Beranda / Rumah Tangga / SELINGKUH DENGAN ISTRIKU / SATU JAM SAYA MENUNGGU

Share

SATU JAM SAYA MENUNGGU

last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-02 11:50:53

“Mas, aku mau kerja karena aku juga masih punya impian... buat keluarga kita!” balas Dona tegas.

“Impian kamu, bukan impian aku!” sergah Rangga.

“Dan kalau emang kamu mau kerja, ya silakan. Lebih baik gitu, biar kamu nggak repot tiap hari tanya aku kenapa pulang terlambat, kenapa ini, kenapa itu, dan tau rasanya cari uang! Jadi nggak usah ngarep uang dari suami terus!” lanjut Rangga sambil bangkit dari kursinya dan meraih kunci mobil.

“Ola, ayo kita pergi,” seru Rangga dari depan pintu, tersenyum seolah tak terjadi apa-apa.

“Mama nggak diajak?” tanya Nola yang tampak bingung.

“Oh, Mama masih lama, Sayang. Jadi Ola sama Papa duluan, ya. Ini bekal kamu. Sarapan dimakan di mobil sama Papa. Jangan lupa doa dulu,” ucap Dona sambil menyerahkan kotak makan dan membelai kepala putrinya.

“Oke, Mama...” balas Nola sambil memeluk dan mencium pipi ibunya.

“Jepit kamu kok cuma empat? Kemana satu lagi, Sayang?” tanya Dona sambil tersenyum, mengantarkan Nola ke mobil.

“Oh iya... aku kasih ke temen aku. Kemarin aku ada temen baru. Cakep banget deh,” jawab Nola sambil mengedipkan matanya.

“Dasar genit... Dadah, Sayang. Hati-hati ya... Nanti Mama jemput.”

Dona kembali masuk ke dalam rumah. Ia duduk di atas sofa dan menengadah ke langit-langit ruang makan. Tangannya merapikan rambut, lalu menyeka air mata yang tak sengaja jatuh.

Pandangan matanya tertuju pada sarapan pagi yang masih utuh di atas meja makan. Belum disentuh sedikit pun oleh Rangga.

“Kenapa... semakin hari dia begitu ke aku?” gumam Dona lirih, sebelum akhirnya meraih tumbler berisi kopi hangat dan beranjak dari ruang makan. Berdiri di depan cermin. Merapikan maskara, mengoleskan lipstik berwarna nude—tanpa bedak. Wajahnya dibiarkan polos. Ia menyemprotkan parfum ke beberapa titik tubuhnya, lalu mengecek semua lampu dan dapur sebelum meninggalkan rumah.

Ojek datang tepat waktu. Dona menutup pagar dan menguncinya rapat-rapat.

“Alamat sesuai titik, ya, Kak?” tanya si pengemudi.

“Iya, Pak,” jawab Dona sambil tersenyum dan mengenakan helm.

Motor melaju, membawa Dona menuju sebuah gedung perusahaan—tempat di mana ia akan menghadapi tantangan besar, demi masa depan yang ia impikan.

Di waktu yang sama, Bara sedang berada di perjalanan menuju kantor. Di saku kemejanya, terselip sebuah jepit rambut mungil milik Nola—dijepitkan begitu saja, seolah itu milik seseorang yang sangat berarti.

Ia mengetuk-ngetuk setir mobil dengan jari telunjuknya, memperhatikan lalu lintas yang padat di depan.

“Masih macet aja dari dulu. Kayaknya harus coba naik kereta cepat deh... sekali-kali nyobain transportasi umum,” gumamnya.

Setibanya di kantor, Bara langsung masuk ke ruangannya. Ia menyiapkan beberapa materi dan laporan untuk presentasi di ruang meeting nanti.

Sementara itu, Dona baru saja tiba di depan gedung kantor. Ia membuka helm pelan-pelan dan menyerahkannya kembali pada pengemudi ojek.

Dona menarik napas panjang, menenangkan diri. Ibu muda itu tampil sederhana namun elegan dengan blouse putih berbahan lembut, celana kulot serasi, dan sepatu hak tinggi meruncing di bagian depan.

“Pagi, dengan Mbak?” resepsionis menyambutnya.

“Saya Dona, hari ini panggilan interview tahap akhir, lantai 14. Di ruang HRD, Pak Budiman,” jawab Dona sopan.

“Oh iya, tadi sudah ada note dari beliau. Tapi beliau masih ada urusan lain, dan Mbak hari ini langsung diwawancara oleh Pak Bara.”

“Pak Bara...? Oke... Jadi saya ke lantai...?”

“Lantai yang sama, Mbak. Nanti duduk dulu di sofa ruang tunggu. Akan ada sekretarisnya yang memberi tahu.”

“Baik, terima kasih, Mbak.”

“Iya, sama-sama.”

•••

Memasuki lift menuju lantai 14, Dona merapikan rambutnya yang tergerai bebas dan cantik. Ia menarik napas pelan, lalu tersenyum sopan pada siapa pun yang melintas. Setelah keluar dari lift, ia melangkah mantap menuju ruang tunggu.

“Dona Fabian?” panggil seorang pria yang baru saja menghampirinya.

“Oh, iya. Saya sendiri,” ucap Dona sambil segera berdiri.

“Saya Deni, asistennya Pak Bara. Mbak Dona nanti masuk sekitar satu jam lagi, karena ada meeting pagi ini,” ucap Deni ramah.

“Oh, nggak masalah. Saya tunggu,” jawab Dona sambil tersenyum.

“Baik. Saya duluan ya, Mbak Dona.”

“Siap,” ucap Dona singkat, lalu duduk kembali dengan tenang.

Tak lama kemudian, dua orang calon karyawan baru masuk dan ikut duduk menunggu di ruangan yang sama. Mereka tampak akrab, tertawa kecil dan saling berbincang.

Sementara itu, Dona hanya bisa melirik jam di pergelangan tangannya dan membuka ponsel. Wajahnya tampak tenang, tapi hatinya gelisah.

“Ola pulang jam sepuluh... Aku di sini baru dua puluh lima menit. Semoga nggak telat jemput Ola,” gumam Dona pelan, mencoba menenangkan diri sambil tetap duduk tegak.

Satu jam berlalu. Dona masih duduk menunggu di ruang tunggu.

Sementara itu, dua orang pelamar lain yang datang setelahnya sudah lebih dulu dipanggil masuk ke ruangan staf departemen lain untuk wawancara.

“Kok belum ya? Udah sejam…” gumam Dona pelan, tampak bingung sambil melihat ke kanan dan kiri.

Tak lama kemudian, Deni kembali menghampirinya.

“Mbak Dona, kata Pak Bara... batal dulu hari ini. Beliau ada urusan mendadak. Jadi Mbak besok ke sini lagi jam yang sama, ya,” ucap Deni sopan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • SELINGKUH DENGAN ISTRIKU   AKHIR DARI KISAH MEREKA

    Satu bulan berlalu. Kini Bara dan Dona jauh lebih bahagia. Dona resmi bukan lagi istri Rangga, dan Bara mulai merencanakan pernikahan ulang bersama wanita yang ia cintai sejak dulu. “Aku nggak sabar liat perut Mama gendut banget kayak perut aku!” ucap Nola sambil berlenggok di depan cermin, memutar tubuhnya seperti balerina kecil. “Gini kan...” sahut Bara sambil menyelipkan bantal sofa ke dalam bajunya. “Hahaha!” tawa mereka bertiga pecah malam itu di dalam kamar. Dona sempat merekam tingkah suami dan anaknya dengan kamera ponsel. Pukul sembilan malam, Nola tertidur pulas di kamarnya. “Udah bobok?” tanya Dona sambil tersenyum melihat suaminya yang sedang berakting jadi zombie. “Zombie nggak bisa ngomong, Sayang...” ucap Bara dengan wajah serius. “Oh, lupa... Hahaha!” Dona menepuk dahinya sambil tertawa lepas. “Zombie mau bobok sama aku, kan?” goda Dona. “Nah, kalau ini bisa ngomong,” sahut Bara, lalu tersenyum dan naik ke ranjang, memeluk erat istrinya. “Kamu bahagia nggak?”

  • SELINGKUH DENGAN ISTRIKU   BARA DAN DONA, DIPERTEMUKAN DENGAN KEDUA ORANG TUA RANGGA.

    “Dona?” ucap ibu Rangga sambil tersenyum, lalu segera memeluk menantunya dengan erat. Bara melihat itu, ia ikut tersenyum. Tak lama kemudian, Dona dan Bara dipersilakan masuk ke dalam rumah. Rangga yang tadinya duduk di ruang bermain menoleh. Ia segera berdiri, menarik napas dalam, menahan segala emosi. Perasaan sakit, sedih, amarah, dan cemburu bercampur jadi satu, namun semua ia pendam rapat-rapat ketika melihat istrinya datang malam itu bersama Bara. Mereka akhirnya duduk dalam satu ruangan. Nola tampak begitu bahagia bisa dekat dengan orang-orang yang ia sayangi. Sesekali ia duduk di pangkuan Bara, lalu kembali berlari ke arah Rangga. “Kami... minta maaf kalau selama menjadi...” ucap ibu Rangga, suaranya bergetar, menahan air mata. “Ma...” ucap Dona lirih, lalu mendekat dan mengusap punggung tangan mertuanya dengan lembut. Rangga kemudian membujuk Nola. “Main di sana dulu, ya. Lagi meeting,” ucapnya sambil berbisik dengan nada bercanda. “Oke, Daddy, aku main dulu!” s

  • SELINGKUH DENGAN ISTRIKU   RANGGA MENGAKUI KESALAHANNYA PADA KEDUA ORANG TUANYA

    Menjelang sore hari, Bara terlihat meninggalkan kantor menuju apartemen. Setibanya di sana, Dona langsung menyambutnya dengan pakaian minim dan terbuka. “Apa-apaan nih?” ucap Bara sambil tersenyum, matanya menatap istrinya penuh godaan. “Kenapa? Nggak suka?” ucap Dona dengan senyum genit, seakan menantang. “Semalam ada yang nangis karena sakit anu-nya, loh…” ucap Bara mengingatkan dengan nada nakal. “Ih! Aku kan udah nggak sakit lagi…” balas Dona, wajahnya merona. “Oh, jadi mau gituan lagi, Sayang?” tanya Bara sambil tersenyum, meletakkan tas kerjanya, lalu dengan cepat membuka jas dan kancing kemejanya tepat di hadapan Dona. “Hahaha!” Dona tertawa lalu berlari menuju dapur untuk bersembunyi dari Bara. “Sini…” ucap Bara, kini tanpa mengenakan pakaian, berjalan cepat mendekati istrinya. “Nggak!” teriak Dona sambil tertawa, menghindar dengan lincah. “Ah, salah sendiri mancing nafsu suami!” ucap Bara sambil tersenyum, akhirnya berhasil menangkap tubuh Dona. Keduanya

  • SELINGKUH DENGAN ISTRIKU   BARA DAN RANGGA AKHIRNYA SEPAKAT

    Dona menarik napas panjang, menahan gejolak dalam dadanya. “Mas... jangan gantungin hidup kamu di aku. Aku bukan rumah yang bisa kamu pulangin lagi. Aku cuma kenangan, dan kenangan nggak bisa kamu peluk terus-terusan,” ucapnya lirih, suaranya bergetar. Rangga menunduk, air matanya jatuh. Dona menatapnya sekali lagi, lalu tersenyum dengan getir. “Aku doain kamu nemuin rumah baru yang bener-bener bikin kamu bahagia. Bukan aku.” Rangga terdiam sejenak, sementara hati mereka berdua sama-sama retak dalam keheningan yang seolah tak bisa disembuhkan kata-kata. “Bisa nggak aku lanjutin hidup tanpa kamu?” tanya Rangga dengan suara parau, seolah setiap kata yang terucap menyayat dadanya. Dona hanya bisa menangis mendengar itu, bahunya bergetar menahan sesak. “Andai aja aku bisa lebih lama sama kamu... Segalanya bakal aku lakuin asal bisa sama kamu terus. Aku mohon izin sama kamu, buat lanjutin hidup aku tanpa kamu. Semoga aku sanggup, Dona,” ucap Rangga, matanya berkaca-kaca, menatap

  • SELINGKUH DENGAN ISTRIKU   PENGAJUAN CINTA RANGGA UNTUK TERAKHIR KALI PADA DONA

    “Aku janji, nggak sentuh kamu,” ucap Rangga di telepon, suaranya penuh desakan. “Nggak bisa,” ucap Dona singkat, tapi nada suaranya tegas. “Dona, aku masih suami kamu, loh...” ucap Rangga pelan, seolah mencoba melembutkan hati istrinya. Dona terdiam. Hatinya ingin membantah, tapi kenyataan pahit itu memang benar: secara hukum, ia masih istri dari Rangga. “Tolong... sebentar aja,” ucap Rangga lagi, kali ini nadanya penuh harap. “Aku minta izin suami aku dulu,” ucap Dona, berusaha menahan getaran di suaranya. “Dona, nggak perlu! Kamu... kamu istrinya aku. Kenapa sesulit ini ketemu kamu?” ucap Rangga dengan nada meninggi, emosinya mulai pecah. Ia menahan napas sejenak lalu melanjutkan dengan suara bergetar, “Kenapa takut ketemu aku... kalau kamu memang benar-benar nggak punya sedikit pun perasaan sama aku lagi?” “Aku nggak mau. Aku harus menjaga perasaan suami aku... yang pertama kali dalam hidup aku,” ucap Dona, matanya basah menahan tangis. Rangga mengusap wajahnya kasar, suar

  • SELINGKUH DENGAN ISTRIKU   RANGGA NEKAT MENGHUBUNGI DONA.

    “Mas, hari ini... kamu mau anterin Olla ke rumah Mas Rangga?” tanya Dona sambil menyiapkan pakaian kerja Bara dengan penuh perhatian. “Iya, sekalian aku mau ketemu dia dan minta dia untuk pisah dari kamu,” ucap Bara mantap, sorot matanya serius. “Um... tolong minta dia buat nggak usah temui aku lagi, Mas,” ucap Dona lirih, seolah tak ingin ada bayangan masa lalu yang menghantui. “Iya, pasti, Sayang. Aku juga nggak mau Rangga ketemu kamu lagi,” ucap Bara sambil menggenggam tangan istrinya dengan erat. Setelah bersiap-siap, Bara segera mengajak Nola untuk pergi ke sekolah. “Hati-hati di jalan. Nanti pulang sekolah sama Daddy, dan Daddy yang anterin kamu ke rumah Nenek, ya,” ucap Dona penuh kasih pada Nola. “Siap, Mama! Mama jangan sedih ya. Aku mau ketemu Papa dulu nanti. Bye, Mama!” seru Nola sambil melambaikan tangannya dan memberikan ciuman jauh yang manis pada Dona. “Dasar genit, kayak Daddy-nya. Dadah... sayang!” balas Dona dengan senyum lebar dari depan pintu apartem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status