Share

SEBUAH PENGHIANATAN
SEBUAH PENGHIANATAN
Penulis: Riri Kaori

AKU HAMPIR SAJA MATI

Sore ini aku menunggu senja untuk kembali datang menyapaku walau sesaat, tapi cuaca sore ini sedang tak bersahabat. Air yang jatuh dari langit mengingatkan ku pada peristiwa itu, peristiwa dimana aku pertama kali kehilangan Mama, Papa, dan kedua kakakku.

Aku kehilangan mereka bukan karena kecelakaan, tapi karena mereka yang membuangku ke jalanan. Menurut mereka aku adalah anak pembawa sial, dan mereka membawaku sangat jauh dari rumah untuk membuang ku agar aku tau arah pulang.

Aku tidak cacat, lalu mengapa mereka tega membuang ku! Aku tidak meminta untuk di lahirkan ke dunia ini. Aku menangis sekencang-kencangnya tapi tak sedikit pun mereka mengasihi ku. Aku seperti sampah di mata mereka.

Namaku Tere. Saat itu usiaku 7 tahun. Tubuhku yang kurus ini menggigil karena hujan deras mengguyur tubuhku. Perutku yang lapar membuatku lemas berjalan untuk menemukan jalan pulang.

Aku berjalan tanpa henti hingga aku benar-benar tak sanggup lagi untuk melangkah, dan akhirnya aku tak menyadarkan diri.

Langit semakin gelap namun hujan tak kunjung reda. Ketika aku tersadar dan perlahan membuka mata, ternyata aku terbaring lemas tak berdaya tepat di bawah pohon mangga yang lebat. Baju yang ku gunakan basah kuyup dan tubuhku semakin menggigil seolah ada es batu yang lebih besar dari tubuh kurus ku ini masuk hingga ke tulang.

Rasanya aku akan mati di tempat ini. Perutku sangat lapar dan aku tak sanggup menahan rasa dingin yang menggila ini.

Ketika aku tersadar, aku sangat merasa ketakutan dan tak kuasa menahan lapar dan dingin yang merasuk ke tubuhku. Aku bingung harus bagaimana. Hatiku terasa sakit sakit dan dadaku sangat sesak, mengapa mereka tega membuang ku ke jalan dan membiarkan ku akan mati seperti ini! Rasanya benar-benar aku seperti akan mati di tempat ini. Aku berharap ada seseorang yang akan menolong ku, tapi kemana orang-orang itu, mengapa tak satupun ada yang lewat d tempat ini. Aku sangat kebingungan dan tak tau harus bagaimana lagi.

Aku kembali memejamkan mataku dan kembali berharap jika aku membuka mata seseorang sudah menolong ku.

*****

Tak terasa suara adzan subuh berkumandang di mesjid, sepertinya mesjid itu tak jauh dari sini. Aku ingin beranjak dari tempat ini tapi tetap saja aku sudah tidak memiliki kekuatan untuk melangkahkan kaki, untuk mengangkat badanku saja bangun aku tak memiliki kekuatan, aku harus bagaimana Tuhan.

Aku hanya pasrah saat itu, dan berdoa terus menerus dengan penuh harap. Jika aku harus mati kelaparan dan kedinginan di tempat ini, mungkin sudah takdirku.

Malam yang panjang sudah kulalui dengan hujan yang sangat deras tanpa henti. Sang fajar mulai datang dan sang mentari mulai menunjukkan lukisan indah di langit, tanda hujan tak akan turun lagi. Aku tetap terus berdoa penuh harap.

Aku tertidur di dalam ketidak berdayaanku, tiba-tiba buah mangga yang ada di atas pohon itu jatuh dan menimpa kepalaku dan membuatku harus membuka mata dengan kondisi yang sangat amat lemas.

"Awww... Rasanya sangat sakit". Aku melihat sejenak buah itu lalu perlahan mengambil nya dan memakannya.

"Apakah aku harus bertahan hidup dengan pohon yang di penuhi buah ini? Apakah aku bisa mengisi perut laparku dengan buah ini? Lalu bagaimana dengan tubuh kurus ku yang hanya memakai pakaian basah akibat kehujanan? Ah sudahlah, aku tak boleh banyak mikir dulu, yang penting aku bisa mengisi perutku yang sangat lapar ini." Gumam ku  

Satu biji buah mangga ukuran sedang sudah ku lahap, lumayan aku bisa merasa sedikit kenyang, walaupun aku memakannya dengan cara mengupasnya dengan gigiku ini.

Kepalaku masih sedikit pusing mungkin karena akibat perutku lapar ditambah lagi buah mangga itu jatuh tepat di kepalaku. Tapi tidak masalah, mungkin ini cara Tuhan agar aku dapat bertahan hidup.

Matahari sudah mulai memancarkan sinarnya. Dan aku berusaha berdiri dan duduk di bawah sinar matahari agar baju ku yang basah ini akibat hujan bisa kering.

Sangat sulit memang, tapi mungkin ini yang harus aku hadapi meski hatiku menjerit ingin pulang.

Sambil berjemur di bawah sinar matahari, aku memperhatikan di sekeliling ku. Benar-benar tak ada orang yang lewat.

Aku berusaha menguatkan diriku agar aku dapat berjalan mencari pertolongan. Tapi sepertinya ada mesjid di sekitar sini, itu berarti ada rumah di dekat sini. Aku harus berusaha mencari pertolongan agar aku tak berada di tempat ini terus menerus.

Ketika aku merasa bajuku yang basah ini lumayan kering dan perutku sudah tak terasa lapar lagi karena berkat buah mangga itu, aku memutuskan untuk mencari pertolongan, kali aja aku beruntung bisa bertemu dengan orang baik yang akan menolong ku.

Aku berjalan tanpa tahu jalan, yang penting aku bisa selamat di pikiranku.

Aku mencari mesjid yang mengeluarkan suara adzan subuh tadi, tapi di mana mesjid itu. Rasanya aku berjalan sudah lumayan jauh, tapi aku belum melihat tanda-tanda ada seseorang yang tinggal di dekat sini atau seseorang yang lewat.

Aku terus berusaha untuk berjalan, walau tubuh ku sudah mulai terasa lemas kembali.

Dan akhirnya aku menemukan seorang ibu-ibu yang sepertinya hendak ke pasar. Aku hanya mampu mengatakan tolong lalu aku kembali tak menyadarkan diri lagi.

Aku tak tahu ibu itu menolong ku atau tidak, karena saat itu aku benar-benar kembali tak menyadarkan diri dan tak merasakan apa-apa sama sekali.

Ketika aku terbangun, dan melihat di sekeliling ku, sepertinya aku berada di rumah sakit. Aku ingin bertanya pada dokter yang memeriksa ku tapi mulutku belum mampu untuk mengeluarkan suara.

"Apakah ibu itu yang menolong ku lalu membawa ku ke rumah sakit? Lalu kemana ibu itu? Aku tak melihatnya sama sekali". Gumamku.

Karena berhubung aku benar-benar masih sangat lemas, akhirnya aku mengikuti mataku yang memang ingin terpejam kan.

Ketika aku kembali terbangun di malam hari, aku merasa sedikit membaik. Tapi tak ada lagi dokter yang masuk di ruangan ini untuk memeriksa ku. Bahkan aku tak memiliki teman kamar yang di rawat di rumah sakit ini. Aku benar-benar sendiri di sini, dan orang yang menolong ku itu siapa dan kemana dia!

Aku menengok ke meja yang berbeda tepat di sisi kananku, dan lumayan ada makanan yang tersedia. Aku bisa memakannya untuk memuaskan perutku yang sudah mulai bawel ini.

Saat aku sedang asyik makan makanan yang tersedia di meja itu, tiba-tiba aku di kagetkan dengan kedatangan seorang perawat, dan perawat itupun terkejut melihatku makan dengan sangat lahapnya meski tanganku masih kondisi terinfus.

"Kamu sudah bangun anak manis?" Kata dokter itu.

"Aku hanya mengangguk sambil menikmati makanan yang ku makan ini."

Meski rasa makanan ini hambar, tapi setidaknya aku bisa makan dan tak kelaparan lagi.

Perawat itu hanya melihat ku sambil tersenyum lalu memberikan ku selimut dan obat yang harus ku minum setelah aku selesai makan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status