Beranda / Romansa / SETELAH DIJUAL IBU TIRIKU / Bab 12 Memory Masa lalu

Share

Bab 12 Memory Masa lalu

Penulis: Aries grils
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-05 09:29:16

“Maura…”

Satya bergumam pelan, nyaris seperti bisikan yang tak ingin terdengar dunia. Tangannya yang kasar itu menyentuh wajah Caca, gemetar, seperti sedang menyentuh kenangan yang telah lama terkubur. Ia menunduk, mendekat, menatap wajah pucat itu dari dekat. Nafasnya tercekat.

“Maura… maafkan aku… Maura…”

Suara itu kini lirih, penuh luka. Tubuh Satya mulai bergetar. Jemarinya mengusap darah yang mengalir dari pelipis Caca, lalu menelusuri ke rambutnya yang lepek oleh keringat dan luka.

“Jangan tinggalkan aku lagi…” bisiknya.

Dengan panik, ia mulai mengguncang tubuh Caca, tidak sebrutal sebelumnya, tapi cukup keras untuk membuat kepala gadis itu terayun lemah.

“Bangun, Maura. Ini aku… sayang… Lihat aku…”

Ia mendekap kepala Caca ke dadanya, seperti seseorang yang tak ingin kehilangan satu-satunya hal berharga yang masih tersisa di dunia.

“Aku sudah mencari… aku sudah mencoba… Tapi mereka menghalangi. Mereka bilang kamu mati. Tapi aku tahu kamu hidup. Aku bisa merasakan…”

Sat
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • SETELAH DIJUAL IBU TIRIKU   Bab 13 Peringatan Nyonya Ratna

    Meski tak sepenuhnya sadar, Caca masih bisa mendengar samar-samar suara jeritan Satya yang memanggil nama Maura… Tubuhnya terasa ringan, seperti melayang, digendong entah oleh siapa. Di antara kabut pikirannya yang kacau, ia bisa menangkap potongan suara, panik, tergesa, penuh kekhawatiran.“Cepat, jangan biarkan Tuan Satya mengejar,” suara berat itu milik Raga.“Darahnya banyak sekali… Astaga, kenapa bisa separah ini?” Suara perempuan itu lirih adalah Leni, pelayan wanita yang kini terdengar nyaris menangis.Langkah kaki terburu-buru menggema di lorong panjang.“Jangan sampai dia sadar sekarang. Kalau Satya lihat… dia bisa meledak lagi,” gumam Raga di antara desah napasnya yang berat.Caca ingin membuka mata, ingin bicara. Tapi kelopak matanya terasa berat. Kepalanya berdenyut nyeri, tubuhnya lunglai tak berdaya. Tapi suara-suara itu menembus ke dalam hatinya, menimbulkan tanya, menyisakan ketakutan.Siapa Maura? Kenapa Satya terus memanggilnya? Dan… kenapa semua orang tampak begitu

  • SETELAH DIJUAL IBU TIRIKU   Bab 12 Memory Masa lalu

    “Maura…” Satya bergumam pelan, nyaris seperti bisikan yang tak ingin terdengar dunia. Tangannya yang kasar itu menyentuh wajah Caca, gemetar, seperti sedang menyentuh kenangan yang telah lama terkubur. Ia menunduk, mendekat, menatap wajah pucat itu dari dekat. Nafasnya tercekat. “Maura… maafkan aku… Maura…” Suara itu kini lirih, penuh luka. Tubuh Satya mulai bergetar. Jemarinya mengusap darah yang mengalir dari pelipis Caca, lalu menelusuri ke rambutnya yang lepek oleh keringat dan luka. “Jangan tinggalkan aku lagi…” bisiknya. Dengan panik, ia mulai mengguncang tubuh Caca, tidak sebrutal sebelumnya, tapi cukup keras untuk membuat kepala gadis itu terayun lemah. “Bangun, Maura. Ini aku… sayang… Lihat aku…” Ia mendekap kepala Caca ke dadanya, seperti seseorang yang tak ingin kehilangan satu-satunya hal berharga yang masih tersisa di dunia. “Aku sudah mencari… aku sudah mencoba… Tapi mereka menghalangi. Mereka bilang kamu mati. Tapi aku tahu kamu hidup. Aku bisa merasakan…” Sat

  • SETELAH DIJUAL IBU TIRIKU   Bab 11 Seperti Raga Tanpa Jiwa

    “Kau pikir aku bodoh?!” teriaknya. “Kau dikirim dia, bukan? Manusia pendosa dan pembunuh itu! Ratna wanita kejam.”Pria itu menyebut nama ibunya dengan penuh kebencian, seperti menyumpahinya keluar dari liang neraka.“Dia kirim kau untuk menyelesaikan apa yang belum dia habisi…! Kau pikir aku tidak tahu? Kau pikir aku tidak bisa mencium rencana gilanya?!”Satya maju dua langkah cepat, dan Caca spontan mundur, menabrak dinding di belakangnya.“Tidak, bukan begitu…” ucap Caca pelan, meski tubuhnya masih gemetar. “BOHONG!!” teriak Satya lagi, mencekik leher Caca hingga tubuhnya merosot ke lantai.Caca tersungkur, lututnya membentur keras. Ia tidak bisa lari. Tidak bisa berteriak. Ia hanya duduk di lantai, menahan sakit, menatap pria itu dengan penuh ketakutan. Napasnya terasa hampir habis. Seluruh tubuhnya menegang. Dan saat Satya semakin mencondongkan kepalanya, aroma busuk itu menyergap tajam ke inderanya. Caca mencoba menatap wajah itu, namun dalam kegelapan ini, apa yang bisa Ia lih

  • SETELAH DIJUAL IBU TIRIKU   Bab 10 Amarah Satya

    Keesokan harinya, mentari belum tinggi saat pintu kamar Caca diketuk dari luar. Tok… tok… Leni muncul lebih dulu, membuka pintu dengan perlahan sambil membawa nampan berisi sarapan. Di belakangnya, berdiri Raga, dengan raut cemas dan sebuah kunci tergantung di tangannya. Caca berdiri membeku di dekat jendela. Ia sudah mengenakan gaun putih selutut yang kemarin diberikan Nyonya Ratna. Kainnya lembut, jatuh mengikuti lekuk tubuh ramping Caca, memberi kesan polos… sekaligus seperti pengantin yang sedang dipersiapkan untuk ritual aneh. Sorot mata Leni mengamati gadis itu sesaat, lalu meletakkan nampan di atas meja kecil. “Silakan sarapan dulu, Nona,” ucapnya pelan. Raga melangkah masuk, diam, lalu berdiri beberapa langkah dari Caca. Matanya menyapu penampilan gadis itu dari atas ke bawah, sebelum akhirnya membuka suara. “Sudah siap nona?” Pertanyaan itu sederhana, tapi menampar batin Caca seperti cambuk. Siap? Bagaimana bisa seseorang siap untuk masuk ke ruang yang setiap ma

  • SETELAH DIJUAL IBU TIRIKU   Bab 9 Perintah Yang Sama

    Beberapa hari berlalu, dan Caca masih merasa pusing, namun perlahan luka di kepalanya mulai membaik. Hampir sepekan ia menghabiskan waktu hanya di dalam kamar seorang sendiri, terkurung, dan nyaris tak pernah berbicara dengan siapa pun. Hanya Leni yang sesekali datang mengantarkan makanan dan obat, tanpa banyak bicara. Kesunyian itu lama-lama menyesakkan. Hari ke hari terasa panjang dan menggantung. Kebosanan dan rasa tertekan bercampur seperti awan gelap yang tak kunjung reda. Caca mencoba membaca buku yang ia temukan di rak kamar, namun tak satu pun halaman benar-benar masuk ke dalam pikirannya. Semuanya kabur. Gelisah. Sampai suatu sore, ia memberanikan diri melangkah keluar dari kamar. Pelan-pelan, kakinya menuruni tangga. Rumah itu besar dan sunyi, hanya terdengar desir angin dari celah jendela dan gemerisik dedaunan dari luar. Begitu tiba di halaman belakang, langkah Caca terhenti. Bulu kuduknya meremang. Di hadapannya terbentang pemandangan yang membuat dada terasa sesak. H

  • SETELAH DIJUAL IBU TIRIKU   Bab 8 Bagaimana Aku Bisa!

    Perlahan, Caca membuka matanya. Pandangannya kabur. Langit-langit kamar yang familiar terlihat menggantung di atasnya, tapi terasa asing. Ruangan itu sepi, terlalu sepi. Hanya suara detak jarum jam di sudut dinding yang terdengar, nyaring, menusuk. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, mencoba memahami di mana ia berada. Hidungnya mencium aroma lavender tipis yang biasa dipakai di kamarnya, tapi kepalanya... terasa berat, nyeri berdenyut di sisi kanan. Tangannya meraba pelan bagian kepala yang dibalut perban. Ada rasa perih begitu disentuh. "Apa yang... terjadi...?" Caca mencoba duduk. Gerakan kecil saja membuat tubuhnya seperti diseret kembali oleh gravitasi, tapi ia memaksa. Napasnya memburu. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat. Perlahan, potongan-potongan ingatan itu mulai kembali. Pintu besar yang terbuka… Sosok tinggi di ujung ruangan gelap… Langkah berat mendekat… Aroma busuk menusuk hidung… Dan suara itu. "Apakah kau ingin mati seperti dia?" Caca tertegun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status