Elkan mengadakan pertemuan tertutup dengan Brata dan kedua kakaknya di ruangannya. Tujuannya satu, dia ingin bertukar pikiran dan mendapat solusi untuk masalah ini, dia sudah tidak bisa lagi memendam masalah ini sendiri.Elkan mengatakan tentang semua kegelisahannya, termasuk rasa curiganya pada Carol. Dia juga menceritakan kalau sudah menyewa detektif swasta untuk mencari tahu, namun sayangnya detektif itu belum menemukan bukti pasti kalau Carol terlibat dalam penculikan Haniyah beberapa waktu lalu.“Jadi selama ini kamu mencurigai Carol? Lalu mengirim orang untuk mengikuti dia tapi tidak ada hasilnya, karena sepertinya semua hal yang dilakukannya adalah hal normal. Begitu?” Satriya bertanya untuk memastikan setelah mendengar penjelasan Elkan.“Iya Mas,” jawab Elkan pelan.“Astagfirullah,” ucap Satriya sambil mengusap wajahnya kasar. “Kenapa gak bilang Kan? Ini bahaya, gimana kalau Carol atau keluarganya yang lain sadar kalau kamu kirim orang buat ngikutin dia? Bisa jadi masalah nant
Haniyah merasa ada yang aneh sore ini, saat dia keluar dari kantor dan berjalan ke sebuah supermarket yang letaknya bersebelahan dengan kantor dia merasa ada yang membuntuti. Haniyah mempercepat langkahnya saat merasa ketenangannya terusik—seorang pria berpakaian serba hitam, dengan topi dan kacamata hitam terus berjalan tidak jauh di belakangnya.Haniyah sudah berusaha menepis tiap rasa khawatirnya, tapi makin cepat langkahnya, langkah kaki pria di belakangnya pun ikut bertambah cepat. Haniyah menelan salivanya kasar dan mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya. Tapi belum sempat tersambung Haniyah dikejutkan oleh kehadiran seseorang.“Hei!” Haniyah menghela nafas yang hampir tersengal hingga membuat perempuan di hadapannya jadi sedikit khawatir. “Kamu kenapa Han?” tanyanya.“Mbak Zali dari tadi di sini?” tanya Haniyah sambil menoleh ke kanan kiri saat bicara dengan Zaliyah yang tadi menepuk pundaknya.“Belum lama, kamu kenapa? Dari tadi aku lihat kamu kayak orang takut gitu,”
Bara duduk di dalam selnya, menatap dinding yang kusam dan berlumut. Entah sudah berapa lama dia berada di dalam sel dan berapa lama lagi waktu yang harus dihabiskannya untuk menunggu masa persidangan. Penampilannya semakin hari semakin lusuh, rambut panjang dan berantakan, pakaian kumuh dan tidak terawat.Bara kehilangan rasa nyamannya, tidak hanya fisik tapi juga mental. Sejak pertama kali dia masuk ke penjara, tidak satupun dari anggota keluarganya yang datang menengok, termasuk Carol yang telah membuatnya merasakan dinginnya jeruji besi.Terakhir yang menemuinya adalah Elkan, dan setelah kepergian Elkan saat itu sebersit rasa bersalah muncul dalam dirinya. Elkan benar, seandainya dia tidak mengenalkan Regina pada obat-obatan itu, Regina pasti tidak akan meregang nyawa karena OD. Mungkin Elkan memang salah karena mengabaikan perasaan Regina, tapi bukan itu yang membunuhnya.Bara memegang kepala dengan kedua tangannya, lalu menekuk lehernya, menenggelamkan kepalanya diantara dua le
Calista benar-benar mencari tahu siapa anak bernama Delisa itu. Apakah dia benar anak Utari dan suaminya, atau jangan-jangan dia justru anak Aryo yang tidak diketahui. Tapi Ia justru merasa kecewa ketika mengetahui anak itu memang anak Utari–sekretaris Aryo dan suaminya.Hasil tes DNA ada di hadapannya dan itu menjadi bukti paling kuat yang ada saat ini.“Padahal aku yakin banget kalau anak itu anaknya, tapi ternyata bukan,” keluhnya sambil mencebik kesal.Calista segera merobek hasil tes DNA itu dan membuangnya ke tempat sampah sebelum Aryo menyadari keberadaan surat itu. Sesekali dia mencebik kesal karena merasa kehidupannya makin dikekang oleh Aryo setelah pihak butik mengadukan pada Aryo tentang kelakuannya yang sering datang ke butik mengambil pakaian baru tanpa membayar, dan bahkan terkadang
Calista berjalan santai sambil menatap Aryo yang masih menggenggam tangan gadis kecil di sisinya. Satu sudut bibirnya tertarik, entah kenapa Calista yakin kalau anak itu ada hubungan darah dengan Aryo, wajah mereka nampak mirip meskipun tidak benar-benar sama.“Sayang,” sapanya saat berdiri di samping Aryo.“Loh, kamu di sini?” tanya Aryo dengan tenang, tidak ada tanda-tanda kekhawatiran di wajahnya, seperti seseorang yang sedang tertangkap basah melakukan kesalahan.“Iya, tadi janjian sama teman, tapi sampai sekarang dia gak datang. Kamu kok di sini?” tanya Calista, “dan ini siapa? Anak siapa yang kamu gandeng?” tanya Calista penuh penekanan.Aryo hanya tersenyum tipis dan memperkenalkan anak itu, “kenalkan ini Delis
Setelah menyelesaikan satu persatu rencananya untuk Baswara Tea, Haniyah mulai memenuhi kewajibannya di Baswara Property. Sebagai developer perumahan dan apartemen, menurut Haniyah, Baswara telah melalaikan kewajiban mereka dalam merawat fasilitas yang seharusnya menjadi tanggung jawab mereka.“Mengenai perbaikan jalan itu memang bagian dari kewajiban kita Bu, tapi kalau semua jalan harus kita yang perbaiki sementara semua unit sudah terjual habis, lalu kita dapat dana dari mana untuk perbaikan?” seorang karyawan bertanya saat Haniyah mempertanyakan mengapa jalan di tiap perumahan banyak yang belubang dan tidak terawat.“Jadi maksud anda karena kita tidak punya sumber pendapat lagi kita harus menelantarkan kenyamanan mereka yang sudah membeli unit properti di perumahan yang kita tawarkan?” Haniyah balik bertanya.“Bukankah kalau begitu artinya kita tidak menepati janji kita? Diawal promosi bukankah jalan dan fasilitas lain yang ada di tiap perumahan itu menjadi tanggung jawab kita?” be