Share

BAB 4

Lucca Alonzo

Saat mendengar nama itu lagi, napasnya tercekat sembari memegangi area lehernya. Bayangan lelaki itu tiba-tiba saja masuk ke dalam kepala setelah dia berusaha melupakannya. Lucca mencarinya atau mencari kalung miliknya.

"Aku tidak tahu kenapa dia menyuruh anak buahnya mencarimu. Aku berhasil menghindar dan saat ini sedang dalam perjalanan ke luar kota London. Kita tidak akan bertemu untuk beberapa waktu. Kau harus berhati-hati. Tapi saranku, sebaiknya kau segera urus suratmu dan pulang. Di sini sudah tidak aman bagimu. Jangan pedulikan Thomas karena dia tidak peduli padamu."

"Baiklah. Terima kasih karena masih melindungiku. Aku sangat menghargainya. Kau harus berhati-hati."

"Tentu." Lalu hening sesaat sebelum Riley melanjutkan. "Senang mengenalmu Abigail. Aku akan merindukanmu."

"Err—ya." Abigail mengusap tengkuknya. "Sampai jumpa lagi."

Abigail menurunkan ponselnya saat Riley memutuskan sambungan, memandangi kedua sahabatnya yang menatap ingin tahu. Abi menghela napas panjang sebelum mengambil keputusan meski kurang yakin.

"Aku akan mengambilnya malam ini. Mungkin, inilah kesempatan terakhirku."

***

Abigail berdiri di bawah payung ketika hujan semakin menderas saat waktu menunjukkan pukul delapan malam. Memandangi rumah mewah yang ada di balik pagar hitam. Rumah di mana dulu dia pernah tinggal bersama Thomas di masa awal-awal musim semi mereka. Sebelum Abigail tahu seperti apa tabiat kekasihnya.

Abigail merapatkan coat panjang yang dikenakannya. Kalau bisa memilih, Abigail lebih baik bersembunyi di balik flatnya. Namun dia tahu, kalau dia harus cepat melakukan sesuatu. Terlebih lagi dia sedang di cari-cari oleh seseorang yang berbahaya.

Dihelanya napas panjang, mencoba yakin dengan apa yang dia lakukan, lalu tanpa disadarinya dia sudah berada di dalam rumah Thomas yang sepi. 

"Silahkan jika Nona mau mencari barangnya yang tertinggal," ucap Martha, si pelayan rumah yang baik dan mengenalnya.

Abigail tersenyum, "Terima kasih Martha. Aku hanya sebentar."

"Baik Nona. Tuan Thomas kemungkinan tidak akan pulang malam ini."

Martha berbalik pergi, Abigail  bergegas ke lantai atas di mana kamar Thomas berada.  Dia mencari ke segala sudut kamar namun tidak menemukan apapun. Dengan gusar, Abigail mencoba ke ruang kerja Thomas dan menggeledahnya sampai dia menemukan brangkas yang terkunci. Abigail mencoba menembus sandinya tapi selalu gagal dan itu membuatnya begitu frustasi.

"Ayolah, aku mohon terbuka."

Abigail mencoba semua sandi setelah mengingat semua hal tentang Thomas berharap ada yang cocok namun tetap saja tidak bisa terbuka sampai akhirnya dia menyerah dengan helaan napas berat.

"Ini tidak akan terbuka dengan mudah." 

Abigail kembali mengotak-atiknya dengan perasaan putus asa.

"Kau mencari ini, Abigail."

Suara itu sontak membuatnya berbalik dengan wajah kaget saat menemukan Thomas bersandar di ambang pintu sembari memegang amplop coklat. Abigail bergeming saat melihat senyuman Thomas yang perlahan berjalan mendekatinya.

"Bagaimana kau bisa ada di sini? Bukannya—"

"Kau pikir aku masih di Las Vegas." Thomas tersenyum. "Ya memang seharusnya begitu rencananya. Aku menghabiskan dua malam lagi di sana tapi itu sebelum aku mendapatkan undangan dari kenalanku. Aku memutuskan pulang dan ingin pergi mencarimu tapi ternyata—" Abigail terkesiap saat menyadari Thomas sudah berdiri di depannya menyentuhkan telapak tangannya di pipi. "Kau ada di rumah. Aku beruntung sekali." Lalu wajahnya perlahan maju untuk menciumnya dan Abigail reflek mendorong Thomas dan mundur menjauh.

"Kau menjualku!!" Desisnya. "Aku bodoh berpikir kalau kau benar-benar mencintaiku." Abi berusaha keras menahan air matanya tidak meleleh turun tapi tidak bisa. Dia seseorang yang emosional, menangis merupakan luapan emosinya. "Kembalikan surat-suratku sekarang juga. Aku harus pulang ke Indonesia."

"Sayang, jangan menangis seperti itu. Aku tidak pernah bisa melihatmu menangis," ucapnya lembut seraya maju, Abigail langsung mundur. Thomas nampak kecewa.

"Tapi kau bisa menjualku seperti barang dagangan!" desisnya.

"Maaf soal itu. Aku sedang butuh uang tapi coba lihat—" Thomas menatap keseluruhan dirinya. "Kau berhasil lolos dan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dicemaskan bukan?"

Abigail menahan gejolak amarahnya, menatap tajam Thomas yang tersenyum seperti orang gila. Apa mungkin selama ini dia tidak menyadari kalau lelaki yang dicintainya memang kurang waras?

"Kau tahu, aku membawa pulang banyak uang dari Las Vegas. Kau tidak perlu takut aku akan melemparmu lagi ke lelaki kaya di luar sana. Aku akan bermain lagi dan mendapatkan uang lagi."

"Kau gila!" Umpat Abigail, namun Thomas malah tertawa. "Aku mau surat-suratku!"

"Temani aku pergi ke pesta. Di sana akan ada banyak orang-orang penting yang bisa aku temui meskipun ini hanya pesta topeng."

"Cari saja wanita yang lain!!" Abigail ingin cepat-cepat keluar. "Kembalikan suratku!"

Abigail bergerak maju mencoba merebut amplop di tangan Thomas tapi tiba-tiba tubuhnya terdorong ke belakang hingga terlentang di atas tempat tidur dengan Thomas yang ada di atas tubuhnya, menahan kaki dan kedua tangannya.

"Kau tahu kalau aku tidak pernah melirik wanita lain selain kau kan Abi," ucapnya. "Kenapa kau menyuruhku mencari wanita lain sementara aku sudah memilikimu?"

"Lepaskan aku!!" Desis Abi,rasa takut mulai menjalar. Thomas memang tidak pernah menghiraukan wanita lain tapi fokusnya selalu pada permainan judinya.

Thomas tersenyum, "Tentu. Tapi dengan satu syarat—" Abigail mengerutkan kening. "Temani aku ke pesta besok malam dan setelah itu kau akan bebas dan aku akan memberikan semua suratmu."

"Ujung-ujungnya kau pasti akan menjebakku. Nanti di sana kau akan menjualku lagi."

"Aku pastikan yang ini tidak. Aku tidak akan berjudi di sana. Aku akan melepasmu kembali ke Indonesia dan membelikan tiketnya."

Abigail terdiam sesaat, menatap Thomas yang nampak serius. "Kalau aku tidak mau menemanimu ke pesta?"

"Lupakan keinginanmu untuk pergi, kau akan kesulitan mengurus lagi surat-surat itu dan aku akan mengejarmu terus. Kau mau memilih yang mana?"

Abigail terdiam, Thomas menelengkan kepalanya dan menatapnya penuh binar. "Aku benar-benar merindukanmu, Abi." Lalu wajahnya turun dan  berusaha mencium Abigail dengan paksa.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status