Septa diterima sebagai sekretaris karena Arga--sang bos--hanya bisa melihat wajah gadis culun tersebut. Arga memang tidak dapat mengingat wajah seseorang maupun diri sendiri. Namun, ibu tiri Arga tak senang dan berniat menyingkirkan Septa. Dia khawatir jika Arga pulih dan menguasai aset milik suaminya. Lantas bagaimana kisah sekretaris cupu kesayangan ceo tampan ini?!
Lihat lebih banyakSepta bukanlah fotomodel, maupun wanita muda dengan penampilan memikat, seperti para pelamar lain yang seruangan dengannya saat interview. Wanita polos ini adalah salah satu pelamar untuk posisi sekretaris pribadi di sebuah perusahaan ternama.
Ia hanyalah seorang wanita lugu dengan penampilan biasa, bisa dibilang terlalu naif untuk seusianya. Wajah polosnya hanya tersapu tipis bedak dan pemulas bibir. Rambut yang selalu dikepang ke belakang dan tak lupa sebuah sweater merah yang selalu melekat pada tubuh.Septa sedari siang duduk pelototi laptop menunggu pengumuman hasil interview yang barusan dijalani. Akhirnya, tampak di layar sebuah pesan masuk ke alamat emailnya.Septa terpaku dan hampir tak percaya melihat namanya terselip di antara deretan nama yang menduduki beberapa posisi yang ada di lowongan kerja. Ia mengusap mata berkali-kali, dikucek-kucek tak menyangka dengan yang dilihatnya.âOh, my God ... benarkah ini?â teriaknya lalu melihat layar laptop kembali, â e-tapi ... emang bener sih, tak berubah,â gumamnya seketika menutup mulut dengan kedua tangan sementara kedua sudut mata meneteskan air mata.Dia pun melompat-lompat di atas kasur karena gembira. Tak menyangka hidupnya seberuntung ini, bagai ketiban bulan.Lompat satu ... Lompat dua ... Lompat ti ....âPrakk!â Pintu kamar terbuka dan ....âYa, Tuhan ... Septaaa!â Mamanya memekik melihat tingkah laku putrinya. Septa pun segera turun dari ranjang lalu merapikan kembali.âMaaf, Ma ... seneng buanget, lolos seleksi! Septa di te-ri-ma ker- jaaa!â Septa langsung memeluk mamanya dengan gembira. Wanita setengah umur ini pun seketika mencium kening putrinya.âSyukurlah, Nak. Bekerja yang rajin! Gak usah pindah-pindah kerja lagi.ââYee ... Mama! Kan, tau sendiri. Abang tak suka, aku kerja ama mantannya.â Septa pun merajuk masih dalam pelukan hangat sang mama.Berdua sedang asik-asiknya bercengkerama, kakak Septa datang. Cowok berambut gondrong yang sedang berdiri di ambang pintu itu memandang dengan ekspresi penasaran.âAda yang mo nikah nih. Kapan?â Cowok tersebut mendekat dengan ekspresi tak berubah. âApaan sih, Bang? Ngapain bukan lu yang duluan?â tanya Septa melepaskan pelukan mamanya.Septa dan si abangâDionâhanya berselisih umur setahun. Dulu saat Dion berusia tiga bulan, sang mama hamil Septa. Mereka adalah adik kakak yang kompak, hampir jarang berselisih paham. Dion bekerja sebagai fotografer freelance, sering kali bekerja sama dengan seorang teman yang memiliki EO. âTerus ngapain, minta peluk Mama? Udah gede, masih kolokan, lu!â ejek Dion sembari memencet hidung Septa. âKaga tau, lu? Gua diterima kerja di tempat lu foto iklan kemarin. Kaget, kan, kan?â Septa bangkit bergegas menunjukkan logo perusahaan di atas kiriman surat elektonik.Mama mereka bangkit lalu meninggalkan keduanya. Pembicaraan makin asik antar keduanya karena Dion lumayan lama bekerja sama dengan perusahaan tersebut. Sedikit banyak ia tahu seluk beluk perusahaan. Begitu adiknya diterima bekerja di sana, sudah pasti ikut bahagia hatinya. Berdua asik bersenda gurau saat ponsel Dion bergetar dalam saku celana. Ia merogoh benda pipih tersebut.âYa, emang benar. Kok tau?â Dion mendengarkan suara seseorang dari seberang telepon. â Oh, waktu itu. Iya, emang ... titip adik gua, ya! Thanks, Brow. â Sehabis mengakhiri pembicaraan telepon, Dion tersenyum ke arah adiknya. Septa dibuat curiga dengan gelagat abangnya.âSenyum-senyum, apaan? Barusan ngomongin, gua?â tanya Septa sewot menatap Dion.âIh, kaga ngomongin jelek. Nih ada yang liat lu, waktu interview kemarin. Gua bilang emang bener,â jawab Dion sembari mengacak-acak rambut wanita berkepang dua ini.âKok, dia tau?â tanya Septa makin penasaran.âLu lupa, pernah nyamperin gua, pas motor bocor di jalan? Lu ajak gua ke bengkel.ââOh iya, ya, lupa gua, Bang, â jawab Septa cengengesan.âPerlu lu tau! Gini-gini, gua akrab ama calon bos lu. Pemimpin eksekutif kedua setelah owner. Masih single, cakep lagi. Bentar ya,â ucap Dion lalu jarinya sibuk mengetik ponsel, sesaat kemudian, ânaah, ini nih! Calon bos lu.â Sambil menyodorkan sebuah nama akun di layar ponsel.Septa hanya mampu mengingat nama calon bosnya saja. Belum seberapa jelas melihat foto, Dion sudah keburu memasukan ke dalam kantong celana.âLah ...? Belum liat semua ....â Raut wajah Septa terlihat kecewa, tapi memang Dion paling demen jahilin adiknya.âEntar lu juga tau aslinya dia. Udah, lu beres-beres dulu. Gua mau keluar bentar,â ucap Dion sembari melangkah keluar kamar tanpa rasa bersalah.Kini tinggal Septa meski merasa dongkol oleh ulah usil Dion harus segera beberes melanjutkan aktivitas menata berkas untuk persiapan esok pagi. Akhirnya setelah ia selesai beres-beres dengan diliputi rasa penasaran mencoba mencari akun calon bosnya, yang telah ditunjukkan Dion barusan.Septa mencari beberapa saat, akhirnya ketemu juga akun tersebut. Dalam akun tak ada keterangan apa pun di kolom informasi kecuali foto profile. Bisa jadi, akun sengaja di-private atau informasi hanya dibagikan dengan teman saja. Septa mau mengajukan permintaan pertemanan, tapi dirinya belum jadi pegawai di sana secara resmi. Akhirnya dia hanya mampu memandangi foto profile calon bosnya.Hati Septa kali ini berdebar tak seperti biasanya. Dirinya sudah lama tak merasakan hal tersebut setelah kejadian sepuluh tahun silam, saat bapaknya minggat dengan wanita lain sampai sekarang. Luka hatinya tertoreh cukup dalam hingga masih sangat membekas di otak pikiran Septa.Ia memang anak kesayangan papa, anak perempuan memang lebih dekat dengan sosok bapak. Sampai hari ini, Septa belum pernah berhubungan dekat dengan lawan jenis. Sering kali juga dijodohkan oleh Dion, tapi selalu ditolaknya dengan alasan ingin berkarir dan menyenangkan hati mamanya dulu.Rasa sakit yang dialami Septa hanya dipendam sendiri, mama dan abangnya tak mengetahui hal ini. Namun, sejak pertemuan pertama dengan seorang pria saat interview tadi siang, ada getaran tak wajar dalam dadanya. Ia tak tahu, rasa apa itu? Namun hal tersebut mampu membuatnya bahagia. Septa pun sibuk mereka-reka wajah calon bos dan kerja apa saja yang dia kerjakan di kantor besok. Dalam hati berharap bos baru sikapnya secakep paras di akun Sosmed.Septa sedang rebahan, saat Dion datang membawa selembar kertas lalu diletakkan di atas meja kamar.âIni yang perlu lu bawa, besok pagi,âucapnya sembari berniat melangkah keluar.âEits, tunggu!â Cegah Septa menarik tangan abangnya. Mau nggak mau Dion terpaksa berbalik menghadap ke Septa.âApaan? Bukannya bilang makasih, asal main tarik aja.ââEng-gak! Itu kertas dari mana? Besok gua berangkat pagi,â timpal Septa melangkah ke arah meja lalu mengambil kertas yang dibawa Dion barusan.Setelah membacanya, wanita berkepang dua tersebut tertawa menyadari kesalahan. Sedang Dion tertawa seakan mengejek kecerobohan Septa.âUdah liat, kan? Itu tugas apaan? Ya masa, kasih tugas fotografi gua ke lu? Belum baca asal nyahut doang.ââYa, maaf, Bang. Lah ini kertas dari mana coba? Ngapain kaga dikirim via email?ââGini ya. Lu duduk dulu! Barusan gua ambil berkas proyek ke calon kantor lu. Kebetulan bagian HRD ada yang kenal dan tau kalau lu itu adik gua. Lu pasti tau siapa yang kasih info itu. Paham, kan sekarang?ââYa, ya. Makasih, Abang!âDion akhirnya ditodong oleh Septa untuk membantu mempersiapkan keperluan untuk besok. Kakak beradik yang selalu kompak dan hal itu dilihat oleh mama mereka dari ruang makan ------ooOoo------Ting! Terdengar notif pesan diterima.[Oke. Aku siapkan semua. Kamu siap-siap di depan. Hitungan menit saja, kita bisa pergi dari sana.][Terima kasih, Bang.]Pesan terkirim dan Septa buru-buru menghapus semua percakapan. Clear. Sebuah senyum manis menghias bibir Septa. Hatinya bisa sedikit tentram sekarang. Dia tidak tahu rencana apa yang telah disusun oleh Ardan.Namun, dia butuh segera keluar dari kantor polisi ini. Perilaku bar-bar wartawan membuatnya semakin tertekan. Yang dia butuhkan sekarang adalah segera bisa keluar dari sini. Otak dan hatinya ingin segera disegarkan dan hanya dia yang tahu caranya.Satu jam kemudian Ardan mengajak Septa untuk keluar menuju lobby kantor. Tentu saja, wanita ini menolaknya mentah-mentah karena belum ada kabar dari Ronald. Ardan yang melihat Septa dalam keadaan ragu-ragu, akhirnya memegang kedua bahu wanita tercinta."Kamu akan lihat gimana caranya agar para wartawan bisa pergi dari sini,"ucap Ardan dengan menatap Septa."Maksudnya apa?"tanya S
Ardan berusaha untuk menahan diri. Bagaimanapun, dirinya harus bersikap bijak dalam menghadapi wartawan. Dia paham taktik para pencari berita dengan cara menyulut emosi narasumber. Pada saat narasinya semakin emosi dalam meladeni pertanyaan wartawan dan biasanya dia tanpa sadar akan mengeluarkan kata-kata yang tidak perlu dipublikasikan. Di saat itulah para pencari berita mereka semua ucapan yang terlontar dari mulut narasumber. Ucapan dalam keadaan marah tersebut akhirnya tertuang pada ketikan mereka. Begitu berita jadi viral dibicarakan dalam masyarakat, otomatis kelanjutan beritanya akan terus dicari-cari. Hal ini mendongkrak penjualan bagi lapak atau platform penyedia layanan informasi online maupun offline. Para wartawan dapat keuntungan bonus dan juga promosi jabatan. Narasumber yang baru sadar akan kekhilafannya akan segera memberikan ultimatum terhadap para wartawan bahkan sibuk membuat siaran pers untuk klarifikasi. Tindakan itu bahkan menjadikan berita semakin dicari dan
Septa lalu melirik pada sebuah nakas di sebelah ranjang. Hmm, siapa yang taruh meja minimalis ini?Kamar Septa dan isinya selalu berwarna putih dan tidak pernah ada warna-warna monokrom seperti ini. Apalagi keberadaan sebuah meja kecil berbahan rotan. Tiba-tiba perhatiannya teralihkan ke arah ke pinggang.Ada beban berat yang membebani area tersebut sejak dirinya bangun. Itu ternyata berasal dari lengan cokelat yang membelitnya. Kepala wanita berparas ayu ini langsung menoleh ke sebelahnya. Ada seorang lelaki sedang tidur lelap.Whaatt? Apa-apaan ini?!Lengan kuat eksotis. Lelaki asing dengan bagian atas tanpa penutup. Tarikan napas teratur. Septa seketika tercekat. Dia pun jadi berpikir yang tidak-tidak. Wanita ini sibuk memutar memori otak. Akhirnya satu kesimpulan diambil ....Septa tundukkan kepala lalu mengintip tubuhnya di balik selimut. Dia langsung syok antara kenyataan atau halusinasi.Kepalaku pengar. Apa yang aku minum tadi? Jadi setengah mimpi begini, keluhnya dalam hati.
"Syukurlah. Kasian Manda gak tau apa-apa soal mafia, jadi korban.""Tyson sampai hari ini belum bisa dipantau," ungkap Ardan. "Dia ini terkenal kejam dan licik dibandingkan Tuan Edzard dan William. Diduga dia ada di balik pengambilan organ dalam para pasien rumah sakit.""Padahal kurang sebulan lagi, Manda dan Tyson menikah. Kenyataannya kini, mereka jadi terlibat urusan mafia tiada berujung," ucap Septa penuh sesal. "Aku punya ide biar bisa tangkap Tyson.""Apa itu?"tanya Ardan penasaran."Kita suruh orang lain untuk jaga Manda. Tyson itu sebenarnya cinta banget sama Manda. Dia lakuin ini pasti karena sakit hati, Manda akan dinikahi Tuan Edzard."Ardan menaikkan kedua alis. Pria ini sedang berpikir sejenak lalu bertanya,"Maksudnya gimana?""Amanda dijaga orang lain, biar Tyson merasa aman untuk mendekatinya. Kita pantau mereka dari kejauhan dan tentu saja ada dokter serta perawat yang bisa kita ajak bekerja sama.""Bagus ide kamu, Sayang. Kita realisasikan," balas Ardan dan langsung
"Ah, akhirnya, semua aman. Saatnya kita pulang," ucap Ardan sambil meluruskan badan. Septa memijat pelan punggung kekasihnya. "Nanti di rumah aku pijatin sekujur badan.""Septa, perutku sakit sekali. Ada yang kosong di bagian perut kiri. Di situ timbul rasa sakit,"keluh Amanda dengan mendesis kesakitan."Jangan-jangan, ...." Ucapan Ardan tidak dilanjutkan karena keburu ada panggilan telepon."Halo, ada apa?"tanya Ardan kepada seseorang di ujung telepon."Pak, ada info, dokter yang menangani Nona Amanda adalah bagian dari komplotan pasar gelap.""Kamu kata siapa?""Ada seorang pria tua bikin laporan. Anaknya setelah operasi besar. Ginjalnya hilang satu.""Oke, terima kasih. Terjunkan tim untuk pantau target.""Baik, Pak."Hubungan telepon berakhir dan tentu saja dalam tatapan tajam kedua mata Septa. Ardan paham bahwa wanita tersebut ingin penjelasan. Pria ini segera merangkul bahu Septa. "Kita harus ke rumah sakit terpercaya untuk memeriksa organ dalam Nona Amanda.""Hei, apa yang ter
Tuan Edzard berusaha mengusir sengatan aneh yang hendak menggerakkan tangannya. Namun gagal, tangannya bahkan dengan lancang meraba puncak dada Amanda sembari bibir kasarnya mengecup ceruk leher si wanita lembut.Pria ini memainkan lidahnya sejenak dan kian intens meremas buah dada yang terasa penuh pada tangan besarnya. Detik berikutnya, pria ini melumat bagian itu lalu mengisap puncak kecoklatannya dan memberikan beberapa gigitan manja di sana."Tuan, jangan!"Permainan pelan itu kian memabukkan begitu pun Amanda tanpa sadar mendesah pelan saat Tuan Edzard menyibak baju Amanda pelan dan menenggelamkan wajahnya lebih dalam lagi.Door!Pyaarr!Tuan Edzard langsung merangkul Amanda lalu mengajak bersembunyi di balik sofa. Pria usia senja ini berbisik kepada Amanda. "Kamu masuk kamar dengan hati-hati. Saya akan lindungi kamu.""Baik, Tuan,"balas Amanda yang langsung mengikuti saran Tuan Edzard. Wanita ini masuk kamar yang berada di balik rumah tamu. Saat masuk kamar, telinga Amanda mas
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen