Share

2. Pewaris

Tidak ada yang berubah dari ruangan kantor besar tuan Sanjaya.  Masih seperti empat tahun yang lalu saat dia menyerahkan kendali kepada anaknya Jayadi. Satu satunya perubahan mungkin cat dan ruangan itu lebih mewah dan lebih keren.

Peti besi tahan api dan kuat itu masih di tempatnya yang sama. Hanya mereka berdua yang tahu kombinasi kunci besi itu. Tuan Sanjaya hapal betul dan diwariskan kepada putranya, tapi ia tidak tahu apakah kombinasi kuncinya masih sama.

Membuka brankas  ini  dengan sistem kombinasi manual dengan standar empat roda yang dimiliki tuan Jayadi sanjaya dengan enam angka dan kunci utama.

Ia lalu melakukan putaran dari angka nol, mencoba menggeser putaran kombinasi  sampai angka 7 di posisi indeks atau garis pembuka.

Memutar nomor kombinasi ke arah kiri lagi sebanyak tiga kali hitungan melewati nomor pertama. Berhenti saat hitungan masuk ke hitungan keempat.

Lalu tuan Sanjaya  memutar kombinasi ke arah kanan sebanyak dua kali sampai melewati nomor kedua pada angka  kemudian berhenti tepat pada hitungan yang ketiga.

Enam angka yang dimasukan itu,  brankas tidak bisa terbuka.

Tuan Sanjaya  tahu kombinasi kuncinya telah ditukar. Ia tidak bisa membukanya, lemari besi berikut brankas itu banyak surat penting.

"Kamu harus memanggil tukang brankas ini, dibuka dengan sedikit kerusakan," perintah Tuan Sanjaya .

Ia memerintahkan untuk memanggil tukang kunci brankas  peti besi.

Pegawainya bersibuk. Memanggil tukang terbaik.

Beberapa lama, stafnya melapor.

"Tukang kunci sudah datang tuan,  mereka sudah bekerja."

" Berapa lama?" Tanya tuan Sanjaya.

"1 atau 2 jam, mungkin lebih," jawab pegawainya.

"Lebih cepat," ujar tuan Sanjaya. Ia tak mau berlama lama.

Tukang besi dikerahkan untuk membuka peti itu, karena kombinasinya hanya diketahui anaknya Jayadi.

"Tolong bekerjanya cepat, aku tidak punya banyak waktu'!"  Perintah tuan besar yang biasa memerintah.

Anak buahnya sedikit ketakutan, bekerja dengan hati hati. Tukang besi brankas juga.

Cukup lama baru berhasil dibuka, tuan Sanjaya sendiri yang berwenang untuk melihat isi brankas itu. Ia memperhatikan sejenak pekerjaan tukang besi  yang spesialis brankas. Ia cukup puas dan mengangguk angguk.

Pekerjaan terakhir; ia menarik brankas itu dengan tangannya. Melihat surat dan dokumen bertumpuk didalamnya. Akte pendirian perusahaan, kerjasama bisnis, saham dan berbagai surat penting.

Setelah berhasil dibuka,  dengan ekspresi cemberut di wajahnya, sang ayah  mulai memilah-milah kertas, meletakkan korespondensi bisnis ke satu arah dan pribadi di sisi lain. Surat itu bertumpuk tumpuk. Tuan Jayadi memilahnya dengan teliti. Beberapa surat menarik perhatiannya. Surat yang tidak biasa. Ia memperhatikan dengan lebih teliti.

Ada tiga atau empat amplop, ditandatangani dengan tangan, dengan cap pos dan prangko dari sebuah kota dan hanya satu yang dibuka.

Beberapa surat berharga, perjanjian, saham dan buku check, uang dollar dan rupiah disisihkan kesebelahnya .

Sebuah surat yang menarik perhatian tuan Sanjaya. Surat itu pastinya dari seorang wanita.

Ia mengatakan bahwa ia telah melahirkan, untuk diketahui dan si wanita tidak berharap itu diakui, karena semua itu terjadi karena sebuah kesalahan.

Tuan Sanjaya mengerutkan kening. Warna ungu pada amplop dan huruf besar dan bulat.

Hatinya bergejolak, ketika sudah membaca surat itu.

Akte kelahiran seorang putra dari wanita, meski tidak ada nama anaknya Jayadi, namun wanita itu mengakui bahwa tuan Jayadi adalah ayahnya.

Surat itu tercorat coret dan remuk, bekas diremas  .

Pastinya anaknya kesal dan melampiaskan pada kertas itu, namun menyimpannya juga dalam lemari besi.

Masalah yang lain, adalah tidak ada alamat pengirim surat itu. Petugas pos mengantarkan surat itu tanpa alamat pengirim. Tapi tuan Sanjaya melihat kota yang mengeluarkan akte. Tuan Sanjaya juga meneliti perangko diamplop itu. Segera saja ia tahu kemana mencari.

Sebuah kota kecil, disebuah pulau kecil dan kota itu hampir tidak tercantum dalam peta.

Meskipun kematian tragis Jayadi ada di halaman depan semua tabloid di negara itu mungkin ada yang tidak tahu apa-apa tentang itu. Mungkin saja anak itu, kalau benar keturunan Sanjaya masih perlu dibuktikan dengan DNA.

Tuan Sanjaya mengeluarkan surat dari amplop terbuka dan mulai membaca. Ini benar-benar menarik. Anaknya Jayadi memiliki anak. Keluarga Sanjaya punya pewaris.

Tuan Sanjaya seperti berhenti bernafas. Ia membaca lagi surat itu dengan mata bersinar.

"Tuan Sanjaya punya pewaris," bisiknya dengan suara serak.

Seorang pegawai tiba tiba mengetuk pintu. Pintu kantor itu terbuka.

Kakak tirinya Tuan Sutanta masuk sambil mengangkat tangan.

"Kau akan bekerja keras lagi, untuk perusahaan ini," Tuan Sutanta menyapa.

"Benar sekali, aku akan memilih orang  orang kepercayaan, karena aku sudah tua."

"Keluarga terdekat akan membantu, ini kalau kamu mengizinkan dik." Kata Tuan Sutanta pula.

"Kakak juga sudah tua, empat tahun diatasku, apa kakak kuat membantu?"  Tuan Sanjaya bertanya tidak yakin.

"Anakku, Andika,  dia lulusan sekolah bisnis meski tidak diluar negeri."

"Aku tidak mau merepotkan kakak, bukankah dia juga sudah diserahi perusahaan kakak, apa dia ada waktu?"

"Mungkin perusahaanku akan dilikuidasi, bisnis kontraktor tidak begitu cerah, banyak pesaing kontraktor besar dari negara dan juga dari luar. Biar dia belajar diperusahaan adik."

Tuan Sanjaya berpikir sebentar. Ia melupakan tawaran Tuan Sutanta.

"Ada yang menarik," Tuan Sanjaya memperlihatkan senyum penuh kegembiraan.

"Aku punya cucu," ujar Tuan Sanjaya dengan suara bahagia.

" O, iya?" tuan Sutanta ingin lebih tahu.

"Aku punya cucu," suara tuan Sanjaya  setengah berteriak.

Kakaknya, Tuan Sutanta mengerutkan dahi. Setengah tidak percaya .

"Bukankah anakmu belum menikah?" tanyanya ragu.

"Anak bandel itu diam diam telah  menikah, aku tidak tahu," lagi lagi wajah tuan Sanjaya berseri .

"Berita bagus." Tuan Sutanta memperlihatkan juga kegembiraannya meski sebenarnya itu berita tidak bagus untuk didengarnya.

"Bagaimana kamu punya cucu?"

Namun tuan Sanjaya nampaknya masih belum berterus terang.

"Aku belum yakin," katanya pula.

"Aku harus menelitinya lagi, apa dokumen itu benar dan bagaimnana legalitasnya."

"Apa yang bisa kuketahui?" Tuan Sutanta  ingin tahu.

"Ada wanita yang mengakui punya anak dari Jayadi, berarti dia cucuku."

"Apakah Jayadi menikah resmi? " tanya Tuan Sutanta pula.

"Jika tidak, tentunya akan jadi bahan gosip."

"Mungkin, tapi aku tidak peduli, apabila ada  darah keturunan Sanjaya, aku akan menerimanya."

Mata Tuan Sutanta mulai membesar, memperhatikan ucapan tuan Sanjaya, namun kemudian ia bergumam.

"Jadi keluarga Sanjaya akan punya pewaris?" Tanyanya sekaligus mencoba memperlihatkan wajah senang.

Tuan Sanjaya berkata lagi, seperti untuk dirinya sendiri.

"Sukses dalam bisnis, tapi tidak beruntung dalam hidup," sedikit pahit suaranya.

Tuan Sutanta mengerti, kesedihan adiknya yang ditinggal mati oleh istri dan anak kandungnya.

Rumah besar tapi lengang. Kerajaan bisnis adiknya berhasil , ia kagum dan sekaligus iri.

Tapi ia cuma saudara jauh. Kakak tiri dari ibu yang sama. Jarang sekali bertemu, kecuali setelah akhir akhir ini. Ketika kakak tirinya tuan Sutanta  perlu bantuan dari si adik yang kaya.

Perceraian orang tua membuat Tuan Sutanta ikut ayah.  Ibunya menikah dengan ayahnya Sanjaya melahirkan putra tunggal Sanjaya Purnama.

Tuan Purnama berhasil dari kerajaan bisnis yang dimulai dari monopoli import kendaraan roda empat berkembang dengan merambah berbagai bisnis , makanan instant sampai perudahaan sawit.

Kini menjadi perusahaan besar dengan banyak saham yang tersebar. Beberapa diantaranya saham pengendali dari bisnis yang menguntungkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status