SAYUR KENTANG LIMA RIBU

SAYUR KENTANG LIMA RIBU

By:  Putri putri  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
5 ratings
92Chapters
26.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Rini harus berjuang memenuhi kebutuhannya juga kedua anaknya karena minimnya uang bulanan yang diberikan suaminya yang bekerja diluar negeri. Belum lagi permasalahan dengan tetangga dan saudaranya membuat hidupnya semakin rumit. Ditengah kehidupannya yang serba kekurangan, ia dihadapkan pada seseorang misterius yang rajin mengiriminya uang jutaan rupiah. Apakah Rini tergiur dengan uang tersebut atau terus mempertahankan harga dirinya untuk tak memakainya?

View More
SAYUR KENTANG LIMA RIBU Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Ernoth
Thor ayo donk di lanjut
2023-09-23 06:01:50
0
user avatar
Adny Ummi
Kak, Bab yang judulnya TERLEWATI itu jumlah katanya berapa? soalnya jumlah koinnya gede 21 koin.
2023-09-08 05:44:28
1
user avatar
Nunyelis
agak berat klo koinnya diatas 14 mf.........
2023-08-04 08:39:22
1
user avatar
heyyou
up dong thorr, banyakin ya thor. udah berapa hari ini ga up, udah ga sabar ini hiks..
2023-07-12 11:06:57
1
user avatar
Irma Fauziah
cerita nya menarik benda dari cerita yang biasa pernah ku baca apa lgi covernya
2023-07-11 22:43:10
1
92 Chapters
SAYUR KENTANG LIMA RIBU
“Mbak, beli sayur kentangnya lima ribu sama tempe lima biji, ya,” ucap Rini yang tengah berdiri berjejal dengan beberapa ibu-ibu di rumah Sari – penjual sayur matang yang terletak tepat di seberang rumahnya.“Lima ribu enggak dapat sayur kentang! Mending beli sayur bening aja, nih dapet seplastik! Lumayan kalo sekali makan airnya di kasih dua sendok, bisa buat sampe sore,” jawab Sari ketus sembari menyodorkan satu bungkus sayur bayam.“Tapi Bayu kepingin sayur kentang, Mbak. Dapet sedikit enggak apa-apa, kok.” “Kentang mentahnya aja udah mahal, apa lagi ini ditambah krecek sapi, apa mau kuahnya aja? Lagian enggak punya uang enggak usah sok-sokan kepengin sayur kentang. Kamu itu lebih baik makannya sama garam, biar irit. Jadi sisa uangnya bisa ditabung buat beli baju. Lihat tuh, seragam Bagus, lap mejaku aja lebih bersih dari baju anak kamu. Baru kelas satu kok bajunya udah jelek gitu, jangan-jangan itu bekas bapaknya jaman dulu,” ejek Sari menunjuk pada anak berseragam putih merah ya
Read more
PAKET
“Rin-Rini, kamu di dalam enggak?” Suara seorang wanita menggema dari pintu depan rumah Rini.“I-Iya, Sebentar!” Dengan sigap Rini langsung memasukkan kembali uang-uang tersebut ke dalam amplop dan meletakkannya di tempat semula. Rini menyambar hijabnya kemudian bergegas menemui wanita yang suaranya telah ia hafal. “Ada apa, Mbak?” tanya Rini pada Farida yang datang bersama anaknya perempuannya.“Rin, pinjam duit lima puluh ribu. Sila muntah-muntah terus, aku enggak pegang uang sama sekali buat ke dokter.” “Tapi, Mbak, aku juga enggak punya duit, lagi pula Mas Budi sampai sekarang belum kirim uang.”“Kamu perhitungan sama aku, hah? Gini-gini aku juga kakaknya Budi, masa iya mau pinjem uang adiknya aja enggak boleh. Apa kamu enggak kasihan sama Sila?” ucapnya dengan nada memelas.Ranti melirik pada bocah perempuan berwajah pucat dalam gendongan kakak iparnya. Tubuhnya yang kurus berbanding terbalik dengan mamanya yang tumbuh subur ke atas dan ke samping. Mata Rini melebar tatkala pan
Read more
HAMPIR BERTEMU
“Mau beli apa, Rin?” bisik Santi - salah satu tetangga Rini yang sedang berjalan beriringan menuju rumah Sari.“Beli ayam goreng, Bu. Ari pengin makan ayam, tapi aku enggak sempat masak, buru-buru mau kerja.”“Kamu bawa duit berapa?” cegah Santi menghentikan langkahnya.Rini mengerutkan dahi mendengar pertanyaan wanita bergelar Bu RT itu. “Ini aku pinjami duitku dulu, kamu bisa balikin kapan-kapan. Kasihan aku kalo liat kamu yang dihina terus sama Sari,” ujar Santi menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan.Hati Rini tiba-tiba menghangat, tak menyangka karena ternyata ada tetangga yang perhatian padanya.“Makasih, Bu RT. Alhamdulillah aku lagi ada sedikit rezeki, jadi bisa beli ayam goreng,” tolaknya lembut.“Oh, ya sudah kalo begitu. Kalo ada apa- apa bilang aja sama aku, ya. Jangan biarin si Sari menghina kamu terus. Tuman tau!” Rini mengangguk lalu berjalan kembali ke rumah Sari. Sebenarnya penjual sayur matang bukan Cuma Sari tapi berhubung rumah mereka berhadapan Rini menjad
Read more
BIMBANG
Tak seperti hari-hari sebelumnya, kini Rini sudah tak berharap banyak dengan Budi. Dimulai dari terpaksa, ia sudah mulai terbiasa hidup dan mencari uang sendiri. Dia meyakini bahwa Tuhan pasti telah menakar rezekinya dari awal, nyatanya semakin hari pekerjaan Rini semakin banyak hingga tanpa mengambil jatah dari Budi pun ia dan anak-anaknya bisa makan.Rini mematut dirinya di depan cermin, ia tengah mengamati bintik-bintik hitam yang mulai timbul di wajahnya. Berhadapan dengan panas matahari dan debu setiap hari membuatnya terlihat lebih tua dari usianya, terlebih lagi ia sudah lupa kapan terakhir kali membeli produk perawatan wajah. Benar-benar mengenaskan.“Assalamualaikum, Nduk.”“Waalaikum salam...” Mata Rini berbinar tatkala melihat wajah yang telah lama di rindukan. Sedetik kemudian ia mengambur pada pelukan wanita dan lelaki berusia senja yang baru saja turun dari becak motor.“Sehat, Bu, Pak.” Bergantian Rini mencium tangan mereka takdim.Setelah acara kangen-kangenan selesai
Read more
ARTI KEBAHAGIAAN
“Semua teman-teman Ari udah sunat, Ma. Aku kapan?” tanya Ari saat Rini baru saja pulang menghadiri hajatan salah satu tetangganya yang baru saja menyunati anaknya.“Sebentar lagi ya, Nak. Nunggu mama kumpulin uang dulu buat bikin selamatan,” jawab Rini pelan.Mungkin Ari sudah bosan dengan jawaban yang selalu terlontar dari mulut Rini saat anak sulungnya yang sebentar lagi akan menginjak kelas enam bertanya kapan ia di sunati.“Enggak usah pake selamatan segala, Ma. Kita langsung ke Pak Mantri aja. Aku enggak apa-apa kok enggak dapet amplop dari tetangga.”Mata Rini berkaca-kaca mendengar perkataan anak pertamanya itu. Rata-rata anak-anak di kampungnya minta sunat karena tergiur oleh amplop yang akan di berikan para tetangganya agar bisa membeli sepeda atau barang-barang yang diinginkannya. Sudah menjadi tradisi di kampunya, para tetangga akan memberikan uang saku kepada anak yang baru saja di sunat. Mau tak mau sebagai orang tua harus menyediakan makanan untuk suguhan dan memberikan
Read more
AKANKAH BERNASIB SAMA
[Mas, bulan depan bisa enggak kirim uang lebih. Ari minta di sunati]Dengan cepat jari-jari Rini mengetik pesan untuk suaminya. Sebulan lagi anak sulungnya akan naik ke kelas enam, itu artinya ia harus menepati janjinya untuk menyunatinya.[Aku usahakan ya, Dek. Tapi kalo enggak bisa kamu cari utangan dulu di situ, nanti aku yang bayar]Rini mencebikkan bibir membaca balasan dari suaminya. Jawaban yang sama setiap ia meminta uang lebih untuk membeli keperluan anak-anaknya.[Tapi Ari sudah besar, Mas. Dia malu karena satu kelas dia sendiri yang belum sunat. Kamu jadi Bapaknya mbok ya mikir]Dengan perasaan geram Rini kembali membalas pesan Budi. [Ya, mau gimana lagi, kerjaan lagi susah, Dek.]“Susah kok tahunan,” gerutu Rini.[Bulan depan dan seterusnya enggak usah kirim uang, aku sudah tak butuh uangmu]Setelah mengirim balasan untuk Budi Rini melempar kasar ponselnya ke atas ranjang. Percuma saja di meminta uang pada suaminya kalo ujung-ujungnya di suruh hutang. Lagi pula sejak awal
Read more
MENGAKU
“Astaga, benar-benar keterlaluan si Sari,” pekik Wulan sembari menunjukkan selembar uang berwarna ungu.“Kenapa?” tanya Rini heran.“Masa iya kondangan Cuma sepuluh ribu.”“Ah, kamu salah kali, paling tadi ada yang jatuh pas kamu ambil uangnya,” ucap Rini sembari merapikan amplop kosong di hadapannya.“Beneran cuma sepuluh ribu. Liat, nih” Wulan membolak-balikkan uang di tangannya.“Enggak apa-apa, lagian ini hanya syukuran. Jadi mereka enggak wajib ngasih amplop."Kemarin Rini menepati janjinya untuk menyunati anak sulungnya. Seperti umumnya, ia membuat selamatan dan menyediakan makan juga bingkisan untuk para tetangga dan saudara yang datang. Bermodalkan uang dari orang tuanya dan sedikit uang tabungannya akhirnya ia bisa melaksanakan kewajiban sebagai orang tua, tentu saja tanpa bantuan Budi, suaminya yang tak tahu diri.“Kalo kayak gini kamu rugi, dong! Masak udah makan di kasih bingkisan cuma ngasih sepuluh ribu. Gayanya aja selangit, eh enggak taunya pelit," cibir wanita berginc
Read more
KENYATAAN PAHIT
“Dimana-mana orang pulang kerja di luar negeri itu beli sawah bukan jual sawah.”Nafas Rini memburu tatkala Budi berniat menjual sawah satu-satunya yang mereka miliki. Meskipun tak terlalu luas dan hanya panen setahun sekali, tapi cukup untuk mencukupi beras yang mereka makan.“Tapi kalo enggak ada duitnya aku enggak bisa pulang, Dek,” ucap suaminya dari balik telepon.Pagi tadi Wulan mengunjungi rumah Rini dan mengatakan jika Budi akan menelepon. Benar saja, baru saja Wulan pergi sebuah panggilan masuk.“Kamu gila ya, Mas? Kamu enggak tahu betapa tersiksanya aku saat orang-orang tanya hasil kerja kamu? Pokoknya aku enggak mau jual sawah itu,” ucap Rini geram.“Jangan ketus begitu, kamu pasti kangen sama aku, kan? Katanya pengen aku pulang.” “Kangen?” Rini mengernyit heran. Mengingat-ingat kapan terakhir kali ia merasakan rindu dengan lelaki yang lebih dari sepuluh tahun menikahinya.Awal-awal kepergian Budi, setiap hari ia merasa ada yang kurang dari hidupnya, bahkan setiap saat ing
Read more
BANGKIT
"Mbak, beli sayur kentang dua puluh lima ribu, ayam goreng delapan biji, sate telur enam tusuk, kembaliannya tempe goreng." Sari terus menatap pada wanita yang sedang mengulurkan uang berwarna merah padanya. Matanya menyipit tatkala tetangga depan rumahnya yang biasanya datang berpakaian daster lusuh, kini memakai gamis model terbaru berwarna coklat susu lengkap dengan jilbab bermotif bunga."Rini?" Nafas Sari terasa berhenti saat melihat benda berkilau berwarna kuning melingkar di tangan dan jarinya.Hampir enam bulan setelah kepulangan Rini ke rumah orang tuanya, ia berubah drastis. Dengan bantuan Wulan, ia membenahi penampilannya agar terlihat fress. Bukan berarti lupa masalahnya dengan Budi, tapi hanya ingin membuktikan jika ia bisa bahagia tanpa Budi.Berita pernikahan Budi yang begitu cepat menyebar membuat banyak orang merasa iba pada Rini, namun tak sedikit pula yang menganggapnya bodoh karena dulu tak percaya dengan omongan orang lain. Namun Rini tak ambil pusing, yang terp
Read more
BERTEMU
“Woy, bangun!”Rini terperanjat saat sebuah bantal tiba-tiba mendarat tepat di wajahnya.“Mentang-mentang udah enggak punya suami, bangunnya telat terus! Tuh anakmu pada kelaparan,” teriak wanita bertubuh langsing yang tiba-tiba masuk ke kamarnya.“Aku ngantuk, Mbak. Tolong masakin, dong.” Rini meregangkan badan sebentar lalu kembali menarik selimutnya, tak memedulikan kedatangan Ranti-kakak tertuanya. Rini merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Kakaknya Ranti dan Rafli, masing-masing sudah berkeluarga dan mempunyai rumah sendiri-sendiri. Dan adiknya Riski belum menikah dan masih bekerja di luar kota.Semalam memang Rini susah tertidur, sejak sore hingga tengah malam, ia hanya mondar-mandir tak jelas di kamarnya. Lelah bekerja seharian tak membuat matanya cepat terpejam. Bagaimana tidak, baru saja satu masalah selesai, muncul lagi masalah baru. Rini masih terus berpikir bagaimana cara ia menjelaskan perihal uang yang di pakai untuk modal usaha pada kedua orang tuanya.“Bapak h
Read more
DMCA.com Protection Status