Hola, happy reading and enjoy
Chapter 2 Seks Sama Berondong Senin pagi setelah memimpin rapat Cameron segera meninggalkan kantornya untuk bertemu Ben, seperti biasanya. Ia dan Ben akan bertemu di sebuah hotel bintang lima yang dipesan oleh Ben. Tetapi, bukan berarti Ben yang mengeluarkan uang untuk hotel yang mereka sewa hanya untuk bercinta beberapa jam saja. Saat Ben membukakan pintu kamar, Cameron mendapati jika Ben hanya mengenakan bokser. Seolah sengaja memamerkan dadanya yang bidang dan otot perutnya yang terpahat sempurna kepada Cameron. "Oh, Ben...," rintih Cameron. Sesuatu yang panas meleleh di kewanitaannya hanya karena melihat tubuh kekar di depannya. "Aku merindukanmu," ucap Ben dan pria itu tersenyum. Cameron membiarkan tas tangannya tergelincir ke lantai dan memeluk Ben, menciumi bibir Ben seperti seekor singa betina yang telah lama tidak mendapatkan mangsa. Sementara Ben segera meresponnya dengan melingkarkan lengannya di pinggang Cameron dan menerima ciuman Cameron yang sepertinya akan membuatnya mati lemas. Pernikahan Cameron dan Joshua dulu terasa indah, dunia terasa milik berdua dan sanggup menemani Joshua hingga menua bersama. Bahkan jika Joshua tergelincir ke dalam jurang pun Cameron bersedia melompat untuk menyusulnya. Sayangnya di usia sepuluh tahun pernikahannya Cameron merasakan terlalu banyak yang berubah dalam pernikahan mereka. Tidak tahu persisnya sejak kapan, yang jelas ia telah lama merasakannya dan baru sekitar dua tahun merasakan benar-benar tersiksa. Entah siapa yang harus disalahkan, mungkin dirinya atau suaminya karena keduanya sama-sama memiliki kesibukan masing-masing di luar rumah. Terkadang Cameron curiga jika suaminya memiliki wanita lain di luaran karena sikap suaminya yang cenderung seadanya. Joshua semakin jarang menyentuhnya, bahkan saat Cameron mengenakan lingerie ataupun sengaja bertelanjang di depan Joshua, suaminya itu tidak menunjukkan antusiasmenya seperti lima tahun pertama pernikahan mereka. Namun, Cameron terlalu takut untuk menyelidikinya. Akhirnya ia tidak melakukan apa pun, membiarkan rasa jenuh menggelayutinya hingga saat perayaan ulang tahun pernikahan mereka yang ke sepuluh ia bertemu dengan seorang pemuda asal Arizona itu merupakan seorang fotografer yang mengabadikan moment anniversary pernikahannya dengan Joshua. Benjamin yang biasa dipanggil Ben, usianya baru dua puluh lima tahun. Pria berkulit agak gelap itu memiliki wajah tampan, tubuhnya tinggi, besar, dan tegap. Warna matanya cokelat gelap dan rambutnya hitam. Cameron tidak sengaja menubruknya di lorong dekat toilet dan saat itu pula ia merasakan sesuatu yang membuat batinnya bergelora. Seperti saat pertama kali bertemu Joshua dua belas tahun yang lalu. "Ben...," rintih Cameron saat Ben mengambil alih kendali ciuman mereka lalu mendorongnya ke pintu kamar hotel yang terkunci. Lalu dengan gerakan yang kasar, Ben melepaskan blezer yang dikenakan Cameron. Membiarkan benda itu teronggok di lantai begitu saja dan selanjutnya ia menarik blouse Cameron melewati kepalanya. Tangan Ben meremas payudara Cameron dengan gerakan lembut, tetapi menggoda. Mulut pria itu kemudian menjelajahi leher dan tulang selangka Cameron lalu dilahapnya puting payudara Cameron seperti seorang bayi yang kehausan. Cameron mengerang, merintih karena godaan lidah Ben di puncak payudaranya yang tegang dan mengeras. Godaan-godaan lidah Ben menciptakan cairan panas yang bergelung di kewanitaannya. "Oh, Ben...." Cameron membelai rambut Ben dengan lembut dan memanggil namanya. Ben mendongak seraya menyeringai lalu memindahkan tangannya, disingkapnya rok span Cameron dan ia berlutut di depan Cameron. Ditariknya celana dalam Cameron dan dicampakkannya ke lantai. Ia lalu menyentuh kewanitaan Cameron dengan jari-jarinya yang besar dan ia menyeringai. "Kau sudah basah sekali, Cam." Cameron menggigit bibirnya dan tersenyum lalu berkata, "Aku selalu basah bahkan jika hanya dengan mengingat namamu." "Aku merasa sangat tersanjung." "Yeah, kau pantas mendapatkannya."Chapter 29Happy Beberapa hari kemudian, siang itu Sheila dan Cameron duduk berhadap-hadapan di sebuah restoran yang terletak tidak jauh dari kantor Cameron. "Miss Rikkard, aku mengajakmu bertemu karena bermaksud ingin mencabut gugatan perceraianku," kata Cameron. Sheila tersenyum lebar dan matanya berbinar-binar menatap Cameron. "Sungguh berita yang bagus." "Ya. Kurasa itu yang terbaik untuk kami." "Aku bahagia kau membatalkan gugatan perceraianmu," kata Sheila. Dia tidak sedang bermulut manis, tetapi benar-benar mengungkapkan apa yang dirasakannya. Cameron tersenyum. "Aku menyadari jika tidak seharusnya aku meninggalkan suamiku hanya karena sedikit kekurangannya tanpa berkaca kalau aku juga memiliki banyak kekurangan. Hanya saja suamiku tidak pernah mempermasalahkan kekuranganku sehingga aku menjadi lupa diri." Sheila setuju dengan ucapan Cameron, terkadang manusia terlalu sibuk dengan kekurangan orang lain dan tidak menyadari kekurangannya. "Jangan khawatir, semua manusia p
Chapter 29Cherryl dan SeanSementara di dapur Cheryl, setelah Sheila berpamitan pergi dan Jack juga meninggalkan rumahnya, wanita itu berlutut di depan Sean. Mulutnya berisi kejantanan Sean yang kokoh dan berurat. "Cheryl, Sayang," geram Sean seraya memegangi kepala Cheryl. Cheryl mendongak, menyeringai kemudian memaju mundurkan kepalanya sementara tangannya menggenggam kejantanan Sean yang tersisa. "Fuck!" geram Sean lagi, kenikmatan menyelimutinya. Mulut Cheryl terasa sangat lembut dan terlalu hangat hingga ia sepertinya hendak meledakkan dirinya di dalam mulut wanita itu. Tetapi, ia tidak ingin meledak di dalam mulut Cheryl karena itu sama sekali tidak adil bagi Cheryl. Sean menjauhkan dirinya lalu memagut bibir Cheryl yang berwarna merah, ciumannya dalam dan bergairah, sementara tangannya menelusuri punggung dan pinggang Cheryl yang masih dibalut pakaian. "Apa kau sudah memutuskannya?" tanya Sean ketika tautan bibir mereka terlepas. Cheryl membuka matanya, Sean adalah pria
Chapter 24Bertemu Jack Sepulang dari kantor, Shelia tidak langsung pulang karena Cheryl meminta untuk datang ke rumahnya. Kata Cheryl, ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Shelia sudah menawarkan berbicara melalui telepon saja, tetapi Cheryl bilang kalau pembicaraan itu tidak bisa dibicarakan di telepon. Karena mereka berteman sudah sangat lama, tentu saja Sheila tidak bisa menolak permintaan Cheryl meskipun sebenarnya ia ingin sekali segera kembali ke rumahnya untuk beristirahat. Otak dan tubuhnya cukup lelah hari ini setelah menangani dua sidang perceraian. Namun, baru saja Shelia memasuki rumah Cheryl yang interiornya didesain penuh dengan kemewahan ia harus menghela napas jengkel karena menyadari jika dirinya masuk ke dalam jebakan Jack. Ia benar-benar geram harus kembali berurusan dengan Jack lagi padahal semua sudah sangat gamblang. Sheila mengabaikan Jack yang melemparkan senyum padanya dan memilih menghampiri Cheryl yang bersandar pada kusen pintu dengan gaya santai seraya
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 21Patah Hati Sheila baru kembali ke rumahnya jam enam sore dan menyempatkan diri mampir ke supermarket untuk membeli bahan-bahan makanan, buah, dan sayuran segar. Setelah menyusun barang-barang belanjaannya, Sheila pergi ke kamarnya dan mengganti pakaiannya lalu mengambil ponselnya. Ia membuka gorden kamarnya dan berdiri di balik jendela yang berseberangan tepat dengan kamar Romero. "Apa kau sudah siap?" tanya Sheila dengan nada tenang saat Romero menjawab panggilannya. "Kau ingin aku pergi?" Kemudian gorden jendela kamar Romero terbuka dan pria itu berdiri tepat di seberangnya. "Kau boleh pergi jika kau ingin." Romero tersenyum dan Sheila bisa melihatnya dengan jelas. "Sebenarnya aku tidak ingin pergi." "Jika kau tidak pergi, apa itu menyelesaikan masalah?" "Beri aku waktu untuk berpikir, apa kau bersedia jika aku memerlukan sedikit waktu agar dapat menemukan celah untuk mengakhiri hubunganku dengan Shelomita?" Sheila menyisir rambutny
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 25Saran Gila dari Amy Romero bermalam di kantornya karena ada insiden mendesak yang harus segera diatasi. Semula Sheila ragu jika Romero benar-benar menginap di kantor, tetapi ia tidak bisa jika terus berkutat dengan kecurigaan hanya karena hubungan mereka dimulai dari perselingkuhan. Jadi, ia berusaha berpikir positif meskipun semalam dirinya hampir tidak bisa tidur dan pagi ini berakhir dengan kesiangan sampai tidak sempat membuat sarapan.Sheila singgah di salah satu kedai kopi karena masih memiliki waktu setidaknya tiga puluh menit sebelum bertemu kliennya. Ia memerlukan kopi dan beberapa gigitan kue untuk mengisi lambungnya, tidak ingin pingsan di depan kliennya karena kelaparan. Di konter kasir ada seorang pria yang sedang dilayani dan di belakang pria itu, dirinya adalah satu-satunya orang yang mengantre. Pria itu adalah pria yang masuk bersamanya tadi, berpenampilan pria itu cukup rapi, Shelia bahkan sempat memperhatikan sepatunya yang
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 20Menghindari Jack "Sayang, orang tuaku datang dan mereka ingin sekali bertemu denganmu," kata Shelomita seraya meletakkan kantong belanja yang berisi makanan siap saji ke atas meja."Orang tuamu?" tanya Romero dengan alis berkerut lalu ekor matanya tertuju pada Shelia yang menyandarkan pinggulnya di konter dapur dengan santai seraya mengambil gelas berisi cokelat panas. "Ya. Aku sudah menceritakan rencana pernikahan kita dan mereka tidak sabar ingin melihatmu." "Apa ini tidak terlalu terburu-buru?" tanya Romero sementara Sheila menikmati cokelat panasnya."Kita sudah cukup lama berhubungan, kurasa bertemu orang tuaku sekarang tidak terburu-buru." Romero menjilat bibirnya. "Kita bahas lain kali, oke?" Shelomita melirik Sheila. "Orang tuaku mengundangmu makan malam di rumahku malam ini." Romero yang sedang memindahkan telur orak-arik ke dalam piring menghentikan gerakannya beberapa detik, begitu juga Shelia. Wanita itu menjauhkan gelasnya b