Share

BAB 4

last update Last Updated: 2023-02-25 17:18:22

Lucca Alonzo

Saat mendengar nama itu lagi, napasnya tercekat sembari memegangi area lehernya. Bayangan lelaki itu tiba-tiba saja masuk ke dalam kepala setelah dia berusaha melupakannya. Lucca mencarinya atau mencari kalung miliknya.

"Aku tidak tahu kenapa dia menyuruh anak buahnya mencarimu. Aku berhasil menghindar dan saat ini sedang dalam perjalanan ke luar kota London. Kita tidak akan bertemu untuk beberapa waktu. Kau harus berhati-hati. Tapi saranku, sebaiknya kau segera urus suratmu dan pulang. Di sini sudah tidak aman bagimu. Jangan pedulikan Thomas karena dia tidak peduli padamu."

"Baiklah. Terima kasih karena masih melindungiku. Aku sangat menghargainya. Kau harus berhati-hati."

"Tentu." Lalu hening sesaat sebelum Riley melanjutkan. "Senang mengenalmu Abigail. Aku akan merindukanmu."

"Err—ya." Abigail mengusap tengkuknya. "Sampai jumpa lagi."

Abigail menurunkan ponselnya saat Riley memutuskan sambungan, memandangi kedua sahabatnya yang menatap ingin tahu. Abi menghela napas panjang sebelum mengambil keputusan meski kurang yakin.

"Aku akan mengambilnya malam ini. Mungkin, inilah kesempatan terakhirku."

***

Abigail berdiri di bawah payung ketika hujan semakin menderas saat waktu menunjukkan pukul delapan malam. Memandangi rumah mewah yang ada di balik pagar hitam. Rumah di mana dulu dia pernah tinggal bersama Thomas di masa awal-awal musim semi mereka. Sebelum Abigail tahu seperti apa tabiat kekasihnya.

Abigail merapatkan coat panjang yang dikenakannya. Kalau bisa memilih, Abigail lebih baik bersembunyi di balik flatnya. Namun dia tahu, kalau dia harus cepat melakukan sesuatu. Terlebih lagi dia sedang di cari-cari oleh seseorang yang berbahaya.

Dihelanya napas panjang, mencoba yakin dengan apa yang dia lakukan, lalu tanpa disadarinya dia sudah berada di dalam rumah Thomas yang sepi. 

"Silahkan jika Nona mau mencari barangnya yang tertinggal," ucap Martha, si pelayan rumah yang baik dan mengenalnya.

Abigail tersenyum, "Terima kasih Martha. Aku hanya sebentar."

"Baik Nona. Tuan Thomas kemungkinan tidak akan pulang malam ini."

Martha berbalik pergi, Abigail  bergegas ke lantai atas di mana kamar Thomas berada.  Dia mencari ke segala sudut kamar namun tidak menemukan apapun. Dengan gusar, Abigail mencoba ke ruang kerja Thomas dan menggeledahnya sampai dia menemukan brangkas yang terkunci. Abigail mencoba menembus sandinya tapi selalu gagal dan itu membuatnya begitu frustasi.

"Ayolah, aku mohon terbuka."

Abigail mencoba semua sandi setelah mengingat semua hal tentang Thomas berharap ada yang cocok namun tetap saja tidak bisa terbuka sampai akhirnya dia menyerah dengan helaan napas berat.

"Ini tidak akan terbuka dengan mudah." 

Abigail kembali mengotak-atiknya dengan perasaan putus asa.

"Kau mencari ini, Abigail."

Suara itu sontak membuatnya berbalik dengan wajah kaget saat menemukan Thomas bersandar di ambang pintu sembari memegang amplop coklat. Abigail bergeming saat melihat senyuman Thomas yang perlahan berjalan mendekatinya.

"Bagaimana kau bisa ada di sini? Bukannya—"

"Kau pikir aku masih di Las Vegas." Thomas tersenyum. "Ya memang seharusnya begitu rencananya. Aku menghabiskan dua malam lagi di sana tapi itu sebelum aku mendapatkan undangan dari kenalanku. Aku memutuskan pulang dan ingin pergi mencarimu tapi ternyata—" Abigail terkesiap saat menyadari Thomas sudah berdiri di depannya menyentuhkan telapak tangannya di pipi. "Kau ada di rumah. Aku beruntung sekali." Lalu wajahnya perlahan maju untuk menciumnya dan Abigail reflek mendorong Thomas dan mundur menjauh.

"Kau menjualku!!" Desisnya. "Aku bodoh berpikir kalau kau benar-benar mencintaiku." Abi berusaha keras menahan air matanya tidak meleleh turun tapi tidak bisa. Dia seseorang yang emosional, menangis merupakan luapan emosinya. "Kembalikan surat-suratku sekarang juga. Aku harus pulang ke Indonesia."

"Sayang, jangan menangis seperti itu. Aku tidak pernah bisa melihatmu menangis," ucapnya lembut seraya maju, Abigail langsung mundur. Thomas nampak kecewa.

"Tapi kau bisa menjualku seperti barang dagangan!" desisnya.

"Maaf soal itu. Aku sedang butuh uang tapi coba lihat—" Thomas menatap keseluruhan dirinya. "Kau berhasil lolos dan baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dicemaskan bukan?"

Abigail menahan gejolak amarahnya, menatap tajam Thomas yang tersenyum seperti orang gila. Apa mungkin selama ini dia tidak menyadari kalau lelaki yang dicintainya memang kurang waras?

"Kau tahu, aku membawa pulang banyak uang dari Las Vegas. Kau tidak perlu takut aku akan melemparmu lagi ke lelaki kaya di luar sana. Aku akan bermain lagi dan mendapatkan uang lagi."

"Kau gila!" Umpat Abigail, namun Thomas malah tertawa. "Aku mau surat-suratku!"

"Temani aku pergi ke pesta. Di sana akan ada banyak orang-orang penting yang bisa aku temui meskipun ini hanya pesta topeng."

"Cari saja wanita yang lain!!" Abigail ingin cepat-cepat keluar. "Kembalikan suratku!"

Abigail bergerak maju mencoba merebut amplop di tangan Thomas tapi tiba-tiba tubuhnya terdorong ke belakang hingga terlentang di atas tempat tidur dengan Thomas yang ada di atas tubuhnya, menahan kaki dan kedua tangannya.

"Kau tahu kalau aku tidak pernah melirik wanita lain selain kau kan Abi," ucapnya. "Kenapa kau menyuruhku mencari wanita lain sementara aku sudah memilikimu?"

"Lepaskan aku!!" Desis Abi,rasa takut mulai menjalar. Thomas memang tidak pernah menghiraukan wanita lain tapi fokusnya selalu pada permainan judinya.

Thomas tersenyum, "Tentu. Tapi dengan satu syarat—" Abigail mengerutkan kening. "Temani aku ke pesta besok malam dan setelah itu kau akan bebas dan aku akan memberikan semua suratmu."

"Ujung-ujungnya kau pasti akan menjebakku. Nanti di sana kau akan menjualku lagi."

"Aku pastikan yang ini tidak. Aku tidak akan berjudi di sana. Aku akan melepasmu kembali ke Indonesia dan membelikan tiketnya."

Abigail terdiam sesaat, menatap Thomas yang nampak serius. "Kalau aku tidak mau menemanimu ke pesta?"

"Lupakan keinginanmu untuk pergi, kau akan kesulitan mengurus lagi surat-surat itu dan aku akan mengejarmu terus. Kau mau memilih yang mana?"

Abigail terdiam, Thomas menelengkan kepalanya dan menatapnya penuh binar. "Aku benar-benar merindukanmu, Abi." Lalu wajahnya turun dan  berusaha mencium Abigail dengan paksa.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 190

    Perlahan matanya terbuka, retinanya mencoba menyesuaikan dengan sekitar hingga perlahan semua panca indranya mulai berfungsi kembali. Dadanya terasa panas dan di perutnya terasa sakit. Lucca mengerjapkan mata dan menyadari jika dia sedang berada di sebuah ruangan. "Thanks God." Bisikan lembut itu membelai indra pendengarnya. Suara seseorang yang akan dia respon dan dengar di manapun dia berada. Nada suaranya terdengar sarat dengan kekhawatiran dan juga kelegaan. Sentuhan tangannya membuat Lucca perlahan mencari keberadaan istrinya yang berada tepat di sampingnya. Menatap dengan lembut meski nampak merah akibat dari menangis. "Kau membuatku hampir jantungan," ocehnya, mengelus permukaan telapak tangannya dengan tangannya sendiri. "Aku sampai tidak bisa melakukan apapun dengan benar." Lucca tersenyum, untuk satu-satunya wanita yang bisa melihat senyumannya di dunia ini. "Aku berhasil membunuhnya." Kenyataan bahwa dia sendiri yang sudah membunuh Ravel membuat Lucca sangat puas. Lela

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 189

    Entah kenapa, Lucca tidak terlalu suka mendengar kata-kata itu meskipun benar kalau Serafine hanya pengawalnya. Tapi dia lebih dari itu. Bagi Lucca sendiri, dia sudah seperti sosok teman yang sudah lama sekali menemaninya melakukan banyak kejahatan. Kesetiaan wanita itu padanya membuat Lucca kagum. Meskipun tidak pernah mengatakannya ataupun memikirkannya, keberadaan wanita itu begitu berarti. Bukan dalam arti berarti seperti Abigail yang dia cintai tapi perasaan lain yang sulit sekali dia jelaskan. Tapi dia tidak akan memberikan orang kepercayaanya itu untuk Mike yang pastinya akan menjualnya nanti dengan harga tinggi. "Dia sudah tidak bersamaku. Jadi, kalau kau tidak menginginkan hal yang lain dan tetap bersikeras seperti ini. Aku akan pakai cara kasar untuk membuka mulutmu itu!!" Lucca menghunuskan tatapan membunuhnya membuat Mike nampak terlihat waspada. "Kalau begitu lupakan tentang Ravel Brigton." Tidak ada rasa takut sedikitpun dalam suara Mike yang wajahnya nampak serius. "

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 188

    Washington DC, New YorkMike Lawson bukanlah orang yang bisa ditemui dengan mudah. Memiliki beberapa club yang tersebar di negara bagian Amerika dan memiliki jaringan prostitusi skala besar untuk kalangan elit. Mike Lawson jelas tidak akan mudah diintimidasi tapi bukan Lucca Alonzo namanya jika dia tidak bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkannya."Wah, ini pertama kalinya kita bertemu." Mike yang duduk di sofa mewah di dalam ruangan di salah satu club malamnya tertawa ketika melihatnya masuk, tanpa undangan tentunya. Seseorang berkulit hitam yang sukses membesarkan namanya di Amerika karena kemampuan bisnisnya. "Aku jadi penasaran, apa yang diinginkan seorang Lucca Alonzo dariku." Tatapannya tidak memperlihatkan jika dia takut. "Seorang wanita perawan seksi yang bisa diperlakukan sesuka hati?"Lucca berhenti beberapa meter darinya, memberi jarak dan berdiri dengan santai tapi waspada."Hanya satu hal, aku ingin tahu di mana bajingan Ravel Brigton bersembunyi saat ini.""Ravel--" M

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 187

    "Kau mau main-main dengan Lucca Alonzo,hmm?""Ti-dak-- Erggh."Lelaki yang berada di bawah kakinya mengerang tertahan saat Lucca semakin menekan kepalanya ke lantai. Duduk di kursi dalam ruang tertutup yang gelap, hanya di sinari cahaya matahari yang menembus melalui satu-satunya ventilasi udara yang ada di sana. Mengelus permukaan pistol di tangannya, tidak peduli lelaki di bawah kakinya sudah tergeletak tidak berdaya."To-long--" ucapnya terbata. "Le-pas-kan a-ku."Lucca mengalihkan tatapan ke bawah, tersenyum miring penuh nafsu membunuh."Melepasmu?" Lucca tertawa sarkas. "Kau pikir bisa lolos setelah memata-matai keluargaku. Kau jangan bermimpi!!""A-ku ti-dak--"BUKK!"Uhuukk..Uhuuukk..."Satu hantaman kaki Lucca di punggungnya membuat lelaki itu langsung batuk darah. Lucca berdiri, mendorong tubuh di lantai itu agar terlentang menghadapnya. Satu matanya sudah buta tertembus timah panas, lengan tangannya bengkok dan darah keluar dari sela hidung dan bibirnya. Dihunuskannya mata p

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 186

    "Baguslah kalau kau suka. Lucia juga sepertinya senang sekali."Abigail mengangguk, mengelus pipi bayi perempuannya yang tertawa melihatnya."Tapi kenapa tiba-tiba kita kemari? Aku tidak ingat kau pernah bilang akan membawaku ke sini."Lucca tersenyum miring, begitu mencurigakan. "Nanti kau juga akan tahu."Abigail menyimpitkan mata, "Kau menyembunyikan sesuatu ya?"Lucca tersenyum, "Tentu saja tidak."Abigail mendesah, kembali memalingkan wajah ke depan menikmati leindahan yang terhampar di depannya. Yacht membawa mereka berkeliling kota dari sungai dan Abigail sudah tidak sabar untuk menjelajah di sekitar kota dengan berjalan kaki. Kota impian yang seperti negeri dongeng. Membuat siapapun betah berada di sini meski Swiss mendapat predikat kota yang mahal."Aku membawamu ke sini sesuai permintaanmu," ujar Lucca membuat Abigail langusng menoleh dengan wajah bingung."Aku?""Ya." Lucca mencium pipi Lucia. "Aku hanya mengabulkannya saja seperti jin dalam dongeng."Abigail tertawa, "Oh,

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 185

    Air laut membasahi baju renangnya, pelukannya semakin menguat, tatapannya lurus ke depan dan rasa kebebasan itu semakin menguat. Untuk sedetik saja dia ingin melupakan hal-hal yang mengganggu pikirannya. Saat ini hanya ada mereka berdua, hanya dua manusia biasa yang memimpikan kebebasan yang sama. Just Abigail dan Lucca. Tanpa nama Alonzo di belakangnya. "Berteriaklah Abi!" Teriak Lucca, melakukan beberapa kali manuver ke sana kemari. Abigail perlahan melebarkan senyumannya, mulai menikmati sampai akhirnya berteriak kencang dan suaranya diterbangkan angin laut. Hingga mereka berteriak dan tertawa bersama. Beginikah rasanya kebebasan itu? Mesin perlahan memelan, riak air yang terciprat tidak sekencang sebelumnya, hingga jetski bergerak pelan mengikuti arus di lautan. Mereka berada jauh dari bibir pantai tapi bisa melihat sosok kecil di kejauhan. "Kau senang?" Lucca memegang lengannya dengan satu tangannya. Abi menyandarkan dagunya di bahu Lucca."Rasanya menyenangkan." "Lucia ya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 184

    "Abi, kau siap?"Abigail menyambut uluran tangan Lucca yang menunggu di dermaga di mana ada jetski yang akan mereka gunakan berada."Hmm, entahlah." Abigail melihat ke arah lautan luas yang terbentang di depannya. "Rasanya sudah lama sekali aku tidak pernah melakukan ini."Lucca menatapnya dalam, penuh arti. Menarik tubuh mereka merapat dan mengelus pipinya."Aku selalu membuatmu kesulitan ya hingga kau sepertinya lupa bagaimana caranya bahagia seperti orang-orang lainnya."Perkataan Lucca tidak salah. Berurusan dengannya membuat hidup Abigail tidak lagi mudah seperti dulu."Sebelum bertemu denganmu, aku tidak perlu mewaspadai apapun yang ada disekitarku," ucapnya jujur. "Melewati banyak kejadian mengerikan yang mempertaruhkan nyawa membuatku tidak lagi bisa menikmati hal-hal yang dulu membuatku bahagia.""Kau seharusnya membenciku karena membuat hidupmu seperti itu," lirih Lucca, tatapan bersalahnya membuat Abigail tidak bisa memalingkan wajah. Memandangi mata hijaunya, menatap bayan

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 183

    Abigail tertawa dan Lucca bahagia melihat senyuman itu. Sesuatu yang menjadi motivasinya, penyemangatnya juga alasan eksistensinya di dunia ini. Sama seperti dia yang tidak bisa membayangkan Serafine sehidup semati dengan seseorang, wanita itu pasti juga tidak membayangkan jika dia akan berada di titik ini.Lucca menarik Abigail ke depan tubuhnya, memeluknya dari belakang dan menatap kejauhan. Mereka masih berada di Paris dan besok sore akan pulang dan berlayar menggunakan kapal pesiar ke Spanyol."Apa yang akan kau lakukan jika bertemu kembali dengan adik tirimu?"Pertanyaan Abigail menyentaknya sesaat. Sesuatu yang tidak pernah terpikirkan olehnya sebelum ini karena dia memang tidak peduli pada wanita itu. Hanya Aldrick satu-satunya yang mungkin akan mencari wanita itu hingga keujung dunia karena lelaki itu menyukai adik tirinya yang dia bela bahkan dengan tubuhnya sendiri yang tidak peduli sekalipun Lucca melubangi jantungnya dengan senjata api. Bukan alibi untuk tidak saling menya

  • SANG PENAKLUK MAFIA   BAB 182

    Dua bulan kemudian, "Bukankah semua baik-baik saja sekarang?" Lucca yang sedang bermain dengan Lucia diatas tempat tidur mereka di dalam kapal pesiar mewah yang sedang melaju di tengah Samudra menuju ke Spanyol mengalihkan tatapannya ke Abigail. "Tidak. Selama Ravel masih bersembunyi, dia masih menjadi ancaman." Abigail terdiam sesaat, "Aku takut dengan hal yang dia rencanakan di belakang kita selama membiarkan kita bahagia saat ini." "Aku akan menangkapnya. Tenang saja, sayang." Lucca menepuk-nepuk pelan paha Lucua. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun." Abigail diam, tersenyum saat Lucca mengelus pipinya lembut. Perasaan takut itu tidak hilang karena Ravel yang menjadi sumber masalah belum berhasil tertangkap. Lucca beberapa kali hampir berhasil menangkapnya namun selalu gagal karena kelicikan lelaki itu. Abigail tidak akan pernah tenang meski beberapa bulan ini, tidak ada hal mengerikan yang terjadi. "Aku rindu Shine," desah Abigail. "Kau bisa menemuinya nanti. Aku janj

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status