Home / Rumah Tangga / SELALU DICAP MANDUL / MELAWAN JULIDNYA MULUT ASIH

Share

MELAWAN JULIDNYA MULUT ASIH

Author: Aisy David
last update Last Updated: 2022-07-15 10:30:36

"Sayang, besok weekend. Nonton film yuk. Kita sama-sama pulang lebih awal kan?" Begitulah isi pesan WA Yanto kepada istrinya.

"Besok aku pulang jam setengah empat, Yang. Kita nonton jam setengah lima yaa. Nanti aku pesen tiket online aja," balas Izza.

"Oke sayang, nanti sepulang dari pabrik aku numpang mandi di rumah ibu deh. Terus aku jemput kamu di kantor ya." Yanto tampak bersemangat mengetik.

"Siap ❤️." Masuklah notif balasan dari istrinya.

Yanto tau kapan waktunya quality time bersama pasangannya. Ia tau istrinya stress berat dengan semua beban di pundaknya. Terlebih jika memikirkan soal momongan.

Jadi, setiap weekend Yanto mengajak istrinya refreshing. Kadang ke mall. Sekedar makan di foodcourt atau nonton film terbaru sambil makan popcorn. Terkadang pergi makan bakso di pinggir jalan. Kadang juga makan lalapan di warung kesukaan Izza. Sesekali ke pantai atau ke kolam renang dekat rumah sambil jajan cilok. Dan kalau malas pergi-pergi, mereka memilih menghabiskan waktu di rumah. Beli jajanan di minimarket dan seharian ngobrol, rebahan, atau nonton TV berdua sambil makan oreo dan eskrim limarkbuan. Itu sudah quality time bagi mereka.

Jam tiga sore, Yanto sudah pulang. Ia langsung mampir kerumah ibunya. Mandi dan bergegas menjemput Izza.

"Mau kemana, Le? Izza mana?" Tanya Bu Ami.

"Mau nonton, Bu. Mumpung malem minggu. Ini mau jemput Izza ke tempat kerja terus berangkat," jawab Yanto.

"Owh, nanti sepulang nonton ajak Izza mampir kesini ya." Terlihat wajah Bu Ami penuh harap. Mungkin rindu kepada menantunya.

"Nginep juga boleh," lanjut Bu Ami sambil nyeruput kopi.

"Siap, Bu," tukas Yanto sambil bersalaman dan pamit kepada Bu Ami.

**********

Sepulang dari nonton film, Yanto dan Izza makan di tempat langganan mereka.

"Sayang, habis ini kita mampir ke ibu ya." Tiba-tiba Yanto memulai percakapan ketika sedang makan.

"Ehmmm...?" Izza terlihat berfikir sejenak.

"Oke deh ayo mampir. Eh tapi nanti bungkusin ibu roti bakar di perempatan ya," lanjut Izza.

"Okay," jawab Yanto sambil nyengir.

***********

Yanto melajukan motor kerumah ibunya. Sesampai di muka gang, Izza tiba-tiba menghela napas.

"Semoga tak ada omongan-omongan itu lagi." Ia berbisik dari belakang di telinga suaminya.

Sampailah di depan rumah Bu Ami. Yanto menghentikan motor dan Izza tetap di posisi duduknya. Sekilas ia menoleh ke dalam rumah Bu Ami. Asih terlihat sedang duduk di sofa dengan daster yukensi sepaha. Asih sedang memotong kuku. Terlihat perutnya sudah besar. Mungkin saat ini, dia sudah hamil tujuh bulan.

Setelah mengumpulkan kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan. Izza masuk ke dalam rumah mertuanya. Terdengar suara Bu Ami dari dapur, "Ya Allah anakku, lupa kah sama jalan kerumah ibu? Lama banget gak kesini. Nginep ya?"

"Tidak, Bu. Izza gak bawa baju ganti. Jadi ndak bisa nginep," jawab Izza seraya tersenyum, kemudian segera ia bersalaman dan memberikan roti bakar kepada Bu Ami.

"Makan sana. Ibu sudah masak," suruh Bu Ami sambil membuka roti itu.

"Nanti saja, Bu. Barusan makan kok," sahut Yanto sambil mendudukkan bokongnya di kursi dapur, menemani ibunya yang sedang menggoreng rengginang.

Izza keluar ke teras hendak mengambil tasnya di motor. Tiba-tiba Asih menyapa, "Dari mana, Mbak?" tanya Asih sambil mengelus perutnya. Diiringi raut wajah pamer.

Sekilas Izza menoleh ke perut adik iparnya itu, dan Degh!!, ada perasaan tak nyaman mendera. Hatinya seperti dihantam ribuan batu. Ada kesedihan tersendiri yang mencabik-cabik perasaannya.

"Dari nonton," jawab Izza singkat.

"Enak banget yaa, pulang kerja nonton, jalan-jalan, makan-makan. Gak ada anak sih. Jadi bebas gak ada yang dipikir selain bersenang-senang." Asih mulai mencibir.

"Aku sih udah ndak bisa kemana-mana. Perut udah buncit kayak gini. Bumil kan harus banyak-banyak di rumah." Mulut Asih terus menerutuk begitu saja. Sambil sesekali menyunggingkan senyuman mengejek.

"Iya lah, kapan lagi happy-happy? Sayang dong, kalau uang dicari terus-menerus tapi gak dipake buat nyenengin diri," jawab Izza dengan tenang.

"Jangan nyari uang terus. Gak ada tanggungan beli pampers aja lho." Asih berbicara dengan nada datar tapi setiap kalimatnya terselip duri.

"Emang gak ada tanggungan buat beli pampers sih. Tapi lipstick aku mahal, hehehe," jawab Izza dengan senyuman elegan.

"Aku sih pakai lipstick sepuluh ribuan saja yang penting merah di bibir. Lagian bumil kayak aku ini meskipun pakai makeup murah, aura bumilnya itu lho udah mengkilau." Asih terus saja berbicara soal kehamilannya.

"Iya lah, kamu kan cuma ke sungai, nyuci kolor. Rugi kan kalau beli lipstick mahal-mahal. Aku kan harus tampil prima di depan mitra kerjaku." Izza masih bisa menghandle rentetan keusilan mulut Asih.

"Ke sungai itu cuma nemenin suami aku lho. Yang nyuci yaa dia. Aku mah gak pernah nyuci baju. Maklum kan lagi hamil. Hamil itu enak lho, Nbak. Dimanja." Terlihat Asih begitu menggebu-gebu pamer kehamilan.

Oh ya. Rumah Bu Ami ini bersebelahan dengan sungai. Jadi, masih sering nyuci baju ke sungai.

"Hari gini ngapain nyuci baju ke sungai? Aku nyucinya ke laundry aja lebih praktis. Kalau mau nyuci sendiri dirumah juga bisa. Ada mesin cuci dan tinggal diputer. Hemat tenaga, hemat waktu dan gak perlu setor darah ke nyamuk penunggu sungai kan." Izza terus saja mendapati jawaban bagus untuk ocehan adik iparnya.

" Oh ya, perihal dimanja. Kalau aku sih sejak menikah udah dimanjain sama Masmu. Gak harus hamil juga baru dimanjain. Devinisi dimanja itu banyak, gak cuma nemenin ke sungai aja. Malem minggu nih, minta jalan-jalan kek sama Ragil. Minimal ngajak makan di luar sana." Izza seperti sudah menyiapkan jawaban-jawaban yang bagus untuk Asih.

"Yaa gak gitu juga, Mbak. Dimanja itu biasanya sama suami dilarang kerja. Kayak aku nih, nikah, hamil dan dirumah nganggur. Nikmat banget lho." Kini Asih menyindir perihal rutinitas Izza yang sibuk berkarir.

"Ohh, kalau soal kerja. Aku sih lebih ke sebuah rutinitas yang positive ya. Daripada nganggur di rumah. Paling-paling gosip sana-sini sama tetangga. Gak ada faedahnya kan? Mending berkarir. Kerja kan juga ibadah. Penghasilanku ya buat diriku. Buat tabungan, buat beli makeup, buat beli baju, beli tas, dan untuk hal-hal lain. Rumah kami juga alhamdulillah sudah lengkap isinya. Dan satu lagi, aku dan masmu bekerja keras karena kami sadar kami harus mandiri. Kami gak mau hidup membebani orang tua kayak kamu. Dan satu lagi, Orang tuaku pasti bangga melihat anak perempuannya bisa bekerja dan sesuai dengan harapan mereka. Mandiri. Pemikiranku sih berbeda dengan pemikiranmu yang hanya lulusan SD." Izza benar-benar menggencarkan serangan balik untuk setiap mulut julid adik iparnya.

Akhirnya, Asih me-nyelonong masuk ke dalam kamarnya tanpa berbicara apa-apa. Izza bersikap masa bodoh dan tidak peduli jika adik iparnya itu baper atau tersinggung.

Asih-lah yang menyulut api peperangan terlebih dahulu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • SELALU DICAP MANDUL   TRAUMA

    Begitu banyak tekanan dan beban di pundak Izza. Bully-an dan gunjingan saudara. Ejekan tetangga, dan omongan orang-orang selama pernikahannya. Tak terasa kini pernikahan Izza sudah hampir tujuh tahun.Jangan ditanya bagaimana wanita 31 tahun itu selalu bergelut dengan hari-harinya yang selalu banyak konflik. Izza selalu menghabiskan hari-harinya dengan menyibukkan diri bekerja, berjualan online, juga sesekali bermain ke sanggar senam untuk membuat pikirannya rileks. Itu juga saran dari dokter dan termasuk serangkaian program hamil dari dokter.Mental Izza benar-benar dibantai oleh beberapa kejadian. Dimulai dengan awal menikah dulu, dengan hamilnya Ina yang waktu itu terang-terangan mengajak lomba hamil. Dan qodarulloh, Ina hamil mendahului Izza waktu itu. Kini anak Ina, Mela sudah masuk sekolah di bangku TK. Seandainya Izza tidak mandul, pasti anak Izza sudah seumuran Mela. Rasa sayangnya Izza kepada keponakan-keponakannya, baik dari saudara Izza maupun dari saudara Yanto, selalu sam

  • SELALU DICAP MANDUL   LELAH?

    Shubuh menjelang. Izza bangun seperti biasa. Berwudhu dan menuanaikan sholat shubuh. Seusai beribadah, Izza membangunkan Yanto untuk turut menunaikan dua rakaat. Pagi itu, seperti biasa, setelah sholat shubuh, Izza ke dapur untuk memasak. Tiba-tiba Yanto memeluk Izza dari belakang. Izza tak menggubris, ia melanjutkan aktivitasnya membuat sayur sop kesukaan Yanto. Yanto masih memeluk istrinya itu. Semakin dipererat dan mulai usil mencium leher istrinya. Namun Izza tak bergeming."Kok diem sih?" Yanto bertanya karena merasa istrinya mengabaikannya."Maya siapa, Mas?" Tanpa basa-basi, Izza melontarkan pertanyaan, sambil melakukan aktivitasnya mengiris bawang. Dia tak menoleh sedikitpun kepada sang suami.Yanto terkejut bukan kepalang. Sepertinya Izza serius sedang tak enak hati."Kamu buka-buka HP aku?" Yanto bertanya dengan salah tingkah. Perlahan, ia lepaskan tangannya yang melingkar di badan istrinya."Lho bukannya selama ini kita saling buka-bukaan perihal handphone?" sahut Izza den

  • SELALU DICAP MANDUL   SELINGKUH?

    Hari itu tiba-tiba handphone Izza bermasalah dan Izza membawanya ke tukang service. Sementara waktu, Izza meminjam ponsel Yanto untuk mengabari rekan kerjanya perihal ponselnya yang bermasalah. Sudah terbiasa bagi mereka berdua saling meminjam atau membuka ponsel satu sama lain. Dan sama-sama terbuka perihal ponsel. Tentunya tanpa privasi atau rahasia.Hari itu kebetulan Izza ijin tidak masuk kerja. Dia mau fokus menyervis HP nya yang error. Untuk berbagi info dengan rekan kantor, Izza memakai ponsel suaminya. Saat Izza sedang mengetik pesan kepada rekan kerjanya lewat ponsel Yanto. Tiba-tiba ada pesan masuk. Bukan di WA, tapi di aplikasi michat. "Sayang, aku kangen banget nih" Bunyi pesan tersebut. Nama ID-nya 'Maya Flower'.Izza mengabaikan pesan itu dan ia menyelesaikan tugasnya mengirim beberapa file kepada rekan kerjanya. Sementara Yanto sibuk di samping rumah membersihkan sangkar burung. Yah, rutinitas kalau sedang di rumah. Yanto juga ijin tidak masuk kerja untuk menemani istri

  • SELALU DICAP MANDUL   TIDAK ADIL

    Yang jauh bau bunga, yang dekat bau tai. Mungkin itu adalah istilah pribahasa yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian orang. Sudah menjadi kisah klasik antara anak dan orang tua yang masih serumah. Terkadang, ada cemburu yang tersirat di wajah orang tua, manakal anaknya berumahtangga. Sedikit banyak mungkin mereka merasa kesepian, setelah anak yang dulu single dan kemana-mana bisa dijadikan teman. Saat menikah, anak akan cenderung memiliki dunia baru dengan pasangannya. Dan lebih sering menghabiskan waktu dengan pasangannya."Seorang anak kalau sudah menikah. Rasa cintanya terbagi. Ibarat kata, cinta itu kadarnya 1 kilo. Itu yang 1 ons buat orang tua, dan yang 9 ons buat suaminya." Bu Ismi kerap kali menyindir Izza, saat Izza berduaan dengan Yanto di kamar.Ya, apalagi selama ini, Bu Ismi terlihat tidak begitu menyukai Yanto. Entah karena cemburu atau apa. Tapi, kasih sayang Bu Ismi kepada Izza dan Yanto memang tidak sebesar kasih sayangnya kepada Yanti dan suaminya.Mungkin karena

  • SELALU DICAP MANDUL   APAKAH IZZA KEWALAT?

    "Kamu harus kuat dan sabar ya, Zah. Jangan putus asa." Mbak Yanti melempar senyuman manis kepada adik bungsunya, Izza."Tuhan masih ingin melihat sebesar apa kamu berjuang, dan Dia masih ingin mendengar rintihan doamu di setiap waktu," tandas Mbak Yanti, menguatkan adiknya."Iya, Mbak. Insya Allah aku masih kuat dan sabar kok," jawab Izza sambil menyuapi kue kepada kedua keponakannya."Ada apa? Ada apa?" Tiba-tiba Bu Ismi muncul. Wanita baya itu hadir di tengah-tengah ketiga putrinya."Eh, ini lho, Bu. Ngasih semangat buat adik. Biar dia tidak putus asa, meskipun belum diberi momongan," kata Mbak Yanti dengan senyuman mengembang."Maksudmu, semangat buat Izza?" Bu Ismi mengerjap.Mbak Yanti mengangguk pelan. "Iya, Bu," sahutnya."Dia gak mungkin bisa hamil. Dia itu kewalat Anas," kata Bu Ismi asal nyeplos."Jangan begitu, Bu," sahut Mbak Yanti dengan lembut."Lhoh. Ini serius. Izza gak akan bisa hamil, karena dia sudah menolak lamaran Anas dan memilih Yanto," pekik Bu Ismi.Tanpa ber

  • SELALU DICAP MANDUL   TAWARAN ADOPSI LAGI

    "Pagi Za.. Lagi sibuk kah? Aku ada info bagus nih," ada pesan WA dari Dila, teman sekolah Izza dulu."Lagi ndak sibuk, kok. Ada apa, Dil?" balas Izza singkat."Di kampungku ada bayi butuh di adopsi nih. Ceritanya, ini tetangga aku tuh anaknya sudah delapan. Tapi, dia masih hamil terus setiap tahun. Tetanggaku ini lagi nyari orang tua yang mau mengadopsi bayi itu. Kalau kamu berminat, nanti aku ajak ke rumah tetangga aku deh. Gimana?" Dila menjelaskan panjang lebar."Ehhmm...?? Sebelumnya makasih banyak ya, Dil. Sudah di kasih info. Tapi, maaf banget nih sebelumnya. Aku dan Mas Yanto belum ada keinginan untuk mengadopsi anak," balas Izza."Itu bayinya lucu dan gemoy, Lho. Nunggu apa lagi sih? Kalian sudah bertahun-tahun menikah, lho. Tuh temen seangkatan kita aja udah eksis dan sibuk mengantar anaknya sekolah TK semua. Lha kamu itu mau hamil kapan? Ingat usiamu itu sudah kepala tiga." Dila membalas WA seperti sangat menggebu-gebu, terus menyuruh Izza agar lekas mengadopsi bayi."Eehhm,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status