Share

PUJIAN

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2025-12-11 23:44:48

"Orang-orang udik sepertimu biasa main pelet kan? Penampilan tertutup tak menjamin bagus agamanya. Aku nggak sebodoh yang kamu kira!"

"Astaghfirullah, lemesnya itu mulut," pekikku lirih saat mendengar tuduhan lelaki itu.

"Ngomong apa kamu?!" sentak laki-laki itu lagi.

"Mulutnya lemes, eh." Spontan aku menutup mulut saat keceplosan bicara. Perlahan mendongak lalu buru-buru menunduk saat tak sengaja beradu pandang dengan kedua matanya yang nyalang.

Tak membalas ucapanku, monster tampan itu melangkah kembali ke lantai atas begitu saja. Kuhela napas panjang seraya kembali beristighfar. Ya Allah, makhluk seperti apa yang kuhadapi saat ini.

Semoga saja dia bisa takluk denganku nanti. Nggak boleh nyerah. Pokoknya harus tetap semangat dan yakin jika hatinya akan luluh. Yakin, yakin, yakin hatinya bukan terbuat dari batu.

"Neng ... kamu nggak apa-apa kan?" Bi Lilis menggoyang lenganku pelan. Gegas kubuka mata lalu menatapnya yang sudah berdiri persis di depanku.

"Eh, nggak apa-apa, Bi." A
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Winwin Tri Winwin
aq mendukung mu riiii......
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SETELAH DINIKAHI ANAK JURAGAN   KASAR (1)

    Bakda shalat subuh, aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Mas Rama. Barang kali dia sudah nggak sejutek kemarin atau mungkin mau kubuatkan kopi baru. Kulihat dua cangkir kopi yang kubuat semalam masih utuh tak tersentuh. Tak tahu apa alasannya dia membiarkan kopi itu dingin. Mungkin saja dia lupa lalu malas meminumnya saat kopi mulai dingin. Iya kan?Tok ... tok ... tok "Mas Rama, sudah shalat subuh belum? Apa mau saya bikinkan kopi lagi?" tanyaku lirih sembari mendekatkan telinga ke daun pintu, berharap bisa mendengar suara dari dalam kamar. Namun, sepertinya kamarnya dibuat kedap suara sebab nggak terdengar apapun dari luar. Aku bergeming beberapa saat di sana sembari menunggu sosok itu keluar atau paling tidak membalas pertanyaanku. Kutunggu beberapa menit benar-benar tak ada yang menyahut. Kuhirup napas dalam lalu menghembuskannya panjang.Tak menyerah, aku kembali mengetuk pintu. Aku tunggu lagi sembari tetap mendekatkan telinga ke daun pintu. Untuk ketukan ketiga

  • SETELAH DINIKAHI ANAK JURAGAN   KENA 'PELET'

    Suara berisik di area dapur membuatku buru-buru menyambar hijab di tepi ranjang lalu gegas mencari sumbernya. Nggak ada apapun di dapur, hanya saja rawon yang kusiapkan untuk Mas Rama di atas kulkas entah mengapa bisa tumpah ke lantai, padahal jelas tadi kuletakkan di tengah-tengah nggak mungkin tumpah kalau nggak ada yang nyenggol. "Ngapain kamu celingukan di situ?" Lagi, suara Mas Rama cukup mengagetkanku. Entah dari mana dia tiba-tiba muncul di belakang. "Nyari kucing, Mas. Rawonnya ditumpahin kucing," balasku tanpa menoleh. "Oh, kucing doyan rawon juga ternyata." "Iya, kucing milenial doyan rawon, steak, soto sama seblak." Aku mendongak, tak sengaja bersirobok dengannya yang berdiri tiga langkah saja dari tempatku jongkok. Mendadak pengin senyum, tapi kutahan. Bagaimana tidak? Kulihat bibirnya yang menghitam itu sedikit mengkilat bekas minyak. Kaos coklatnya kena cipratan rawon, aku yakin itu. Hanya saja dia nggak sadar kalau ada sisa rawon di kaosnya. "Ngapain senyum-senyum

  • SETELAH DINIKAHI ANAK JURAGAN   MANEKIN

    "Maaf, Mas. Aku diminta juragan Ginanjar bersihin kamar Mas Rama," ujarku pada lelaki yang baru keluar kamar itu. Sedari tadi menunggu, akhirnya dia keluar juga dari persembunyian. Laki-laki itu melirikku sekilas lalu mendengkus kesal. "Nggak perlu. Aku bisa membersihkannya sendiri.""Pakaian kotornya, Mas. Biar aku cuci dan setrika." "Nggak, aku bisa bawa ke laundry," ujarnya lagi sembari melangkah menjauh. "Mas, makan dulu kalau gitu. Aku masakin rawon sama perkedel." Laki-laki itu menghentikan langkah tepat di tengah tangga. Tanpa menoleh, kembali melanjutkan langkahnya menuju lantai bawah. Ya Allah, benar-benar monster ajaib. Dingin dan kaku seperti manekin. Aku harus cari cara supaya dia mau menerima bantuanku, kalau terus begini, aku nggak mungkin makan gaji buta di sini. "Ngapain, Ri?" Pertanyaan Mas Hanif dari tangga menghenyakkanku. "Nggak, Mas. Cuma heran saja itu orang kenapa kaku banget kaya manekin hidup." Mas Hanif terbahak mendengar ucapanku. "Tapi kamu sudah ter

  • SETELAH DINIKAHI ANAK JURAGAN   PUJIAN

    "Orang-orang udik sepertimu biasa main pelet kan? Penampilan tertutup tak menjamin bagus agamanya. Aku nggak sebodoh yang kamu kira!""Astaghfirullah, lemesnya itu mulut," pekikku lirih saat mendengar tuduhan lelaki itu. "Ngomong apa kamu?!" sentak laki-laki itu lagi."Mulutnya lemes, eh." Spontan aku menutup mulut saat keceplosan bicara. Perlahan mendongak lalu buru-buru menunduk saat tak sengaja beradu pandang dengan kedua matanya yang nyalang. Tak membalas ucapanku, monster tampan itu melangkah kembali ke lantai atas begitu saja. Kuhela napas panjang seraya kembali beristighfar. Ya Allah, makhluk seperti apa yang kuhadapi saat ini. Semoga saja dia bisa takluk denganku nanti. Nggak boleh nyerah. Pokoknya harus tetap semangat dan yakin jika hatinya akan luluh. Yakin, yakin, yakin hatinya bukan terbuat dari batu. "Neng ... kamu nggak apa-apa kan?" Bi Lilis menggoyang lenganku pelan. Gegas kubuka mata lalu menatapnya yang sudah berdiri persis di depanku. "Eh, nggak apa-apa, Bi." A

  • SETELAH DINIKAHI ANAK JURAGAN   RENCANA RIANA

    "Dia Riana dari kampung sebelah, Ram. InsyaAllah anak baik-baik. Semoga kamu cocok." Ibu Farida dengan sabar mengulang perkenalannya. Namun, laki-laki itu masih bergeming dengan tatapan sinisnya. "Penjilat!" tuduhnya padaku. "Jaga mulut anda ya, Mas. Saya kerja di sini bukan sengaja melamar, tapi juragan Ginanjar sendiri yang meminta. Memangnya saya jilat apa kok bisa-bisanya disebut penjilat." Cerocosku kesal saat mendengar kata menjijikkan itu. Ibu Farida mengusap lenganku pelan sembari mengedipkan kedua mata teduhnya. Sentuhan lembutnya membuatku tersadar seketika. Betapa bod*hnya aku sampai ikut tersulut emosi saat mendengar tuduhan tak benar itu padaku. "Seperti itu asisten yang baik? Belum apa-apa main bentak! Dia asisten apa preman?!" sindir laki-laki itu lagi sembari menutup pintu dengan kasar. Ingin rasanya mengumpat, tapi lagi-lagi aku malu jika sebrutal itu. Lantas apa bedanya aku dengan monster itu kalau sama-sama kasar. Ibu Farida yang sebegitu tak dihormatinya sebag

  • SETELAH DINIKAHI ANAK JURAGAN   PERKENALAN

    Aku semakin tercekat saat melihat laki-laki itu berhenti di tengah tangga lalu membalikkan badan sebentar menatapku. Tanpa senyum, dia kembali melanjutkan langkahnya menuju lantai atas. "Dia memang begitu, terlalu kaku, Ri. Kamu nggak mundur saat ini juga kan?" Juragan Ginanjar menatapku beberapa saat setelah menoleh ke arah anak sulungnya yang telah menghilang di ujung tangga. "Ng-- nggak dong, Juragan. Saya akan tetap bekerja seperti janji saya tadi." Juragan Ginanjar dan istrinya pun saling tatap lalu tersenyum tipis. "Syukurlah kalau begitu. Biar ibu yang antar kamu ke kamar. Ohya, kamar kamu bersebelahan dengan kamar Rama di lantai atas. Di sana juga ada kamar Latifa dan Razqa. Semoga betah ya, Ri. Selamat bekerja." Aku kembali mengangguk. "Ohya satu lagi, tiap minggu kamu boleh cuti. Terserah mau pulang atau sekadar jalan di luar." Kuhela napas lega saat mendengar kata cuti, setidaknya aku bisa pulang ke rumah seminggu sekali untuk melepas kangen. Meski emak atau bapak bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status