Tubuh Bagus terhuyung ke belakang saat menerima perlakuan mengejutkan dari Andin. Dikira benci, gadis itu malah semakin absurd dengan tak malu memeluknya di depan teman-temannya.“Aku kangen! Kenapa kamu datang enggak bilang-bilang,” ucap Andin disela pelukannya.Bagus yang baru pertama kali dipeluk seorang wanita kecuali Mama dan saudaranya hanya bisa mematung. Wangi aroma parfum yang menguar dari tubuh Andin seolah menghipnotisnya dan membuat jantungnya berdetak beratus kali lebih cepat.“Ekhem ..., dikira kitanya pohon kali, yak?”“Jomblo tutup mata, woy!”“Hadeh, mereka malah india-indiaan!”Suara berisik dari belakang membuat Andin menoleh tanpa melepas pelukannya.“Apaan, sih! Ganggu aja!” bentak Andin dengan tatapan garang.“Mari para nyamuk, kita bubar!” pekik salah satu dari mereka yang membuat semuanya seketika berdiri dan meninggalkan dua sejoli itu hanya berdua.Kini keduanya tengah duduk di salah satu bangku di sudut lapangan. Meski begitu Bagus masih saja terdiam karena
"Cie ... jadian!" ledek Ari."Apaan, sih?" Bagus yang baru saja datang langung menimpuk kakaknya dengan topi yang baru dilepasnya."Duduk sebentar," cegah Bagus saat melihat Ari melangkah ke kamarnya.Bagus pun menurut meski sedikit heran dengan sikap kakaknya."Kamu beneran pacaran?" Ari memastikan."Iya, Kak. Memangnya kenapa?""Dulu waktu kakak pertama kali pacaran sama Fira, Mama pernah bilang gini, katanya pacaran boleh, tapi aku harus tetap fokus belajar. Ingat, dari mana kita dulu dan siapa yang membuat kita bisa seperti sekarang ini. Jangan sampai kita mengecewakan Mama apalagi Ayah." Ari menepuk bahu adiknya."Iya, Kak, aku paham. Aku pasti akan selalu ingat nasihat Kakak."Ari mengangguk, sebagai kakak tertua ia merasa berkewajiban menasihati adiknya. Dulu memang Rini selalu turun tangan untuk segala hal yang berkaitan dengan mereka, namun seiring dengan kesibukannya sekarang pasti pikiran Rini terbagi sehingga tak bisa memberi perhatian secara penuh pada mereka.Sejak perta
“Kalo kakak sering-sering bawa Shera ke sini, kayaknya dia bakalan cepat punya adik,” celetuk Bagus sembari melirik kedua kakaknya.“Iri bilang, bos!” Ari tak kalah menatap tajam ke arah Bagus. Ia tetap santai bermain ponsel sembari rebahan dengan menjadikan pangkuan Fira sebagai bantal. Sebagai orang tua baru, rasanya sudah lama Ari tak bisa bermanja-manja dengan Fira. Hari ini Ari sengaja memboyong anak istrinya untuk menginap di rumahnya. Ini adalah pertama kali ia membawa Shera bepergian setelah umurnya lebih dari empat puluh hari. Jangan tanya bagaimana perasaan Rini, ia bahkan telah mempersiapkan jauh-jauh hari segala hal untuk menyambut kedatangan cucunya.“Shera kita minta aja, Ma, biar kakak bikin lagi,” timpal Rafif sembari terus menciumi bayi dalam pangkuan Rini.“Enak aja bikin, kamu kira kue bisa dibikin!”“Emang kamu ikut ngurusin? Palingan mertua kamu yang sibuk ngurusin Shera,” sindir Rini.“Mama tahu aja.” Ari meringis.Meski menjadi orang tua baru di usia yang cukup
Bagus semakin bingung, saat ponselnya beberapa kali berdering. Lebih dari sepuluh pesan masuk yang semua mengucapkan selamat atas hubungan mereka termasuk pesan dari Kayla yang menanyakan kebenaran berita itu karena ternyata Andin juga menandai akun sosial medianya dalam status tersebut.“Itu adalah bukti kalo aku enggak pernah malu pacaran sama kamu. Aku cuma enggak mau berurusan lagi sama Sakti, jadi aku milih diam.”“Tapi enggak kayak gini juga, kan? Lihat, temanku di kampung jadi ikut tahu kita pacaran.” Bagus menyodorkan ponselnya.“Biarin aja, biar semua orang tahu kita pacaran, termasuk cewek yang suka ngejar kamu.”“Siapa?” tanya Bagus sedikit bingung.“Siapa lagi kalo bukan cewek SMA yang selalu ngetag kamu di sosmed. Kamu pikir aku enggak tahu cewek bernama Kayla itu? Awas aja kalo dia berani macam-macam!”Meski dengan cara yang sedikit nyeleneh tapi Bagus lega karena semua dugaannya ternyata salah. Andin tak pernah malu mengakui ia sebagai pacarnya. Bahkan gadis itu bisa b
Tanto terus mondar-mandir di dalam kamarnya. Pikirannya terus berkecamuk setelah mengetahui jika gadis yang menjadi pacar Bagus masih memiliki ikatan darah dengan keluarga yang selama ini sangat dibencinya. Selama menjadi Ayah sambung, ia sebisa mungkin menghindari segala hal yang mampu merenggangkan hubungannya dengan anak tirinya namun untuk urusan yang satu ini ia tak bisa tinggal diam. Lebih baik Bagus terluka sekarang dari pada menyesal dikemudian hari. “Kalo memang ada yang mengganjal lebih baik katakan saja, aku yakin Bagus sudah cukup dewasa untuk mengerti hal itu,” ucap Rini yang ikut bingung dengan kelakuan suaminya. Tanto hanya bergeming lalu menjatuhkan bobotnya di atas ranjang tepat disamping Rini. Ia sedang berpikir kata-kata apa yang pas untuk mengungkapkan isi hatinya pada Bagus. Bertahun telah berlalu, namun rasa benci itu tak pernah sekalipun hilang dari hatinya. Ia selalu mengingat perlakuan keluarga itu pada kakak perempuannya. Mereka yang katanya berasal dari ke
Akhirnya perpisahan itu benar terjadi, Bagus membulatkan tekadnya untuk kembali ke kampung tempat di mana ia pernah dibesarkan. Aneh memang, saat sebagian besar orang memutuskan untuk menetap di kota dengan semua kemudahan dan hingar bingar kehidupannya, Bagus malah lebih memilih untuk mengikuti kata hatinya menetap di kampung dengan segala keterbatasannya. Namun hidup adalah pilihan, ada banyak hal yang ingin ia lakukan di tempat kelahirannya meski harus terpisah ruang dan waktu dengan orang tua, keluarga juga gadis tercintanya. "Gimana Andin?" tanya Ari yang kali ini jadi memboyong keluarga kecilnya untuk mendatangi kampung halamannya. “Ya, begitulah, namanya juga pisah pasti sedih,” jawab Bagus santai.Lelaki tak ingin menampakkan kesedihannya meski hatinya belum sepenuhnya rela meninggalkan gadis itu. Namun ia pun harus menjaga perasaan Ayahnya dengan bersikap cuek dan menunjukkan bahwa dirinya biasa saja meski harus terpisah dengan Andin.Kepulangan Bagus kali ini memang di an
“Kamu baik-baik di sini ya, Nak. Jangan merepotkan Bude, tetap fokus belajar dan misi kamu di sini.” Rini memeluk erat anak keduanya.“Iya, Ma. Mama juga sehat-sehat di sana, ya. Jangan terlalu khawatir, kasihan Ayah selalu repot kalo Mama sakit. Aku pasti baik-baik saja di sini.” Bagus mencoba menangkan Mamanya.“Kami pamit ya, Nak, bilang saja kalo kamu butuh tambahan modal. Yang terpenting proyek kita harus berhasil.” Tanto memeluk Bagus sekilas.“Pasti, Yah.”Hari ini Rini dan Tanto memutuskan untuk kembali setelah rangkaian acara pernikahan Juwita selesai. MBahkan gadis itu langsung mengikuti suaminya berangkat ke luar pulau sore kemarin.Meski dengan berat hati Rini akhirnya merelakan Bagus untuk tetap tinggal di kampung. Selain karena masalah kuliah yang tak ingin berkali-kali pindah, anak keduanya tengah memiliki proyek besar yaitu sedang belajar mengolah tanah milik Tanto serta Kakeknya menjadi lahan pertanian. Bekerja sama dengan Ayahnya sebagai penyedia modal, Bagus akan me
“Setelah lulus kuliah, jangan harap satu rupiah pun uang Papa mengair sama kamu! Enggak ada jatah atau bantuan buat anak yang bisanya cuma ngabisin duit orang tua kayak kamu!”Andin tersenyum kecut mengingat ancaman Papanya tadi. Bukan untuk pertama kali lelaki itu berkata demikian, tapi sudah puluhan bahkan ratusan kali. Bukan tanpa sebab, orang tuanya selalu menganggap gaya hidup yang dijalani Andin berlebihan dan selalu menghambur-hamburkan uang.“Terserah kamu mau kerja, mau nikah atau mau jadi gembel sekalian, Papa sama Mama enggak peduli! Yang jelas semua fasilitas yang kami berikan saat ini akan distop setelah kamu wisuda nanti.”Andin mengusap wajahnya kasar, kali ini ia merasa ancaman Papanya tak main-main. Berawal dari kebiasaannya pulang malam, kedua orang tuanya benar-benar murka karena mobil yang dibawanya tak sengaja menabrak pembatas jalan yang memaksanya berurusan dengan polisi.“Sayang, kamu kemana, sih?” gerutu Andin sembari terus mengutak-atik ponselnya.Sudah hamp