Share

Bab 2: Apakah Ada Rahasia?

"Dek, Mas berangkat, ya."

Rasanya malas sekali membuka mata. Mengingat kejadian semalam, aku merasa dihina berkali-kali lipat oleh suamiku sendiri. Bukan sekali dua kali aku berhias untuk menyenangkan hatinya, akan tetapi lagi dan lagi penolakan yang kuterima. Mas Bagas memang tidak menolakku secara terang-terangan, tapi dengan berbagai macam alasan menghindar yang ia lemparkan saat aku sedang haus belaian, itu jauh lebih menyakitkan. 

"Dek, kamu marah karena kejadian semalam?"

Kali ini kurasakan rasa hangat belaian tangannya menyentuh pipiku. 

"Mas minta maaf, ya."

Selalu begitu. Sejak dulu hingga detik ini hanya itu yang menjadi kalimat pamungkasnya. Meminta maaf dan memperlihatkan wajah menyesal sehingga aku luluh dan tak lagi mempermasalahkan. 

"Dek, Mas minta maaf." Ulang lelaki yang posisinya tak jauh dariku. Walau masih memejamkan mata, akan tetapi aku bisa merasakan kehadirannya di sampingku. 

Hanya sebuah anggukan kecil kuberikan. Setidaknya itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini. Hatiku masih tidak baik-baik saja. Harga diriku seperti tergadaikan tadi malam. 

"Kamu masih mau tidur? Ngga mau nganterin Mas ke depan?" Ah! Lelaki ini cerewet sekali. Namun, aku tak bisa membalas penolakannya. Aku tidak mau menjadi istri yang tidak baik untuk suamiku. 

"Yuk." Kubuka mata perlahan sambil menggeliat menghindar darinya. Sekilas kulihat sebuah senyuman bertengger di bibir Mas Bagas. 

Kuraih jilbab kaus yang sengaja kuletakkan di atas meja rias tadi malam. Sebentar aku mematut diri di depan cermin, masih tersisa sembab semalam. 

"Cantik, kok," ucap Mas Bagas. 

"Untuk apa cantik kalau ngga bisa ngalahin laptop dan kerjaanmu itu, Mas. Sampai kapan, sih, kita begini? Sudah satu tahun, lho, Mas. Aku  ...."

"Sudah  ... sudah. Kita nggak usah bahas ini lagi. Mas mau kerja. Kan sudah Mas jelaskan tadi malam kalau Mas sedang sibuk. Tolong mengerti, dong, Sayang."

Mas Bagas memotong ucapanku. Pembelaan demi pembelaan pun ia layangkan. Tetap aku yang harus memahaminya. Namun, apakah tidak pernah terbersit dalam benaknya untuk menerima semua alasanku? 

"Oke  ... oke. Aku ngga akan bahas ini lagi.Terserah Mas aja. Toh, Mas kepala rumah tangga. Tentu lebih tau baik dan buruk untuk rumah tangga kita."

Kutunggu dia di depan pintu hingga selesai mengenakan sepatu. Tak lama, Mas Bagas mendekat dan menjulurkan sebelah tangannya. Aku menyalaminya, dan sebuah kecupan hangat ia daratkan di keningku. Rutinitas pagi hari yang wajib selalu dilakukan. 

"Mas pergi, ya. Kamu baik-baik di rumah."

Mas Bagas mengucek kepalaku yang tertutup jilbab. Lalu dia berjalan menuju sepeda motor miliknya yang telah ia persiapkan dan berlalu pergi. 

Aku kembali masuk dan merasakan kehampaan di dalam rumah. Kurasakan jika rumah tangga kami semakin hari semakin tidak sehat. Meskipun tak kumungkiri jika perhatian Mas Bagas tidak berkurang sama sekali. Dia suami yang baik dan bisa diandalkan. Hanya saja Mas Bagas menjadi dingin jika aku sedang membahas masalah ranjang. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apa yang tersimpan di balik sikap Mas Bagas? Apakah  ...? 

***

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status