Share

Leon Sayang Bunda

Author: R. Angela
last update Last Updated: 2023-10-02 01:51:15

"Tidak! Kamu harus tetap di sini!"

Dinda menghela napas. “Pak, saya harus pulang.” Kali ini dia berkata tegas, membuat rahang Dewa mengeras.

Pria itu berdiri, kemudian membawa Dinda menuju ruang kerjanya untuk berbicara tanpa perlu didengar orang lain.

“Pak, saya harus pulang,” pinta Dinda lagi. “Saya sudah ikut ke sini. Sebelumnya Bapak tidak menegaskan kalau saya harus tinggal–”

Dewa tersenyum miring. “Pandai bermain kata-kata ya sekarang.”

“Pak.” Dinda menghela napas. Ia mencoba menjelaskan dengan sabar. “Tadi saya sudah mengatakan kalau saya harus segera kembali karena ada urusan keluarga. Ibu saya membutuhkan saya, Pak.”

“Seperti yang kamu ketahui, ini masih hari Jumat. Kewajibanmu padaku belum selesai.”

Dinda menunduk. Ini memang masih pukul 8 malam. 

Dalam surat perjanjian yang mereka tandatangani bersama, jelas tertera, kalau pihak nomor dua, yaitu Dinda, berhak menolak permintaan pihak pertama jika sudah di luar hari kontrak. Ia hanya berkewajiban mematuhi Dewa lima hari seminggu, kecuali hari Sabtu dan Minggu. Sehingga, mau itu pagi, siang, atau malam, kapan pun Dewa menginginkan kehadiran atau pelayanan Dinda, ia harus patuh.

Dalam kontrak itu juga tertulis, apa pun harus dilakukan Dinda untuk menyenangkan hati Dewa dan ia tidak boleh menolak permintaan bosnya, meski hal itu sangat menyakitkan atau bertentangan dalam hati Dinda.

“Tapi, Pak–”

Tok, tok, tok!

Dua orang itu sontak menoleh ke arah pintu yang terbuka tanpa izin dari Dewa, membuat pria itu makin marah.

Di sana, Helen dan Nakula–saudara laki-laki Dewa–berdiri berdampingan.

“Ada apa?” tanya Nakula kemudian saat melihat ekspresi Dinda yang sendu. “Ada masalah apa?”

“Keluarga saya sakit, ditambah lagi ia tadi jatuh, Saya ingin mengecek kondisinya,” ucap Dinda mendahului Dewa, mengambil kesempatan. “Saya harus pulang sekarang.”

“Astaga.” Helen melangkah masuk dan langsung menggenggam kedua tangan Dinda. “Tidak apa-apa, Dinda. Makasih sudah menyempatkan datang. Lain kali saja kita mengobrol ya.”

Dinda mengangguk. Wanita ini begitu baik padanya. Padahal ia–

“Biar aku panggilkan taksi ya?” tawar Helen.

“Aku saja yang antar.” Nakula menyambar. “Toh aku–”

“Tidak perlu. Biar aku saja.” Dewa menyela saudaranya. Ia langsung menyambar kunci mobil dan jasnya. “Dia adalah karyawanku. Tanggung jawabku.”

Pria itu langsung menarik Dinda pergi sebelum ketiga orang lainnya sempat bereaksi.

***

“Saya turun dulu, Pak. Terima kasih sudah mengantar saya pulang.”

Dinda menoleh pada atasannya sembari membuka seatbelt. Wajah Dewa masih tidak bersahabat. Sepanjang jalan mobil tersebut diisi keheningan. 

Dinda pun merasa tidak tenang, khawatir akan sang putra, sekaligus khawatir bahwa Dewa akan nekat dan mengajaknya ke tempat lain–tidak peduli penolakan Dinda.

Karena tidak mendapat respons dari sang atasan, Dinda akhirnya membuka pintu dan keluar.

“Aku hanya akan meloloskanmu malam ini.” Dengan dingin, tiba-tiba Dewa berucap tanpa melihat ke arah Dinda. “Tapi kamu harus ingat, kamu berutang padaku.”

Pria itu tiba-tiba menyeringai, membuat Dinda merinding seketika.

“Sampai jumpa hari Senin.”

***

“Bunda…!”

Suara merdu Dinda mengucap salam segera disambut oleh langkah bocah yang berlari ke arahnya.

Dinda segera berlutut, agar anak itu bisa masuk dalam pelukannya. Wanita itu memejamkan mata, memeluk anak itu dengan erat. 

Betapa dia sangat merindukan bocah lima tahun itu.

"Leon kangen Bunda," ucap anak itu lebih mengeratkan lingkar tangannya di leher Dinda.

"Sama, Sayang. Bunda juga kangen.”

Dinda menatap lekat wajah anak itu, bersyukur kondisi Leon sudah jauh lebih membaik sekarang. Ia kemudian meneliti badan Leon dan menemukan luka di sikunya.

“Leon habis jatuh ya?” Sang ibu bertanya lembut. Namun, meski begitu, Leon langsung menunduk. Merasa bersalah.

“Maaf, Bun….”

"Kamu sudah pulang, Nak?" Suara lembut nan selalu mampu menentramkan jiwa Dinda terdengar menyapa. Bu Diana, ibu Dinda, muncul dari arah dapur.

"Iya, Bu. Bagaimana kejadiannya?" Dinda berdiri, tangannya tetap menggenggam Leon, seakan tidak ingin jauh dari putranya itu.

Bu Diana menghela napas. "Leon memang sudah makin sehat. Dia sudah mau makan, bergerak juga tidak sakit lagi. Hanya saja dia ngeyel ingin main bola," lapor wanita itu sembari menatap cucunya yang terus menunduk. “Tadi dia nekat keluar waktu Ibu sedang di dapur.”

Dinda menatap ke arah Leon dan menggendongnya agar ia bisa melihat wajah putra mungilnya itu.

"Sayang, kamu belum boleh terlalu banyak bergerak. Aktivitas juga gak boleh yang berat,” ucap Dinda tegas. “Bunda mohon, kamu bersabar. Nanti kalau sudah pulih total, bukan cuma main bola, panjat tebing juga bisa." 

Ketakutan akan kehilangan putranya masih membayangi Dinda selama tiga bulan ini.

"Leon gak mau kan lihat Bunda bersedih?"

Anak itu dengan cepat mengangguk. Wajah polosnya buat Dinda meleleh hingga memeluknya lebih erat.

"... Leon sayang Bunda."

Lika-liku kehidupan Dinda yang sulit dilalui hampir membuat wanita itu menyerah. Namun, ia selalu mengingat bahwa ia masih mempunyai Leon, harta kecilnya yang berharga.

Dinda juga ingat bahwa ayahnya telah mengorbankan dirinya hingga dibakar warga kampung demi menyelamatkan Dinda karena wanita itu hamil tanpa suami. Hingga detik ini, baik Dinda maupun ibunya tidak pernah sekalipun menginjakkan kaki kembali ke kampung itu.

Hanya Leon dan ibunyalah yang Dinda miliki sekarang ini. Oleh karena itu, Dinda cenderung memanjakan mereka–terutama putra kecilnya. 

Seperti sekarang, Dinda membawa ibu dan Leon ke taman bermain setelah sebelumnya membeli baju dan segala jenis mainan untuk putra semata wayangnya tersebut. Apa pun ia lakukan untuk melihat senyum Leon.

“Jangan terlalu boros, Nak,” ujar sang ibu saat Dinda melakukannya. Meskipun sepasang mata Dinda memancarkan kebahagiaan, ibu wanita itu bisa melihat wajah Dinda kini makin tirus dan lelah.

“Tidak apa-apa, Bu,” balas Dinda lembut. Ia menggandeng lengan sang ibu dan mengusapnya pelan. “Hitung-hitung permintaan maafku karena tidak bisa menemaninya dan justru meninggalkannya bersama Ibu untuk bekerja di pusat kota.” 

Sang ibu menghela napas dalam diam. Sebenarnya, ada pertanyaan yang ingin sekali ia lontarkan, tetapii ragu karena khawatir akan menyinggung putrinya.

Namun, pertanyaan itu terlontar begitu saja ketika Dinda membelikan sebuah mobil mainan dengan remote control yang harganya cukup mahal bagi mereka–apalagi sang ibu tahunya Dinda bekerja hanya sebagai pelayan toserba. Sebuah pertanyaan yang membuat tubuh Dinda menegang seketika.

“Din, sebenarnya kamu kerja apa? Dari mana kamu dapat uang untuk membeli semua ini?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Ningke Endengi
saya suka certanya bagus
goodnovel comment avatar
Ida Widyati68
Lihat anak sebagai penyemangat capaipun tak terasa.
goodnovel comment avatar
Sumiyati Sumiyati
lanjut makin seru
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SEKRETARIS PENGHANGAT RANJANG PRESDIR DINGIN    Sambut Kebahagiaan

    Dewa hampir saja melompat, tapi yang bisa dilakukan hanya mengusap wajahnya. Dia menatap Dinda yang masih berbaring atas ranjang."Sayang, kita akan punya anak lagi?" Mata Dewa bahkan hampir berkaca-kaca. Masih seperti mimpi.Dinda tidak kalau terharunya dengan Dewa. dia bahkan memeluk suaminya dengan sangat erat membiarkan kemeja Dewa bahasa oleh air matanya.Baik dokter dan juga perawat yang ada di ruangan itu ikut tersenyum bisa merasakan kebahagiaan mereka.Setelah pulang dari rumah sakit, Dia memutuskan untuk tidak pergi ke kantor hari itu. Dia ingin menjaga cinta menghabiskan waktu bersama istrinya."Kamu ke kantor aja. Masa iya, jadi gak kerja," ucap Dinda yang masih geli melihat sikap overprotektif suaminya."Besok. kerjaan gampang ada John yang mengurusnya." Dinda tak lagi berani mendebat, mengikuti apa yang dikatakan Dewa.Sesampainya di rumah, Dewa tidak ingin segera memberikan kabar itu kepada Reni. Jangan karena histeria dan rasa gembira mereka membuat Dinda kelelahan. C

  • SEKRETARIS PENGHANGAT RANJANG PRESDIR DINGIN    Cemburu Salah Alamat

    Laura masih merasakan debar jantungnya yang berdegup semakin cepat. Tubuhnya masih bersandar di balik pintu kamarnya.Setelah mendengar perbincangan para asisten rumah tangga itu, dia merasa tidak kuat untuk berdiri lebih lama di sana. Laura memutuskan untuk meninggalkan pintu dapur berjalan menuju kamarnya."Jadi, Mas Naka dan Mbak Dinda dulu pernah bertunangan dan Mas Naka sangat mencintainya?" batin Laura menghapus air matanya yang mulai deras menetes di pipi. Tubuhnya perlahan merosot dan terduduk di pintu.Laura begitu minder jadinya. Dibandingkan Dinda, dia hanya bocah yang sedang dimabuk cinta. Tidak punya pengalaman, dan terlihat seperti gadis kampung yang tidak bisa berdandan. Naka pasti malu jika membawanya nanti ke pertemuan."Oh, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa begitu sakit mengetahui kenyataan ini?" cicitnya menunduk dan meletakkan kepala di dengkulnya yang dilipat menyatu ke dada.Sampai Naka pulang, Laura hanya diam. Naka sudah bertanya, ada apa, tapi Laura ha

  • SEKRETARIS PENGHANGAT RANJANG PRESDIR DINGIN    Minta Maaf

    Dinda mengabaikan keberadaan Dewa yang menunggunya keluar dari kamar mandi. Tidak hanya pengantin baru, semua keluarga ikut menginap di hotel tempat Naka dan Laura beristirahat sekaligus malam pertama."Sayang," panggil Dewa lembut. Dinda melirik, di tangan suaminya sudah ada sisir dan juga hair dryer. Dia menebak Dinda pasti keramas, jadi demi mendapatkan perhatian wanita itu, Dewa segera mengambil alat-alat itu."Apa?""Sini aku keringkan rambutmu," ucapnya sembari mengangkat kedua tangan. Dinda mendekat ke arah Dewa tapi bukan untuk menerima tawaran pria itu, melainkan mengambil alat itu dan mengerjakannya sendiri.Tidak akan mudah untuk mendapatkan maaf dari Dinda, terlebih Dewa sudah sengaja mendiamkan masalah itu hingga pesta selesai. Kalau memang tidak ada apa-apa antara dirinya dan Helen kenapa tidak langsung dijelaskan saja pada saat itu.Dia tentu tahu bahwa diamnya Dinda adalah karena kesal dengan sikap Dewa yang merangkul Helen."Sayang, udah, dong. Jangan diamin aku terus

  • SEKRETARIS PENGHANGAT RANJANG PRESDIR DINGIN    Husband and Wife

    Syukurlah, acara pernikahan Laura dan Naka berjalan dengan lancar. Baik acara akad ataupun saat ini resepsi berjalan.Semakin banyak para tamu undangan yang menghadiri pernikahan keduanya, hingga Dewa memasang pengamanan berlapis. Dia tidak mau ambil resiko ada penyusup yang mengacak-acak pesta adiknya.Jhon sudah memberi kabar kalau Rey tidak tertangkap, berhasil kabur dari kejaran polisi lagi meski keadaan fisiknya sudah parah."Kamu cantik sekali," bisik Naka di telinga Laura. Keduanya duduk di pelaminan, jadi raja dan ratu sehari."Kamu juga tampan, Mas" jawab Laura malu-malu. Membuat Naka jadi gemas."Hari ini kita sudah jadi satu. Husband and wife selamanya," bisik Naka membawa tangan Laura ke bibirnya, mencium penuh cinta."Kenapa masih cemberut, sih? Sayang banget wajah cantiknya. Udah dari subuh dandan, masak manyun, sih?" rayu Dewa kesekian kali.Dinda masih diam, masih marah. Kalau bukan karena Reni memaksa Dinda untuk berdansa dengan Dewa, saat ini pasti wanita itu memilih

  • SEKRETARIS PENGHANGAT RANJANG PRESDIR DINGIN    Hai, Mantan!

    "Kamu cantik sekali," ucap Dinda ikut menatap wajah Laura di cermin. Perias pengantin sudah selesai merias Laura hingga gadis cantik itu semakin tambah cantik.Hari ini adalah hari besar bagi Laura dan Naka. Mereka akan menikah. Setelah melewatkan beberapa Minggu masa pemulihan Naka, kini pria itu siap mempersunting wanita idamannya."Terima kasih, Kak," jawab Laura menggenggam tangan Dinda yang bertengger di atas pundaknya. Beruntung bisa memiliki ipar seperti Dinda, yang baik hatinya serta selalu bisa menjadi tempatnya bertanya.Laura masih belum percaya, seakan mimpi kalau pada akhirnya dia jadi menikah dengan pria yang dulu tanpa sengaja dia kenal karena bersembunyi di kamarnya.Takdir memang tidak ada yang tahu, dan dia bersyukur dengan takdir yang dilalui sekarang ini.Belum waktunya Laura keluar, jadi Dinda menemani di dalam kamar Naka yang nantinya akan menjadi kamar mereka berdua. Sementara Reni dan Dewa menyambut para tamu yang sudah mulai berdatangan.Acara digelar di rumah

  • SEKRETARIS PENGHANGAT RANJANG PRESDIR DINGIN    Mandi Lagi

    "Papa pulang," teriak Leon berlari kecil menyongsong langkah Dewa masuk ke dalam rumah. Dari balkon kamarnya dia mendengar suara mobil Dewa memasuki halaman rumah.Dari tadi Leon menunggu kedatangan Dewa, ayahnya berjanji untuk menemaninya bermain game online yang sedang viral karena besok Leon tidak sekolah karena murid kelas enam ujian, maka anak-anak kelas satu hingga kelas lima diliburkan selama tiga hari.Harusnya Dewa memang sudah sampai di rumah tiga jam lalu, tapi karena menjalankan misinya memberi pelajaran pada Rey, pria itu jadi terlambat sampai di rumah.Kabar terakhir dari Jhon, mereka sudah melemparkan Rey tidak jauh dari kantor polisi. Bisa dipastikan pihak berwajib akan dengan mudah menemukannya.Kaki sebelah kanan Rey sudah dipatahkan oleh Dewa. Lengkingan kesakitan keluar dari mulut Rey. Beruntung, lokasi penyekapan itu jauh dari pemukiman warga.Tangan kanan Rey juga dibuat cacat dengan mematahkan dua tulang jari Rey. Sebenarnya, Dewa ingin menyayat perut Rey guna m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status