Share

Bab 1: Ditolak untuk Kesekian Kalinya

"Mas!"

Jantungku berdetak lebih cepat saat berjalan mendekati Mas Bagas. Setiap kali keinginan itu muncul, tingkahku menjadi beberapa tingkat lebih agresif dari biasanya. Semoga malam ini dia tidak menolakku lagi seperti yang sudah-sudah. 

"Iya, Dek." Lelaki itu menjawab pelan. Matanya masih fokus ke layar laptop. 

"Malam ini, ya." Aku berbisik di telinganya. Kedua tangan kurangkulkan di leher suamiku. 

Mas Bagas sedikit menggeliat. Barangkali ia merasa geli karena aku menyentuh tengkuknya. 

"Mas masih sibuk, Dek. Besok ada presentasi." Dia menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop. 

"Sebentar aja, Mas. Aku sudah siap-siap." Aku masih berusaha merayunya. 

"Jangan sekarang, ya. Plis. Bos bisa marah kalau ini nggak selesai."

Oke! Aku sadar diri. Dia menolakku lagi. Perlahan kulonggarkan rangkulan dari lehernya. Lalu aku berbalik badan menjauh dari Mas Bagas. 

"Mas minta maaf, ya. Kamu ngga kenapa-kenapa, kan?" Pertanyaan lelaki itu menghentikan langkahku. 

"Ngga pada, Mas. Lain kali aja. Aku juga mau tidur, kok. Ngantuk." Sekuat tenaga aku menahan suara agar tangis tidak pecah di depannya. Gegas aku beranjak ke kamar mandi, tak lupa mengunci pintu dari dalam dan memutar keran air. Akhirnya di sinilah aku kembali melempar semua kesal dan sakit hati. Meringkuk di samping bak dan menangis tersedu. 

Sakit sekali rasanya berkali-kali ditolak oleh suami sendiri. Sejak awal menikah hingga saat ini, aku belum tahu bagaimana rasanya malam pertama. Ya, kami belum melakukannya. Aku masih utuh belum tersentuh sama sekali. Setiap kali aku meminta, ada saja alasan lelaki itu. Ya, selalu berakhir dengan air mata. 

Sia-sia saja aku berdandan dan memakai gaun tidur tipis seperti saran sahabatku. Atas sarannya juga tak lupa pula aku menyemprot bagian-bagian intim menggunakan parfum. Toh, Mas Bagas tidak tertarik. Aku merasa seperti seorang wanita penjaja yang dagangannya tak laku. 

Sakit sekali. Apakah ada yang salah dengan diriku? Bukankah ia lelaki normal? Laki-laki normal mana yang sanggup menahan hasrat biologisnya hingga satu tahun lamanya? Atau barangkali Mas Bagas mempunyai wanita lain di luar sana dan  mereka sering berzina? Apakah itu alasan dia selalu menolakku? Astaghfirullah. 

Aku semakin tergugu. Tak peduli air keran di bak yang telah penuh dan membuat tubuhku basah. Aku menangis sejadi-jadinya. Jika pun dia tidak menginginkanku, kenapa juga dia melamar dan menjadikanku istrinya? 

Sampai kapan aku harus mengemis agar suamiku sendiri mau menyentuhku? 

***

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status