Share

9. VIDEO CALL

"Ayah hanya terharu, ternyata kini ayah bisa melihatnya. Ayah sangat senang sekarang, setelah tahu kalau kehidupannya di Indonesia sangat bahagia,"

Untuk kesekian kalinya Yura terus menerus mencibir dan memaki dalam hati. Jika dia harus kembali mengingat kalimat yang diucapkan ayahnya sore tadi di rumah sakit.

Cih, bahagia?

Bisa-bisanya Ayahnya berkata seperti itu dihadapan Yura. Tanpa sedikitpun dia memikirkan nasib Yura selama ini atas perbuatannya.

Yeon Jin sudah menceritakan semuanya pada Yura. Tentang seorang wanita bernama Puji Arini yang begitu dia cintai. Wanita yang harus menderita karena sikapnya yang tidak bertanggung jawab.

Arini yang saat itu terpaksa harus melanjutkan hidupnya hanya seorang diri. Setelah sebelumnya, Arini rela meninggalkan seluruh keluarganya di Bandung, demi bisa bersama-sama dengan Yeon Jin. Bahkan wanita itu sampai rela menggadai agamanya sendiri demi Yeon Jin.

Meski pada akhirnya, Yeon Jin hanya mampu memberinya kekecewaan yang mendalam. Itulah sebabnya Yeon Jin membawa lari salah satu anak kembar mereka demi meringankan hidup Arini yang pasti akan kesulitan jika harus mengurus dua bayi sekaligus sendirian.

Yeon Jin mencintai Arini, hanya saja jeratan hukum yang mengincar dirinya membuat dia mau tak mau harus cepat-cepat bertindak. Sebelum semuanya terlambat. Yeon Jin tidak mau jika dirinya harus dipenjara di negara asing akibat kasus narkoba yang menjeratnya. Sebab kasus itu termasuk kasus berat dimana hukumannya adalah hukuman mati.

Jadilah Yeon Jin menjelma menjadi sosok ayah yang tidak adil dalam memperlakukan anak kandungnya sendiri.

Yeon Jin memang mengurus dan membesarkan Yura dengan penuh kasih sayang selama ini. Tapi semua kebaikan dan segala perhatian Yeon Jin sirna di kala Yura tahu bahwa dirinya telah menjadi korban ketidakadilan sang Ayah.

Yura harus rela menelan pil pahit kehidupan bahkan di saat usianya masih remaja, tepat di saat dirinya menjadi alat pelunas hutang-hutang ayahnya sendiri.

Awalnya Yura menolak. Dia kabur dari rumah ketika orang-orang suruhan rentenir itu hendak membawanya. Beberapa minggu Yura hidup terlunta-lunta di jalanan seorang diri. Sampai akhirnya takdir juga yang membuatnya harus tercebur ke dalam jurang penderitaan.

Yura berhasil tertangkap.

Ancaman demi ancaman Yura terima setelahnya, bahkan nama Seo Jun menjadi daftar pertama orang yang akan di bunuh oleh si rentenir jahat itu jika Yura tidak bersedia menuruti perintah lelaki itu.

Yura pun menyerah.

Dia merelakan tubuhnya diperjualbelikan layaknya barang yang tak berharga.

Dan hal itu masih terus berlanjut hingga saat ini.

Penderitaan Yura memang tak berujung.

Entah sampai kapan hidupnya harus terus menerus tercekik dalam kubangan lumpur prostitusi online itu, Yura tidak tahu. Yang jelas, semua hal itu cukup membuat Yura mengerti, bahwa ternyata Ayahnya memang tak pernah menganggapnya sebagai seorang anak selama ini.

"Kalau memang Ayah hanya menyayangi Ibu dan anak ayah yang ayah tinggalkan bersama ibu di Indonesia, lalu untuk apa Ayah membawaku ke Busan? Kenapa ayah tidak membuangku saja di jalanan waktu itu? Atau kalau perlu, kenapa ayah tidak bunuh saja aku sekalian? Kenapa ayah? Kenapa? Ayah sangat tega padaku... Sampai hati bisa-bisanya ayah bilang, sekarang ayah bahagia? Ayah bahagia melihat katrina hidup bahagia? Lalu bagaimana denganku ayah? Bagaimana dengan kehidupanku? Kenyataannya, sedari aku kecil, ayah memang tidak pernah benar-benar menyayangikukan? Aku tidak akan tinggal diam ayah! Ayah sudah memperlakukanku tidak adil selama ini. Katrina juga harus merasakan penderitaan yang aku rasakan! HARUS!!! Ini, janjiku pada Ayah!!!"

Itulah serentetan kalimat panjang yang Yura tumpahkan pada ayahnya saat dirinya berada di rumah sakit tadi sore. Kini Yura puas bisa melampiaskan seluruh amarahnya yang selama ini terpendam kepada Ayahnya sendiri.

Lima belas menit yang lalu Keke baru saja pamit untuk pulang. Kini Yura sudah berada di dalam apartemennya. Dia baru saja selesai mandi. Tubuhnya kini hanya berbalut handuk tipis yang pendek.

Yura baru saja hendak berpakaian, saat sebuah dering ponsel menyita perhatiannya. Yurapun menunda aktifitasnya semula lalu beralih pada ponsel itu. Ponsel milik Reyhan.

Lagi dan lagi, my wife memanggil...

Sebuah panggilan Video.

Seharian ini ponsel itu memang terus menerus berdering. Bahkan pesan yang masukpun cukup banyak. Rencananya selepas mandi Yura baru akan mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya. Tapi, saat dia kembali melihat gambar Katrina yang terpampang di layar ponsel itu, tiba-tiba Yura mendapat sebuah ide bagus.

Dengan cekatan, Yura memakai masker wajah untuk menutupi wajahnya. Lalu dia sedikit memelorotkan handuknya kebawah supaya buah dadanya yang ranum terlihat sedikit menonjol keluar.

Yura mengambil posisi berdiri di depan pintu kamar mandi.

Dia mengangkat panggilan Video itu.

Yura tersenyum dibalik masker wajah yang menutupi sebagian wajahnya. Kini Yura seolah-olah sedang bercermin di depan layar ponsel itu. Melihat wajah sang saudara kembarnya yang terlihat syok dan kaget saat menatap layar ponsel milik suaminya kini ada di tangan Yura.

Hingga setelahnya, Yura mendengar sebuah kalimat dingin dari wanita bernama Katrina itu. Tepat saat ke dua bola mata wanita itu saling bertatapan dengan bola mata Yura.

"Siapa kamu? Ini ponsel Reyhan, suamiku! Dimana suamiku?"

Bingo!

Langkah awal yang bagus, Yura! Pekiknya senang dalam hati.

*****

"Siapa kamu? Ini ponsel Reyhan, suamiku! Dimana suamiku?" ucap Katrina dengan perasaan kaget luar biasa. Saat dia melihat siapa orang yang kini menggenggam ponsel Reyhan dan mengangkat Video Call darinya.

Katrina tidak dapat menangkap dengan jelas wajah wanita itu karena tertutup masker wajah. Tapi yang dia lihat, kini wanita itu hanya menggunakan handuk yang bahkan hampir melorot di bagian dadanya yang ukurannya memang cukup besar.

"Perkenalkan, aku Yura. Aku tetangga sebelah apartemen Reyhan. Salam kenal. Maaf kalau aku lancang mengangkat panggilan videomu, soalnya Reyhan sekarang sedang ada di kamar mandi, sebentar, aku panggilkan dulu?"

Katrina melihat di dalam video itu, Yura seperti mengetuk-ngetuk pintu dibelakangnya sambil berteriak dengan nada bicara yang terdengar manja, "Reyhaaann... Ini ada telepon dari istrimu? Aku buka ya pintunya?"

Katrina menggeleng pelan nyaris tidak percaya. Perempuan berhijab hitam itu menelan salivanya sendiri yang mendadak pahit.

Pasti wanita itu sedang bersandiwara!

Pasti ini tidak benar!

Tidak, ini tidak benar!

Astagfirullah...

Katrina terus beristigfar dalam hati, saat dilihatnya wanita itu membuka pintu kamar mandi dan melongokkan kepalanya ke dalam kamar mandi. Hingga setelahnya wanita itu kembali menutup pintu kamar mandi dan kembali beralih pada Video callnya dengan Katrina.

"Maaf, ya. Kata Reyhan nanti kamu telepon lagi saja, dia belum selesai mandi,"

Belum selesai wanita di video itu bicara, Katrina sudah lebih dulu mematikan panggilan videonya.

Mata bening perempuan muslim itu tiba-tiba memanas, sepanas hatinya.

Katrina terus beristigfar, mencoba untuk tidak larut dalam beribu pikiran buruk tentang suaminya. Meski hatinya kini dirundung cemas berlebih dan ketakutan yang luar biasa.

Hingga akhirnya, Katrina mengirim sebuah pesan untuk suaminya.

*****

Tawa Yura pecah seketika saat tiba-tiba video call itu diputus secara sepihak bahkan tanpa ada say good bye atau kata-kata terima kasih, apalagi kalimat salam sebagai penutup percakapan mereka.

"Katanya wanita muslim bercadar? Tapi kenapa gayamu sangat tidak sopan? Main putus-putus panggilan begitu saja. Kaget ya?" Yura berbicara sambil terus menatap lurus layar ponsel ditangannya, dimana gambar Katrina terpampang di sana.

Dan tak lama setelah itu, Yura mendapati sebuah pesan baru yang masuk, Yurapun membaca pesan itu.

My wife

Minggu depan, aku dan Akmal akan menyusulmu ke Busan.

Yura terdiam cukup lama setelah membaca isi pesan itu. Hingga setelahnya ide-ide lain bermunculan memenuhi isi kepalanya.

Ide-ide yang luar biasa hebat.

Drama percintaannya dengan laki-laki bernama Reyhan akan segera dimulai.

Nyatanya, memiliki kemampuan akting itu sungguh mengasyikan.

Pikir Yura membatin dengan senyuman miring yang tersungging di bibirnya yang tipis.

*****

Reyhan baru selesai mandi dan berpakaian. Dia terlihat terburu-buru melakukan aktivitasnya itu di dalam apartemennya. Pikirannya terus tertuju pada Katrina.

Sejak kemarin malam dia tidak bisa menghubungi istri dan anaknya sebab ponselnya yang tertinggal di apartemen Yura, tetangga sebelah apartemennya. Tadi sore sepulang kantor Reyhan langsung mendatangi apartemen Yura, tapi sepertinya Yura belum kembali ke apartemennya. Bahkan Reyhan sampai bulak-balik menunggu kepulangan Yura, hingga akhirnya dia kelelahan dan ketiduran di sofa apartemennya.

Reyhan bangun saat hari sudah gelap, bahkan sepatu kantornyapun belum sempat dia buka.

Dia kaget setengah mati saat dilihatnya jam ditangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Maka dari itu, Reyhan langsung buru-buru mandi dan berganti pakaian lalu mendatangi apartemen Yura untuk mengambil ponselnya.

Reyhan jadi dibuat terkejut untuk kedua kali saat dia baru saja membuka pintu apartemennya dan mendapati seorang wanita sudah berdiri di depan pintu apartemennya.

"Yura?" pekik Reyhan tertahan.

Posisi mereka yang cukup dekat terlebih dengan pakaian minim yang dikenakan Yura cukup membuat Reyhan jadi salah tingkah. Tapi Reyhan langsung memalingkan tatapannya ke arah lain. Dia juga berjalan mundur beberapa langkah, untuk menjaga jarak.

"Maaf, aku ganggu ya?" tanya Yura pelan. Dia tersenyum di balik masker yang menutupi wajahnya.

"Oh, tidak. Aku baru mau mampir ke apartemenmu. Kupikir ponselku kemarin tertinggal disana, sebab aku sudah mencarinya di apartemenku tapi tidak ada," ucap Reyhan apa adanya. Reyhan sangat jengah dan jadi terlihat canggung melihat penampilan Yura malam ini. Jelas, dia tidak bisa terus menerus memalingkan wajahnya karena saat ini, Yura berdiri tepat di batas pintu apartemennya. Reyhan jadi serba salah.

"Ini ponselmu." Yura memberikan ponsel Reyhan yang disambut lega oleh laki-laki itu.

"Maaf ya baru aku kembalikan. Soalnya, aku juga baru tahu tadi selepas mandi kalau ponselmu ada di atas meja apartemenku. Tadi pagi, aku berangkat pagi-pagi sekali ke rumah sakit. Untungnya aku punya dokter spesialis kulit yang bisa menghilangkan dengan cepat luka-luka di tubuhku. Walau masih ada yang terlihat sedikit di bagian bawah dadaku, tapi tak apalah, nanti juga hilang." jelas Yura lagi.

Reyhan hanya menyambutnya dengan senyuman tipis dan anggukan kepala. Sebenarnya dia ingin Yura cepat-cepat pergi meninggalkan apartemennya. Tapi dia juga tidak enak hati jika harus mengusirnya. Sangat tidak etis bukan? Jadilah Reyhan harus lebih bersabar sebentar.

"Kamu sedang sibuk tidak?" tanya Yura lagi.

"Hah?" Reyhan mulai gagal fokus. Sampai tidak memperhatikan apa yang diucapkan Yura.

"Malam ini, kamu sedang sibuk tidak?" Yura kembali mengulang kalimatnya. Dia memilin helaian rambutnya dengan jari telunjuk. Lalu dia bersandar di tiang pintu apartemen Reyhan dengan sedikit menaikkan kaki kanannya ke atas hingga telapak kakinya bertumpu pada tiang pintu. Dan hal itu membuat belahan pakaiannya yang minim jadi terbuka lebar dan menampakkan lebih jelas pangkal paha Yura yang mulus. Bahkan kalau sedikit lagi dia menaikkan kakinya lebih ke atas ada kemungkinan celana dalam yang dikenakan wanita itu pasti terlihat oleh Reyhan.

Yura tersenyum puas dalam hati melihat tampang lugu laki-laki dihadapannya sekarang yang terlihat mulai gelisah.

"Ada apa? Kenapa diam?" Yura kembali bicara.

"Eh, ma-maaf, aku cuma tidak enak kalau kita bicara di sini dalam kondisimu, yang..."

"Oh, yasudah kalau begitu kita bicara di dalam saja," Yura memotong kalimat Reyhan dan tanpa basa basi lagi dia langsung melangkah masuk ke dalam apartemen Reyhan, tapi sayang, langkahnya langsung di tahan oleh Reyhan saat itu juga.

"Bukan itu maksudku, Yura." Reyhan reflek menyentuh ke dua bahu Yura dengan ke dua tangannya. Posisi tubuh mereka kini sungguh dekat bahkan hampir saling berhimpitan. Reyhan kembali menelan salivanya sendiri, entah sudah yang keberapa kalinya. Tapi satu hal yang dia rasakan sekarang, saat lagi dan lagi tatapan matanya harus bertubrukan dengan tatapan Yura. Reyhan selalu teringat pada Katrina.

Dalam lubuk hatinya Reyhan jadi penasaran seperti apa sebenarnya wajah asli wanita bernama Yura ini? Kenapa dia selalu mengenakan masker untuk menutupi wajahnya? Reyhan sungguh dibuat bingung. Meski pertanyaan itu tak cukup berani untuk dia tanyakan pada Yura. Reyhan hanya tidak ingin membuat Yura tersinggung, tapi yang pasti, Reyhan tahu kalau Yura memiliki alasan kenapa dia selalu memakai masker wajah setiap kali dia keluar dari apartemennya.

Yura terus menatap lurus wajah Reyhan. Dia terus berusaha sekuat tenaga untuk tetap tenang dan fokus pada rencananya semula, karena sekarang dia merasa jantungnya hampir saja copot. Aroma tubuh laki-laki dihadapannya itu sungguh maskulin. Membuatnya jadi terbuai. Terlebih dengan rambutnya yang terlihat masih setengah basah, Reyhan sungguh sempurna.

Yura melangkahkan kakinya hanya dengan satu langkah kecil. Dan HAP!

Tubuhnya dan tubuh Reyhan sudah menyatu sempurna. Bahkan tangan Yura kini sudah melingkar di leher Reyhan.

"Ja-jangan seperti ini Yura! Tolong jaga sikapmu! Sopan sedikit! Aku sudah berkeluarga!" tegas Reyhan. Dia melepas cepat ke dua lengan Yura dari lehernya. Dan menarik sebelah tangan Yura untuk membawa wanita itu ke luar dari dalam apartemennya.

"Maaf kalau sikapku agak kasar. Aku hanya ingin kamu lebih menghormatiku sebagai seorang laki-laki beristri. Dan tolong perbaiki cara berpakaianmu. Kalau sikapmu seperti ini, yang ada cuma merugikan dirimu sendiri. Kamu akan dianggap rendah oleh laki-laki lain yang melihatmu. Wanita itu akan lebih dihormati dengan rasa malu yang dimilikinya. Wanita itu akan lebih di segani jika dia bisa menjaga sikap dan penampilannya terlebih dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Aku yakin kamu itu adalah seorang wanita yang cantik, makanya kamu selalu menutup wajahmu dengan maskerkan? Supaya wajah cantikmu tidak dapat dinikmati oleh sembarang laki-laki. Tapi, dirimu akan lebih terlihat cantik jika kamu bisa menutup keseluruhan tubuhmu, bukan hanya wajahmu saja. Mengerti Yura?" ucap Reyhan dengan wajah setengah marah. Dia jengah terhadap perilaku Yura yang begitu agresif.

Yura tertegun untuk beberapa saat.

Kalimat itu jelas lebih menohok dari kalimat manapun yang pernah dia dengar. Bahkan lebih menusuk dari sekedar perkataan laki-laki hidung belang yang seringkali memanggilnya dengan sebutan 'Jalang', 'pelacur', atau bahkan 'wanita piaraan'.

"Baiklah, aku minta maaf. Dan terima kasih, atas pertolonganmu kemarin malam." ucap Yura kemudian.

"Iya, sama-sama."

Yura hendak pergi, tapi langkahnya tertahan begitu dia teringat sesuatu. Yura pun kembali berbalik.

"Dan satu lagi, aku ingin meminta maaf karena tadi secara tidak sengaja, akibat salah pencet, aku malah mengangkat panggilan video dari istrimu, tapi dia langsung menutup kembali telepon itu sebelum aku sempat menjelaskan. Aku takut nanti dia salah paham. Maaf ya, Reyhan. Katakan pada istrimu, aku tidak ada maksud apapun tadi."

Reyhan sempat memaki dalam hati. Tapi dia tetap menyunggingkan seulas senyum tipis seraya mengangguk kecil pada Yura, sampai akhirnya Yurapun kembali ke apartemennya.

Kalimat Reyhan tadi masih terus terngiang ditelinga Yura. Kalimat itu nyaris menghipnotis Yura hingga dalam sekejap dia seolah terlupa pada niatnya semula. Dan akhirnya, dia hanya bisa mengukir senyum kaku diwajahnya. Yura kehabisan kata-kata, terlebih dia jadi mati gaya.

Nyatanya, Reyhan bukan tipe laki-laki yang biasa dia jumpai selama ini. Reyhan bukan tipe laki-laki yang bisa tunduk dan patuh jika sudah diperlihatkan sebuah pemandangan bagus yang seharusnya mampu membuat laki-laki itu terangsang, yaitu kemolekan tubuhnya. Reyhan bukan tipe laki-laki seperti itu. Reyhan bukan tipe laki-laki yang gampang tergoda.

Mungkin itulah alasan Reyhan memilih Katrina menjadi istrinya. Karena Katrina sempurna. Dia wanita muslim yang taat beragama. Dia wanita muslim yang bisa menjaga dirinya dari tatapan liar laki-laki buas yang berkeliaran bebas di luar sana. Dia juga wanita muslim yang ternyata sangat beruntung memiliki suami sesempurna Reyhan.

Entahlah, mengingat semua itu justru membuat Yura semakin membenci wanita itu.

Mengapa takdir begitu tega padanya?

Yura juga ingin merasakan apa yang kini dirasakan Katrina.

Yura juga ingin memiliki apa yang kini dimiliki Katrina.

Terlebih, Yura juga ingin dicintai seperti seorang Reyhan mencintai Katrina.

Herofah

Kalau suka, silahkan tinggalkan jejak berupa komentar dan votenya ya...

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status