Share

JERITAN HATIKU

Pagi sudah datang, dan cahaya matahari menerpa wajahku melalui pentilasi jendela.

"Pagi anak manis, rupanya kamu baru bangun. Ini sarapannya, jangan lupa setelah sarapan obatnya di minum yah karena sebentar lagi dokter datang untuk memeriksa kondisi kamu". Kata perawat itu sembari menyimpan sarapan di atas meja yang terletak tepat di sisi kiri ku.

"Tante suster, aku boleh bertanya tidak?" Kataku sambil bangun dan duduk.

"Mau tanya apa anak manis?" Tanya perawat itu.

"Siapa yang membawa aku ke sini?" Tanyaku.

"Kemarin kebetulan aku melihat kamu terbaring lemas di jalan saat aku menuju untuk berangkat kerja di rumah sakit ini." Kata perawat itu.

"Tante suster lihat tidak seorang ibu-ibu yang sedang bersamaku?" Tanyaku.

"Tante suster tidak melihat siapa-siapa saat itu. Memangnya ada yang bersama kamu yah?" Tanya perawat itu lagi.

"Kemarin aku tersesat dan berusaha mencari bantuan, tapi aku tak menemukan seorangpun yang lewat di tempat itu. Aku berjalan sudah sangat jauh dan tiba-tiba aku melihat seorang ibu-ibu dan aku meminta tolong kepada ibu-ibu itu lalu setelah itu aku tak ingat lagi apa yang terjadi dan tiba-tiba saja aku sudah berada di rumah sakit ini". Kataku menjelaskan.

"Sekarang kamu sudah bersamaku dan Tante suster yang lain di sini, jadi kamu jangan takut yah anak manis. Tapi ngomong-ngomong, orang tua kamu mana? Dan mengapa kamu bisa tersesat?" Tanya dokter itu.

Aku terdiam dan bingung. Entah aku harus menceritakan nya atau tidak.

"Ya sudah tidak apa-apa, Tante suster tidak akan memaksa mu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Jika nanti kamu ingin menceritakannya, ceritakan saja, Tante suster akan mendengarkan dengan baik". Kata perawat itu sambil memelukku.

"Kalo begitu sekara kamu sarapan, lalu minum obatnya. Karena sebentar lagi dokter datang memeriksa kamu". Kata perawat itu lagi.

"Siap Tante suster, makasih yah sudah tolongin Tere". Kataku sambil melempar senyumanku yang paling manis untuk perawat itu.

"Iya anak manis, sama-sama". Jawab perawat itu sambil beranjak keluar dari kamar rawat yang ku tempati ini.

Aku kembali memikirkan tentang mengapa mama, papa serta kedua kakakku tega membuang ku ke jalan. Apakah karena aku berbeda dari mereka? Tapi aku tidak memiliki cacat! Mengapa mereka menganggap ku sebagai pembawa sial dalam keluarga? Apa salahku?

Hatiku menangis, hatiku terasa sangat sesak. Aku gadis berumur 7 tahun yang harus menghadapi kenyataan yang tak seharusnya aku jalani.

Anak seusiaku harusnya berangkat ke sekolah dan bermain serta merasakan kasih sayang dari orang tua dan sodara. Tapi aku tidak mendapatkan itu semua. Aku benar-benar tidak seberuntung orang yang paling beruntung di planet ini lahir ke dunia ini.

Aku menangis tersedu-sedu, mengingat apa yang telah di lakukan oleh keluarga ku kepadaku. Aku tak tau setelah mereka merawat ku di rumah sakit ini aku harus ke mana dan bagaimana caranya aku bertahan hidup tanpa keluarga di sekitar ku.

"Aku hanya ingin pulang..." Kataku sambil menangis.

Agar Tante suster itu tak mengetahui kesedihan ku, aku memakan sarapan yang telah ia bawa lalu aku meminum obat agar aku bisa sehat kembali.

Aku berusaha menyembunyikan kesedihan ku dari siapapun itu. Karena aku pikir mereka tak akan memiliki jalan keluar jika mereka mengetahui nya, jadi aku lebih memilih untuk menyembunyikannya.

Selang berapa saat aku sudah menghabiskan sarapan dan meminum obat, akhirnya dokter pun datang memeriksaku, dan mengatakan kondisiku semakin membaik, itu artinya aku akan segera keluar dari rumah sakit ini.

Hatiku semakin sedih karena aku bingung harus kemana. Apakah aku akan menceritakan pada Tante suster itu ataukah aku harus menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi kepadaku. Aku semakin bingun dan hatiku seperti menjerit karena aku sangat sedih.

Mengapa aku tidak mati saja pada saat hujan membuat tubuhku menggigil tak tertahankan, mengapa Tuhan tidak membiarkan ku mati saja pada saat tubuhku lemas karena kelaparan! Mengapa aku harus hidup jika aku sendiri tak tau bagaimana cara untuk bertahan hidup! Aku hanya anak kecil berumur 7 tahun yang belum banyak tau tentang hal di luar sana.

Aku sangat kebingungan harus bagaimana. Aku takut jika Tante suster itu tau maka keluargaku akan menyiksaku lebih dari pada ini.

Apakah setelah mereka merawat ku di sini, aku harus siap menghadapi apapun yang akan terjadi di luar sana atau aku akan menyerah dengan semuanya dan menunggu Tuhan menjemput ku?

Kesedihan di dalam hatiku begitu sangat besar. Entah hatiku dendam pada mereka yang telah membuang ku atau tidak. Aku tidak tau.

Setelah dokter memeriksaku, aku duduk menatap bunga-bunga yang berada di halaman samping melalui jendela kamar ini.

Aku melihat beberapa kupu-kupu dengan warna yang sangat cantik hinggap di bunga-bunga itu. Dan satu di antara kupu-kupu itu terbang dengan bebasnya. Terbang setinggi-tingginya. Aku sangat menikmati ketika melihat nya terbang dengan bebas, dan mereka tampak tak pernah memiliki masalah seperti ku. Rasanya aku ingin menjadi kupu-kupu yang setiap hari bermain dengan kepakan sayap berwarna warni, terbang beriringan dan mereka terlihat begitu kompak.

Tapi itu hanya seekor kupu-kupu, aku seorang anak manusi yang butuh kasih sayang orang tua dan keluarga. Aku bukan kupu-kupu yang setiap hari harus terbang dengan penuh rasa bahagia.

Aku sendiri pun tak tau aku akan bisa tetap bertahan hidup atau tidak. Karena sekarang aku tak memiliki siapa-siapa lagi. Aku harus kemana dan siapa yang akan menemani ku!

Hatiku kembali menjerit dan memberontak. Aku belum bisa menerima kenyataan yang aku jalani saat ini. Aku benar-benar belum bisa. Aku terlalu kecil untuk memaksa kan otakku untuk berfikir seperti orang dewasa.

Aku tidak ingin menjadi seperti gelandangan yang tidur di pinggir jalan dan mengharap belas kasih dari orang lain karena aku bukanlah seorang pengemis. Aku hanya anak perempuan berusia 7 tahun yang memiliki keluarga yang sangat tega melakukan semua ini kepadaku.

Hidup di jalanan sangat tidak enak. Harus menahan dinginnya malam dan dingin nya hujan, harus menahan lapar dan haus. Dan aku hampir mati setelah melewati malam panjang itu yang membuat seluruh tubuhku menggigil karena terguyur hujan deras sehari semalam dan harus menahan lapar dan haus. Baju di badanku basah kuyup dan kering di badan. Hal itu yang membuatku semakin drop dan rasanya aku hampir saja nyaris mati.

Aku seorang anak kecil perempuan yang berusia 7 tahun harus mengahadapi kenyataan yang sangat pahit ini. Jika Tante suster itu tak menolong ku mungkin aku sudah mati tanpa ada orang lain yang mengenaliku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status