Home / Rumah Tangga / SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN / Mengkondisikan Anak-anak

Share

Mengkondisikan Anak-anak

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2022-11-19 06:20:15

Sampai di rumah, aku masih beraktifitas seperti biasa. Tidak ingin memperlihatkan bahwa sedang bergerilya mencari kebenaran. Mas Haris juga berusaha memanjakanku, dia bahkan mengajakku berhubungan padahal selama ini dia tidak segila ini memperlakukanku. Sudah lama tepatnya, entah kenapa gairahnya berbeda.

Dan akhirnya aku tahu alasannya begitu hangat hari ini. Dia sudah tak sabar kembali ke aktifitas normalnya dulu. Aku tak menunjukkan perasaan tak enakku dan seolah semua berjalan seperti biasa. Aku tahu, dia juga pasti sangat terganggu dengan protesku selama ini.

“Abi pergi dulu, ya Mi.” Pria itu mengusap rambutku perlahan. Sudah lama sekali dia tak seperti ini. Apa harus protes dulu, baru dia ingat istrinya ini minta diperhatikan?

Ini kesempatan yang tak boleh kusiakan. Mencari tahu segala hal yang selama ini tertunda. Mas Haris pikir, aku pasti memilih menurut padanya dan tak lagi mempermasalahkan. Mana bisa? Aku juga seorang wanita biasa. Tidak akan diam saja ketika hal mencurigakan terjadi, walau kali ini harus menggadaikan ketaatanku sebagai seorang istri. Sesuatu yang kujaga mati –matian selama ini, bahkan ketika kami belum mengenal hijrah.

Langkah pertama yang harus kulakukan adalah mengkondisikan anak –anak. Ketika nanti meninggalkan mereka. Yah, setidaknya aku bisa tenang kalau mereka juga akan baik –baik saja.

“Hania!” panggilku pada si sulung yang tengah membereskan lemari adiknya.

Sejak kecil aku sudah mendidiknya sangat keras, bagaimana tanggung jawab seorang kakak sekaligus anak perempuan. Suatu saat Hania akan pergi dan berpisah dengan kami terutama aku ibunya, dia harus mandiri dan bisa mengerjakan segala sesuatunya sendiri.

Mungkin kalau Hania mendapat suami yang sangat pengertian, itu tak akan jadi masalah. Bagaimana jika suaminya tidak mau tahu urusan dan menuntut rumahnya terus rapi dan bersih? Itu juga salah satu yang membuat RT kami awet sampai belasan tahun. Aku selalu berusaha sesulit apa pun itu untuk membuat segala sesuatunya beres di rumah ketika Mas Haris datang.

Diakui atau tidak, lelaki akan senang dan lega, kalau istri bisa memanjakan mulut dan perut dengan menyajikan makanan yang dia suka juga rumah yang tidak berantakan. Para pria lelah, entah apa saja yang mereka hadapi di luar sana, percik –percik kemarahan akan muncul ketika pulang dalam kondisi rumah yang sangat berantakan.

Barang kali tidak akan jadi masalah, saat kelak Hania bisa mandiri secara finansial. Dia bisa mendiskusikan dengan mudah untuk meminta pengertian suaminya mengenai urusan rumah. Walau uang bukan segalanya, tapi segalanya perlu uang, dan bahkan untuk urusan rumah tangga sekali pun.

“Hania!”

“Ya, Ummi.” Gadis belia yang izin pulang dari pondok tersebut mendekat. Yah, karena alasan meninggal kakeknya, dan sekarang bisa kumanfaatkan untuk menjaga adik –adiknya.

Hemh, aku tak bisa mengerti, kenapa Hania yang tidak selalu berada di rumah tersebut, dijadikan alasan Mas Haris agar dia bisa jarang pulang sebab ada yang membantu. Di mana pikirannya? Apakah sesuatu telah membutakannya? Ini yang terus aku pikirkan belakangan.

“Ehm, Umi akan pergi,” ucapku sembari menyiapkan sesuatu yang akan kubawa dalam tas. Hape, dompet, dan jaga –jaga KTP jika diperlukan.

“Pergi?” Dahi Hania mengerut. “Malam –malam begini Bu? Ke mana? Kok sepertinya perginya jauh?” tebaknya. Mungkin karena melihat barang –barang yang kubawa.

Lagi pula, mana mungkin aku bisa pergi jika tidak malam hari? Ada si bungsu yang rewel ketika belum tidur. Kalau anak –anak yang kecil sudah tidur

Aku mengangguk. Lalu mendekatinya. Mengusap lembut rambut hitam Hania yang tergerai sebahu.

“Iya, mungkin tidak pulang juga Nak. Karena ke luar kota.” Aku mengucap sambil tersenyum seolah tidak apa –apa.

Aku tidak yakin Mas Haris pasti ada di alamat ini. Tapi setidaknya aku akan tenang setelah mengetahui segala hal tentang alamat tersebut.

Hania terlihat keberatan. Dia pasti takut, sebab ini pertama kalinya ditinggal dengan adik –adiknya dan dia harus bertanggung jawab dengan mereka.

“Nanti bawa oleh –oleh Bu?” Agni adiknya berlonjak memeluk tanganku. Ke dua tangannya basah, dia baru selesai mencuci piring bekas makan malam tadi.

“Hiss dasar kamu ini!” Hania mendelik ke arah adiknya.

Aku tersenyum melihatnya. Semoga kehangatan ini bukan yang terakhir, semoga apa yang kutemukan nanti tidak akan membuat rumah tangga ini dan melebur senyum anak –anakku.

Akhirnya, jam sembilan aku berangkat dengan taksi online yang kusewa. Beresiko memang. Tapi mau bagaimana lagi? Untungnya ada driver perempuan sebagai pilihan.

Jantungku berdebar tak menentu, bahkan ketika sudah lebih satu jam berada di dalam mobil. Jauh sekali alamat ini.

Akhirnya mobil memasuki perumahan yang lumayan bisa dikata mewah, sebab bangunan per rumahnya dipagar tinggi. Aneh. Kenapa Mas Haris memilih kantor cabang di tempat begini? Bukannya dia bilang kemarin di jalan besar? Apa dia benar –benar berbohong padaku?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
PiMary
jeng jeng jeng...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Ending

    Rus masih fokus melihat petugas. Ia kemudian terhentak begitu mendengar suara notif pesan masuk ke ponselnya. Wanita tua itu kemudian merogoh ponsel dalam tasnya lagi. Lalu menggeser layar ponselnya untuk melihat pesan apa yang dikirim padanya.“Dari Wawan,” gumamnya sembari mengklik isi pesan itu.Matanya nyaris saja terlepas dari tempatnya begitu membaca isi pesan itu.[ Innalillahi waa inna ilahi rojiun, bayi Inggit sudah tidak tertolong Mbak. Sebaiknya Mbak cepat ke mari, kita harus mengurusnya. ]“Ini tidak mungkin! Wawan pasti salah lihat. Dia pasti tidak mendengar dari Dokter secara langsung!” sangkalnya selagi bangkit dari duduk dan merapikan tas untuk kemudian dibawa dengan tergesa, menuju tempat di mana bayi Inggit selama ini dirawat, dan Wawan sudah menunggu di sana.Langkahnya bergerak begitu cepat, karena ia tak ingin kehilangan waktu sedikit pun. Seolah ia bisa datang tak terlambat dan mencegah kematian cucunya itu.“Ya Tuhan, bagaimana ini? Bagaimana kami bisa mendapatk

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Tak Ada Rujuk untuk Khuluk

    “Jadi benar, kalian tidak bisa rujuk lagi?” Suara di seberang terdengar sedih.Sementara Haris, tak ada yang bisa ia lakukan. Lelaki itu hanya bisa menyimpan kesedihan dan penyesalannya untuk diri sendiri. Sejak awal ia sudah tahu, bahwa segalanya tidak akan bisa diperbaiki seperti dulu lagi.“Ris!” panggil sang ibu karena tak ada jawaban dari putra sulungnya di ujung telepon.“Ah, ya, Ma.” Haris terhenyak dari lamunan. “Bagaimana?”“Hem, kamu pasti sedang memikirkan hal berat sekarang.”“Hem.” Haris tersenyum miris. Jelas saja pikirannya berat. Tapi justru perceraian yang terjadi, membuatnya sebagian beban di kepalanya terangkat. Entah kenapa? Mungkin karena dia harus terus melihat bagaimana keluhan Salma saat bersamanya. Dia mana bisa terus melihat wanita yang dicintainya tidak bahagia.Ternyata begini rasanya, mencintai tanpa bisa memiliki, sesuatu yang dulu tak pernah ia pikirkan karena kehidupannya dengan Salma benar –benar bahagia.“Jadi sudah tidak bisa rujuk lagi kan?” sang Ma

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Pilu

    “Kenapa aku harus terus mengurus sesuatu yang bukan jadi tanggung jawabku? Apa mereka tidak lelah memeras dan memanfaatkanku sejak dulu?” gumam Haris yang belakangan semakin menyadari bahwa segala hal yang dilakukan di masa lalu adalah kesalahan.Pria itu sedang berada di sebuah pondok pesantren. Dan terpaksa mengatakan bisnis agar tidak dipaksa datang oleh Wawan dan Ibu Inggit. Ia merasa sudah cukup dengan mengirimkan uang kepada mereka. Di padepokan ini, Haris sudah menjalani ruqyah rutin atas rekomendasi ustaz Fawwas. Ada hal –hal yang tadinya tak terpikirkan tiba –tiba saja terlintas dalam pikiran mengenai keluarga Inggit.Baru saja menaruh ponsel di nakas dan bersiap untuk bersuci, tiba –tiba sebuah panggilan terdengar. Ia pun mengurungkan sejenak niatnya ke luar kamar dan mengambil ponsel itu untuk melihat siapa yang menelepon.“Mama?” gumamnya sembari mengklik icon berwarna hijau untuk menerima panggilan.“Assalamualaikum. Ya Ma?”“Waalaikum salam. Ris, gimana kabar kamu?”“Alh

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Lepas Tangan

    “Mas, apa Mas tidak ingin melihat anak Mas Haris?” tanya Wawan di sambungan seluler yang terhubung ke pada Haris. “Inggit masih koma.”Ia merasa sangat miris. Sampai sekarang Inggit masih belum sadar, sejak ia melahirkan prematur minggu lalu. Sepertinya sudah tidak ada harapan untuknya hidup. Sementara ibu Inggit terus saja menangis tanpa tahu apa yang harus diperbuat selain menunggu dengan sabar anaknya akan sadar.Hati Wawan teriris melihat kondisi kakak perempuan dan keponakannya, hingga ia berinisiatif untuk menghubungi Haris. Barang kali pria itu terketuk untuk datang dan membantunya memberi support.“Apa uang yang saya kirim kurang, Pak?” tanya Haris yang mulai kesal terus dihubungi. Padahal, dia sudah mengirim uang. Pekerjaannya terus tertunda karena mengurus Inggit dan anak mereka. “Saya sedang berada di luar kota mengurus pekerjaan. Tidak mudah kalau memutuskan pulang dalam waktu dekat. Saya pikir uang yang saya kirimkan sudah lebih dari cukup. Sebelum pergi saya juga sudah m

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Senyum-senyum Lega

    [ Jadi kali Unie duluan yang menggugat cerai ke Pengadilan Agama? ] tanya Ameena yang mendengar kabar perceraian Salma dan Haris.[ benar, Umm. Kali ini pengacara memasukkan berkas dan sudah diproses. ][ sudah masa iddah ya? ] tanya Ameena lagi. Seolah ia tak memahami jarak waktu yang terjadi. [ cepat sekali waktu berlalu. ][ benar. Saya memutuskan menerima pinangan kakak sepupu saya. ][ hem, tak masalah, Un. Berarti khuluk. Jadi memang tidak perlu lagi menunggu dirujuk. ] tulis Ameena lagi.Mata Salma melebar karena itu. Bagaimana bisa dia tidak memahami hal sepenting ini? Padahal dia lebih dulu berhijrah.“Apa Mas Haris mengetahui ini, tapi dia diam saja karena ingin memanfaatkan situasi?” gumam perempuan beranak enam itu.“Ada apa?” Ibu Salma datang membawakan makanan dan minuman di atas nampan untuk putrinya. Lalu meletakkan di nakas samping ranjang, agar Salma lebih mudah menjangkaunya.Melihat kedatangan sang Ibu, Salma buru –buru menyimpan ponsel. Ia tak mau membuat wanita t

  • SETELAH 15 TAHUN PERNIKAHAN    Pada Akhirnya

    "Di mana kalian menyembunyikan Inggit?" tanya Salma. Ia mungkin membenci perilaku wanita perebut suami orang itu. Namun, tidak untuk menyakiti fisiknya. Apalagi sekarang Inggit sedang hamil.Abyaz merasa ragu untuk menjawab pertanyaan Umi Hania, hingga ia menoleh ke arah Hania yang ternyata juga menatap Abyaz takut –takut. Ya, pemuda itu tahu dengan jelas bahwa gadis itu tidak sedang baik –baik saja. Ia kemudian mendongakkan kepala sekali, memberi isyarat pada Hania, dan bertanya apa yang harus dilakukannya di situasi seperti ini? Ia tak mau jawabannya nanti akan menyudutkan gadis itu.Hania tak menjawab dan hanya menunjuk tas yang dibawanya dengan tatapan mata. Saat itulah mata Abyaz membeliak. Sadar bahwa itu adalah tas Inggit yang tertinggal. Pasti karena keberadaan tas tersebut yang membuat mereka ketahuan.Pemuda itu menghela napas lelah. Kenapa dia bisa lupa mengamankannya? Dan Hania yang sedari tadi berada di rumahnya, apa tidak menyimpannya di tempat yang aman? Di gudang misa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status