Share

MENGAKU

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2023-07-04 07:06:50

“Astaga, benar-benar keterlaluan si Sari,” pekik Wulan sembari menunjukkan selembar uang berwarna ungu.

“Kenapa?” tanya Rini heran.

“Masa iya kondangan Cuma sepuluh ribu.”

“Ah, kamu salah kali, paling tadi ada yang jatuh pas kamu ambil uangnya,” ucap Rini sembari merapikan amplop kosong di hadapannya.

“Beneran cuma sepuluh ribu. Liat, nih” Wulan membolak-balikkan uang di tangannya.

“Enggak apa-apa, lagian ini hanya syukuran. Jadi mereka enggak wajib ngasih amplop."

Kemarin Rini menepati janjinya untuk menyunati anak sulungnya. Seperti umumnya, ia membuat selamatan dan menyediakan makan juga bingkisan untuk para tetangga dan saudara yang datang. Bermodalkan uang dari orang tuanya dan sedikit uang tabungannya akhirnya ia bisa melaksanakan kewajiban sebagai orang tua, tentu saja tanpa bantuan Budi, suaminya yang tak tahu diri.

“Kalo kayak gini kamu rugi, dong! Masak udah makan di kasih bingkisan cuma ngasih sepuluh ribu. Gayanya aja selangit, eh enggak taunya pelit," cibir wanita bergincu merah darah itu.

Acara selamatan di kampung Rini memang bisa di bilang boros. Para tamu yang datang langsung di suguhi teh manis dan makanan ringan yang tersedia di meja. Setelah itu mereka akan di giring ke meja prasmanan untuk menikmati makanan utama. Dan pulangnya akan di beri bingkisan berupa Gula, teh, mi instan juga kue kering.

“Tenang aja, aku enggak rugi, kok. Mbak Sari udah mau datang aja, aku udah senang. Kamu tahu, kan, betapa bencinya dia sama aku. Lagian belum tentu juga itu dari Mbak Sari, bisa dari orang lain,” jelas Rini.

Sudah menjadi rahasia umum jika Sari memang anti dengan orang susah. Bukan hanya dengan Rini, ia akan bersikap sama dengan siapa pun yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan. Ia lebih suka bergaul dengan orang kaya juga berpangkat. 

“Belum tentu bagaimana, lha wong dari lima puluh amplop cuma satu yang enggak ada namanya, dan cuma Mbak Sari yang belum ada di daftar. Sepuluh ribu buat beli lemper sama dodol yang dia makan aja belum dapet. Benar-benar keterlaluan!”

“Sudah-sudah, enggak apa-apa.”

“Aku lihat sendiri tadi dia makan lemper tiga biji sama masukkin  banyak dodol ke sakunya.” Wulan terus saja mencerocos tak jelas.

“Sudah-sudah.”

“Belum lagi si Farida, ngamplopnya sih lima puluh ribu, sisa rendang satu piring hampir habis dia bawa pulang, mentang-mentang di rumah adiknya, padahal Budi aja enggak mikirin anaknya.”

Rini hanya bisa menggelengkan kepala mendengar ucapan sahabatnya,  tapi ia masih bersyukur Tuhan masih mengirim seorang Wulan sebagai temannya.

“Kalo udah beres tolong masukkin ke lemari, ya. Aku lagi nanggung, nih!” perintah Rini.

Tanpa pikir panjang Wulan berjalan menuju kamar Rini dan tanpa ragu langsung membuka lemari. Setelah meletakkan uang Rini, matanya menangkap hal tak biasa di lemari sahabatnya.  Dengan ragu ia mengambil benda putih yang teronggok di pojok bagian dalam.

“Siapa Tri Hartanto?” tanya Wulan tiba-tiba sembari membuka amplop yang sudah tak berbentuk.

Mendengar temannya menyebut nama keramat itu, seketika sapu di tangan Rini terlepas. Ia tak menyangka bahwa Wulan akan menemukan rahasianya. Itu adalah amplop kiriman bulan lalu yang uangnya terpaksa ia gunakan untuk membiayai tasyakuran sunatan Ari.

“Aku tanya siapa Tri Hartanto?” teriak Wulan lebih keras.

“A-Aku enggak tahu, Lan.” Rini tertunduk.

“Amplop ini ada di lemarimu dan ini? Apa maksud semua ini?” Wulan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Setumpuk amplop dan buku kecil yang ia letakkan sembarang di lemarinya.

“I-itu...” Bibir Rini tiba-tiba kelu, pasti Wulan akan menuduh yang tidak-tidak padanya.

“Apa kamu sudah mulai belajar menjual diri? Atau sudah menjadi simpanan lelaki seperti Ina. Kata Bu RT akhir-akhir ini Ina sering datang ke rumahmu?”

“Aku bisa jelasin, Lan.”

Setelah pertemuan Rini dan Ina tempo hari, Ina memang beberapa kali datang ke rumah Rini, tapi tidak untuk mengajak hal yang tidak-tidak, ia hanya datang untuk memberikan baju juga sepatu bekas untuk anaknya.

“Aku memang sering menyuruh kamu menikah lagi, tapi bukan begini caranya. Kamu harus selesaikan dulu masalahmu dengan Budi, setelah itu kamu bebas menikah dengan siapa saja. Jadilah wanita terhormat, Rin.” 

“Ta-tapi aku belum pernah bertemu dengannya, aku juga tak tahu persis dia siapa.” Rini mendongak memandang wajah garang sahabatnya.

Baru kali ini Rini melihat wajah centil sahabatnya berubah jadi garang. Ditambah lagi dengan bedak yang kotras dengan warna kulitnya menjadikan wajahnya sedikit mengerikan.

“Kamu bodoh apa gimana, hah? Dia sudah belasan kali mengirimu uang, tapi kamu bilang tak tahu?” Wulan mengetuk-ngetuk buku tabungan di tangannya.

“Da-dari mana kamu tahu kalo aku be-belasan kali...”

Tanpa menjawab Rini membeber belasan amplop yang ia temukan di atas ranjang.

Rini menghela nafas panjang, mungkin sudah saatnya ia bercerita tentang uang itu kepada Wulan. Bagaimanapun juga sekuat-kuatnya ia menyimpan rahasia, pasti akan terbongkar juga.

“Duduk dulu, Lan,” Rini terlebih dahulu duduk di atas ranjang, diikuti Wulan di sampingnya.

Untung saja orang Rini baru saja pulang, jadi ia bisa sedikit tenang. Bisa panjang urusannya kalo Bapak dan Ibunya tahu masalah ini.

Akhirnya Rini menceritakan secara runtut kejadian demi kejadian yang ia alami hampir dua tahun ini. Ia juga memberi tahu kemungkinan orang yang mengiriminya banyak selali uang dan alasannya merahasiakan hal itu hingga saat ini.

“Bisa juga semua ini dari Mas Tanto, secara dia kan uangnya banyak, belum punya tanggungan, dan yang pasti dia tahu keadaan kamu yang serba kekurangan,” ucap Wulan sepemikiran dengan Rini.

“Aku harus gimana, Lan?” 

“Mungkin itu bagian dari sedekahnya, tapi apa harus setiap bulan, sedangkan orang kekurangan kan enggak cuma  kamu.” Wulan masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

“Terus?”

“Apa jangan-jangan dia suka sama kamu? Tapi kok seleranya jelek banget, ya?” 

“Maksud kamu?” 

“Tanto kan bujang, ya walaupun bujang tua, terus penampilannya lumayan, enggak jelek-jelek banget, kok bisa suka sama kamu yang item, dekil kayak gitu?”

“Kamu menghina aku, ya?” ucap Rini tak terima. 

Benar-benar teman enggak ada akhlak, menghina kok terang-terangan.

“Kalo memang duit itu dari Tanto, berarti kalian jodoh.”

“Jodoh?”

“Iya, sama-sama bodoh. Kenapa Tanto enggak ngasih uangnya secara langsung? Paling tidak ada kejelasan tujuannya. Udah ngasihnya diam-diam, di kasih nama pula. Untung banyak, enggak kaya amplop si Sari. Lah kamu udah tau punya duit banyak, sok-sokan enggak mau pake. Benar-benar kasihan duit itu.”

Punya teman kok gitu amat, yak?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Hari Anto
mantap lajut baca
goodnovel comment avatar
Al Islammm
bagus dan puas
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SAYUR KENTANG LIMA RIBU   EKSTRA PART : THE END

    “Maaf Sayang, bukannya ingin berkhianat, tapi aku—“Bagus tak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia terus menatap nisan dihadapannya dengan penuh rasa bersalah. Seminggu terhitung sejak hari ini ia akan melangsungkan pernikahan dengan Kayla, wanita yang telah ia pilih menjadi ibu sambung bagi Adiba.“Cintaku tetap sama dan namamu akan kutempatkan pada bagian yang paling spesial dihatiku selamanya. Semoga kamu mengerti.”Terkadang kata hati tak sejalan dengan pikiran. Dua minggu yang lalu, ia nekat meminang Kayla dan memintanya menjadi bagian dari hidupnya.“Terima kasih sudah mau menerima undangan kami Kay,” ucap Bagus pada sosok wanita yang kini memakai topi lebar yang digunakan untuk melindungi wajahnya dari terik matahari.“Sama-sama, Mas. Aku senang kalian mau ngajak aku.”Atas permintaan Adiba, Bagus sengaja mengajak Kayla liburan ke pantai untuk merayakan hari ulang tahun Adiba yang ke enam. Meski hanya liburan sederhana namun kali ini terasa spesial karena ada seorang wanita bera

  • SAYUR KENTANG LIMA RIBU   EKSTRA PART : HARI BARU

    Bagus menyentuh gundukan tanah merah yang rutin ia kunjungi setiap minggu sejak lima tahun yang lalu. Sebuah bunga lili putih ia letakkan di sana sebelum ia duduk dan berdoa untuk wanita yang telah lama meninggalkannya. “Hai Mama, Diba datang lagi.” Bocah berbaju kuning itu berbicara pada batu nisan yang ia anggap sebagai rumah Mamanya. “Maaf Sayang, mungkin setelah ini kami akan jarang datang, semoga kamu mengerti. Kami akan pindah ke kampung seperti harapanmu dulu. Bukannya kami ingin meninggalkanmu, tapi kami ingin menjalani hidup baru tanpa bayang-bayang masa lalu di sana,” ucap Bagus mengelus lembut nisan mendiang istrinya. Lima tahun telah berlalu, Bagus merasa sudah saatnya ia membenahi hidupnya. Ia yakin Andin tak akan suka jika dirinya terus-terusan terbelenggu dengan masa lalu. Setelah berpikir ribuan kali, Bagus memutuskan untuk mencari tempat yang lebih tenang untuk menata hidupnya kembali, tentu saja dengan Adiba—putri kesayangannya, buah cintanya bersama Andin, bocah m

  • SAYUR KENTANG LIMA RIBU   TAMAT

    “Bagus, kamu langsung ke rumah sakit, Andin pendarahan.”Bagaikan tersambar petir disiang bolong, kabar yang baru saja diberikan Papa mertuanya berhasil membuat hatinya hancur berkeping-keping. Bagaimana mungkin istrinya tiba-tiba mengalami pendarahan, padahal beberapa jam yang lalu saat ia akan pergi ke kantor wanita itu terlihat biasa saja. Tak menunggu lama, Bagus segera memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit yang mertuanya sebutkan. Ia tak peduli lagi dengan meeting penting yang beberapa menit lagi akan diadakan atau tender yang mungkin akan hilang karena saat ini yang terpenting adalah menemui Andin secepatnya.Tulang-tulang ditubuh Bagus serasa rontok saat pertama kali ia memandang wanita yang kini terbaring lemah di atas bangkar dengan beberapa alat yang memenuhi tubuh dan wajahnya.“Jangan lupa bahagia, Sayang.” Kata-kata itu terus terngiang saat wanita itu pagi tadi mengantarkannya berangkat kerja. Tak seperti biasanya, Andin memeluknya cukup lama dan m

  • SAYUR KENTANG LIMA RIBU   LEMAH

    “Capek?” Bagus mengelus lembut perut Andin yang mulai membuncit.“Heem.” Andin menyeruput jus mangganya hingga tandas lalu beralih memandang Bagus.Saat ini mereka baru saja pulang dari rumah Rini dan Tanto untuk menghadiri selamatan yang diadakan karena kedua anaknya hamil bersamaan. Tak hanya selamatan, Andin dan Fira juga harus bertukar baju seperti kata orang tua zaman dahulu yang masih dipercaya oleh Rini. Meski hanya naluri, namun Rini hanya ingin memohon keselamatan untuk kedua menantunya.“Masih mual?”Andin mengangguk.Sejak awal kehamilan, Andin memang mengalami mual dan muntah yang cukup parah. Ia bahkan hampir tak bisa meminum air putih jika lidahnya merasakan air tanpa perasa. Sebagai gantinya setiap saat ia akan meminum jus buah atau teh manis agar asupan cairan ditubuhnya tetap terjaga.“Mau makan? Mama bawakan rendang tadi.”Andin mengangguk semangat.Tak hanya kesulitan minum, untuk urusan makan pun Andin terbilang cukup susah. Wanita itu bahkan bisa memuntahkan semu

  • SAYUR KENTANG LIMA RIBU   KEJUTAN

    “Kapan kamu akan resign? Papa nanyain terus tuh!” Andin mengantarkan Bagus yang akan berangkat kerja sampai halaman rumah.“Aku belum bicara sama atasan,” lirih Bagus.“Kok gitu? Kamu enggak mau terima tawaran Papa?” “Mau sih, tapi—““Tapi apa?”“Enggak apa-apa. Aku berangkat kerja dulu, baik-baik di rumah, nanti sore kita ke rumah Mama.” Bagus mencium kening, pipi kanan, pipi kiri dan yang terakhir mengecup bibir istrinya sekilas.Andin hanya tersenyum melihat tingkah suaminya yang mulai berani menunjukkan kemesraannya berbeda dengan awal-awal menikah yang terlihat begitu pemalu dan tak berkutik jika berada di luar kamar.Andin memutuskan kembali masuk ke dalam rumah setelah mobil hitam yang dikendarai Bagus meninggalkan halaman. Ia melangkah menuju ruangan kamar yang berada tepat di sebelah kamarnya yang telah disulap menjadi ruang kerjanya. Dari kamar bernuansa krem inilah Andin setiap hari berkutat dengan laptop untuk berkoordinasi dengan beberapa teman yang menjalankan usahanya.

  • SAYUR KENTANG LIMA RIBU   AGRESIF

    I⁹Andin menyunggingkan senyum melihat tangan kekar yang kini memeluknya erat. Embusan nafas hangat terasa menyapu kepalanya membuatnya enggan beranjak dari posisinya. Ia memejamkan mata mengingat aktivitasnya semalam yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata saat lelaki yang kini mendekapnya berhasil mendapatkan mahkota yang paling ia jaga selama hidupnya.“Udah bangun?” bisik Bagus tepat ditelinga Andin.“Heem.” Bukannya melepaskan tangannya, Bagus malah mengeratkan pelukannya. Aroma sampo yang sejak semalam menguar dihidungnya membuatnya enggan untuk beralih posisi. Bahkan jika bisa ia ingin berada dalam posisi seperti ini setiap saat. Entah kebaikan apa yang telah ia lakukan semasa hidup, hingga ia bisa mendapatkan istri secantik Andin. Seorang wanita yang seharusnya hanya ada dalam angannya namun kini nyata menjadi miliknya. “Terima kasih.” Bagus menghujani kepala istrinya dengan kecupan bertubi-tubi.Tidak ada kata yang bisa mengungkapkan kebahagiaannya saat ini. Bagus merasa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status