dan mereka belum bisa menghubungi orang lain termasuk Frey. Alden masih memikirkan cara untuk segera keluar dari desa itu, agar tidak mengganggu warga jika mereka ketahuan berada di sana.“Alden,” panggil Alana dengan suara yang pelan.Gadis itu sama sekali tidak bisa menutup matanya. Dia memandangi langit-langit kamar yang sudah reyot itu.“Ada apa?” tanya Alden.“Aku penasaran dengan temanmu itu. Kenapa dia memakai topeng aneh?” tanya Alana tanpa basa-basi.Ya, sejak tadi Alana terus kepikiran tentang teman Alden itu. Terlihat pria itu tak berbicara dengannya, dia juga memakai topeng yang membuatnya terlihat mencurigakan.“Kenapa kau bertanya tentang dia, hem?” Alden kembali bertan

  • SANG MAFIA PENGUASA   108. Teman Baru

    Alden merasakan adrenalinnya meningkat saat situasi semakin tegang. Meskipun ia cemas dengan tindakan Alana yang terlalu berani, namun juga mengagumi keberaniannya.“Baiklah, tapi sebaiknya kau cepat,” ujar Alden sambil menekan tombol untuk membuka atap mobilnya. Suara peluru semakin keras saat menembus bodi mobil.Alana tidak membuang waktu. Begitu atap mobil terbuka, ia segera menarik pelatuk senjata api yang dipegangnya.Dor!“Cepat, kita harus keluar dari sini!” seru Alana, mata Alden memandanginya dengan campuran kekaguman dan ketegangan. Tanpa ragu, Alden menuruti perintahnya, memacu mobil dengan cepat meninggalkan tempat kejadian.Mobil mereka melaju dengan cepat, melewati jalanan yang semakin sepi dan sunyi. Sementara Alana masih berpegang teguh pada senjatanya, siap menghadapi segala kemungkinan di sepanjang perjalanan.Alden, sementara itu, berusaha mempertahankan ketenangannya meskipun hatinya berdegup kencang. Dia merenung tentang keberanian Alana, bagaimana wanita itu tib

  • SANG MAFIA PENGUASA   107. Penyerangan di Jalan

    Dia melangkah keluar dari ruangannya dengan langkah yang tegas. Pikirannya dipenuhi dengan keputusan untuk menegaskan batas-batas pribadinya, tanpa campur tangan dari siapapun, termasuk Sophia.Dalam perjalanan keluar dari kantor, Alden memikirkan rencana untuk menyelesaikan masalah ini. Dia tidak akan membiarkan campur tangan dari luar mengganggu hubungannya dengan Alana. Kepercayaan dan kebebasan adalah harga yang mahal baginya, dan dia tidak akan membiarkan siapapun mengambilnya.Alden pergi ingin menemui Alana. Dia juga tak sempat memberitahu gadis itu karena perasaannya yang benar-benar dibuat kesal oleh ucapan Sophia.Saat Alden tiba di kafe, dia melihat Alana masih duduk di sana dengan Zane. Dia menemui mereka dengan langkah mantap, wajahnya terlihat serius namun terkontrol."Alana," panggil Alden, membuat Alana dan Zane menoleh ke arahnya.Alana merasa kaget melihat Alden datang, terutama setelah percakapan singkat dengan Sophia yang masih membekas di pikirannya. Namun, dia me

  • SANG MAFIA PENGUASA   106. Cara Kami Berhubungan

    Dalam hati, Alana merasa frustrasi dengan pertemuan tersebut. Meskipun dia yakin dengan keputusannya untuk mempertahankan kemandiriannya, namun sikap Sophia membuatnya merasa kesal. Dia tidak suka jika ada orang yang berusaha mengatur hidupnya atau meragukan kemampuannya untuk membuat keputusan sendiri."Sialan! Dia pikir aku tidak tahu siapa dirinya, heh? Menyebalkan!" desis Alana dalam hati, menyesali percakapan yang baru saja terjadi. Meskipun dia berusaha memaklumi kekhawatiran Sophia, tapi cara Sophia menyampaikan pesannya membuatnya merasa tersinggung.Dengan wajah yang tegang, Alana mengambil tegukan panjang dari kopi hangatnya, berusaha menenangkan diri. Dia tahu bahwa dia harus tetap tenang dan tegar menghadapi situasi ini.Dering ponselnya, menglihkan perhatian Alana. Dia menghela napas panjang, sebelum menjawab telepon tersebut. “Aku sedang di kafe,” jawab Alana singkat.Namun, belum selesai dia berbicara, telepon itu lebih dulu terputus. Alana berdecak sebal, t

  • SANG MAFIA PENGUASA   105. Konflik Baru yang Menyebalkan

    “Apa yang sebenarnya kalian ributkan?” Alden bertanya disaat dia sedang berdua dengan Frey. Mendengar alasan kedua eldernya itu tak membuat sepenuhnya percaya. Alden tahu betul bagaimana sosok Frey selama bekerja dengannya.Frey menatap Alden dengan tatapan yang penuh pertanggungjawaban. Dia merasa tegang menyadari bahwa dia harus memberikan penjelasan yang meyakinkan kepada Alden.“Tuan, ini bukanlah masalah besar. Kami hanya memiliki perbedaan pendapat kecil yang berujung pada pertengkaran. Itu sudah selesai dan tidak akan mengganggu kinerja kami di masa mendatang,” jawab Frey dengan suara yang berusaha tenang.Alden menyimak penjelasan Frey dengan cermat, tetapi ada keraguan yang masih menghantui pikirannya. Dia tahu betul bagaimana dinamika kerja di dalam organisasinya, dan dia tidak akan percaya begitu saja tanpa memastikan semuanya benar-benar terselesaikan.“Apa sekarang kau menutupi sesuatu dariku, Frey?” Alden kembali mendesak.Frey menelan sal

  • SANG MAFIA PENGUASA   104. Masalah yang Tidak Ada Habisnya

    Alana menatap pria paruh baya itu dengan sikap tegas, tidak gentar meski dihadapkan pada intimidasi."Rasa terima kasih? Bagi apa? Bagi apa kamu memaksaku masuk ke dalam situasi yang bahaya? Kau harusnya tahu,aku tidak akan membiarkan siapapun memperlakukan diriku dengan semena-mena, termasuk kamu!"Pria paruh baya itu menahan kemarahannya, menyadari bahwa Alana tidak akan mundur begitu saja. Namun, ekspresi wajahnya masih penuh dengan ketidaksenangan."Ini bukan masalah terima kasih, Alana. Ini tentang keselamatanmu juga. Alden tidak akan selalu ada untuk melindungimu."Alana menahan napasnya sejenak, menimbang kata-kata pria itu dengan hati-hati. "Aku tahu bagaimana mengurus diriku sendiri, dan aku juga tahu kapan harus meminta bantuan. Jadi, jangan membuat kamu menjadi alasan mengapa aku harus bersyukur."Dengan tatapan tajam, Alana meninggalkan pria paruh baya itu sendirian dengan pikirannya. Dia tidak akan membiarkan dirinya dipermainkan atau dikuasai oleh siapapun, bahkan dalam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status