Share

SEKRETARIS CUPU KESAYANGAN CEO TAMPAN
SEKRETARIS CUPU KESAYANGAN CEO TAMPAN
Penulis: Citra Rahayu Bening

LOLOS INTERVIEW

Septa bukanlah fotomodel, maupun wanita muda dengan penampilan memikat, seperti para pelamar lain yang seruangan dengannya saat interview. Wanita polos ini adalah salah satu pelamar untuk posisi sekretaris pribadi di sebuah perusahaan ternama.

Ia hanyalah seorang wanita lugu dengan penampilan biasa, bisa dibilang terlalu naif untuk seusianya. Wajah polosnya hanya tersapu tipis bedak dan pemulas bibir. Rambut yang selalu dikepang ke belakang dan tak lupa sebuah sweater merah yang selalu melekat pada tubuh.

Septa sedari siang duduk pelototi laptop menunggu pengumuman hasil interview yang barusan dijalani. Akhirnya, tampak di layar sebuah pesan masuk ke alamat emailnya.

Septa terpaku dan hampir tak percaya melihat namanya terselip di antara deretan nama yang menduduki beberapa posisi yang ada di lowongan kerja. Ia mengusap mata berkali-kali, dikucek-kucek tak menyangka dengan yang dilihatnya.

“Oh, my God ... benarkah ini?” teriaknya lalu melihat layar laptop kembali, “ e-tapi ... emang bener sih, tak berubah,” gumamnya  seketika menutup mulut dengan kedua tangan sementara kedua sudut mata meneteskan air mata.

Dia pun melompat-lompat di atas kasur karena gembira. Tak menyangka hidupnya seberuntung ini, bagai ketiban bulan.

Lompat satu ... Lompat dua ... Lompat ti ....

‘Prakk!’ Pintu kamar terbuka dan ....

“Ya, Tuhan ... Septaaa!” Mamanya memekik melihat tingkah laku putrinya. Septa pun segera turun dari ranjang lalu merapikan kembali.

“Maaf, Ma ... seneng buanget, lolos seleksi! Septa di te-ri-ma ker- jaaa!” Septa langsung memeluk mamanya dengan gembira. Wanita setengah umur ini pun seketika mencium kening putrinya.

“Syukurlah, Nak. Bekerja yang rajin! Gak usah pindah-pindah kerja lagi.”

“Yee ... Mama! Kan, tau sendiri. Abang tak suka, aku kerja ama mantannya.” Septa pun merajuk masih dalam pelukan hangat sang mama.

Berdua sedang asik-asiknya bercengkerama, kakak Septa datang. Cowok berambut gondrong yang sedang berdiri di ambang pintu itu memandang dengan ekspresi penasaran.

“Ada yang mo nikah nih. Kapan?” Cowok tersebut  mendekat dengan ekspresi tak berubah. 

“Apaan sih, Bang? Ngapain bukan lu yang duluan?” tanya Septa melepaskan pelukan mamanya.

Septa dan si abang—Dion—hanya berselisih umur setahun. Dulu saat Dion berusia tiga bulan, sang mama hamil Septa. Mereka adalah adik kakak yang kompak, hampir jarang berselisih paham. Dion bekerja sebagai fotografer freelance, sering kali bekerja sama dengan seorang teman yang memiliki EO. 

“Terus ngapain, minta peluk Mama? Udah gede, masih kolokan, lu!” ejek Dion sembari memencet hidung Septa. 

“Kaga tau, lu? Gua diterima kerja di tempat lu foto iklan kemarin. Kaget, kan, kan?” Septa bangkit bergegas menunjukkan logo perusahaan di atas kiriman surat elektonik.

Mama mereka bangkit lalu meninggalkan keduanya. Pembicaraan makin asik antar keduanya karena Dion lumayan lama bekerja sama dengan perusahaan tersebut. Sedikit banyak ia tahu seluk beluk perusahaan. Begitu adiknya diterima bekerja di sana, sudah pasti ikut bahagia hatinya. Berdua asik bersenda gurau saat ponsel Dion bergetar dalam saku celana. Ia merogoh benda pipih tersebut.

“Ya, emang benar. Kok tau?” Dion mendengarkan suara seseorang dari seberang telepon. “ Oh, waktu itu. Iya, emang ... titip adik gua, ya! Thanks, Brow. “ 

Sehabis mengakhiri pembicaraan telepon, Dion tersenyum ke arah adiknya. Septa dibuat curiga dengan gelagat abangnya.

“Senyum-senyum, apaan? Barusan ngomongin, gua?” tanya Septa sewot menatap Dion.

“Ih, kaga ngomongin jelek. Nih ada yang liat lu, waktu interview kemarin. Gua bilang emang bener,” jawab Dion sembari mengacak-acak rambut wanita berkepang dua ini.

“Kok, dia tau?” tanya Septa makin penasaran.

“Lu lupa, pernah nyamperin gua, pas motor bocor di jalan? Lu ajak gua ke bengkel.”

“Oh iya, ya, lupa gua, Bang, “ jawab Septa cengengesan.

“Perlu lu tau! Gini-gini, gua akrab ama calon bos lu. Pemimpin eksekutif kedua setelah owner. Masih single, cakep lagi. Bentar ya,” ucap Dion lalu jarinya sibuk mengetik ponsel, sesaat kemudian, “naah, ini nih! Calon bos lu.” Sambil menyodorkan sebuah nama akun di layar ponsel.

Septa hanya mampu mengingat nama calon bosnya saja. Belum seberapa jelas melihat foto, Dion sudah keburu memasukan ke dalam kantong celana.

“Lah ...? Belum liat semua ....” Raut wajah Septa terlihat kecewa, tapi memang Dion paling demen jahilin adiknya.

“Entar lu juga tau aslinya dia. Udah, lu beres-beres dulu. Gua mau keluar bentar,” ucap Dion sembari melangkah keluar kamar tanpa rasa bersalah.

Kini tinggal Septa meski merasa dongkol oleh ulah usil Dion harus segera beberes melanjutkan aktivitas menata berkas untuk persiapan esok pagi. Akhirnya setelah ia selesai beres-beres dengan diliputi rasa penasaran mencoba mencari akun calon bosnya, yang telah ditunjukkan Dion barusan.

Septa mencari beberapa saat, akhirnya ketemu juga akun tersebut. Dalam akun tak ada keterangan apa pun di kolom informasi kecuali foto profile. Bisa jadi, akun sengaja di-private atau informasi hanya dibagikan dengan teman saja. Septa mau mengajukan permintaan pertemanan, tapi dirinya belum jadi pegawai di sana secara resmi. Akhirnya dia hanya mampu memandangi foto profile calon bosnya.

Hati Septa kali ini berdebar tak seperti biasanya. Dirinya sudah lama tak merasakan hal tersebut setelah kejadian sepuluh tahun silam, saat bapaknya minggat dengan wanita lain sampai sekarang. Luka hatinya tertoreh cukup dalam hingga masih sangat membekas di otak pikiran Septa.

Ia memang anak kesayangan papa, anak perempuan memang lebih dekat dengan sosok bapak. Sampai hari ini, Septa belum pernah berhubungan dekat dengan lawan jenis. Sering kali juga dijodohkan oleh Dion, tapi selalu ditolaknya dengan alasan ingin berkarir dan menyenangkan hati mamanya dulu.

Rasa sakit yang dialami Septa hanya dipendam sendiri, mama dan abangnya tak mengetahui hal ini. Namun, sejak pertemuan pertama dengan seorang pria saat interview tadi siang, ada getaran tak wajar dalam dadanya. Ia tak tahu, rasa apa itu? Namun hal tersebut mampu membuatnya bahagia. Septa pun sibuk mereka-reka wajah calon bos dan kerja apa saja yang dia kerjakan di kantor besok. Dalam hati berharap bos baru sikapnya secakep paras di akun Sosmed.

Septa sedang rebahan, saat Dion datang membawa selembar kertas lalu diletakkan di atas meja kamar.

“Ini yang perlu lu bawa, besok pagi,”ucapnya sembari berniat melangkah keluar.

“Eits, tunggu!” Cegah Septa menarik tangan abangnya. Mau nggak mau Dion terpaksa berbalik menghadap ke Septa.

“Apaan? Bukannya bilang makasih, asal main tarik aja.”

“Eng-gak! Itu kertas dari mana? Besok gua berangkat pagi,” timpal Septa melangkah ke arah meja lalu mengambil kertas yang dibawa Dion barusan.

Setelah membacanya, wanita berkepang dua tersebut tertawa menyadari kesalahan. Sedang Dion tertawa seakan mengejek kecerobohan Septa.

“Udah liat, kan? Itu tugas apaan? Ya masa, kasih tugas fotografi gua ke lu? Belum baca asal nyahut doang.”

“Ya, maaf, Bang. Lah ini kertas dari mana coba? Ngapain kaga dikirim via email?”

“Gini ya. Lu duduk dulu! Barusan gua ambil berkas proyek ke calon kantor lu. Kebetulan bagian HRD ada yang kenal dan tau kalau lu itu adik gua. Lu pasti tau siapa yang kasih info itu. Paham, kan sekarang?”

“Ya, ya. Makasih, Abang!”

Dion akhirnya ditodong oleh Septa untuk membantu mempersiapkan keperluan untuk besok. Kakak beradik yang selalu kompak dan hal itu dilihat oleh mama mereka dari ruang makan 

------ooOoo------

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Supia Realme22
lumayan,baru awal baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status