Share

7. Kamar Satu-satunya

Author: Tetiimulyati
last update Last Updated: 2023-01-05 16:41:38

"Lagian aku juga gak bakalan ngapa-ngapain kamu, kok. Memangnya aku mau mencampur benih ponakanku sendiri? Di dalam Islam sendiri tidak diperbolehkan menumpuk benih di dalam rahim."

"Oh, jadi Om juga meledekku?" Aku tidak terima Om Do merendahkan aku.

"Memang seperti itu kenyataannya. Bukankah wanita yang aku nikahi ini hamil anak ponakanku sendiri. Aku tak menyangka jika nasibku akan seperti ini, menikahi pacar ponakan yang sedang hamil dan manja." Setelah berkata seperti itu Om Do menarik dua buah koperku dan membawanya ke kamar.

"Pokoknya aku tidak mau tidur satu kamar sama Om. Kalau Om tidak mau tidur di luar, biar aku saja yang di luar!" Aku berteriak supaya pria itu mengurungkan niatnya membawa koper-koper itu ke kamar.

Di ruangan ini terdapat satu sofa panjang yang berhadapan langsung dengan televisi. Mungkin ini bisa aku gunakan untuk merebahkan diri atau aku bisa tidur di atas karpet yang terbentang di antara televisi dan sofa ini, begitu pikirku.

Pria itu tidak mendengarkan apa yang aku katakan, dia terus masuk sambil membawa dua buah koperku hingga terpaksa aku harus mengikutinya.

"Om dengar enggak? Aku enggak mau tidur satu kamar sama Om, lebih baik aku tidur di luar saja. Tidak apa-apa kalaupun harus di sofa ataupun di atas karpet." Aku berkata dengan suara tinggi.

"Terus kalau kamu tidur di luar apakah koper-koper ini akan dibiarkan berantakan disana? Mengganggu pemandangan saja," jawabnya sambil melepaskan kedua koperku membiarkannya tergeletak di dekat ranjang.

Pria itu lalu keluar berjalan melewatiku karena aku berdiri tepat di depan pintu. Mau tidak mau tubuh pria itu hampir saja bertabrakan dengan tubuhku. Ketika dia berpapasan denganku, aroma maskulin begitu saja memenuhi indra penciumanku. Rupanya pria ini berselera tinggi dalam urusan parfum, aku tahu tidak sembarangan orang memakai parfum ini.

Setelah Om Do menghilang dari balik pintu, aku baru sadar kalau aku tengah berada di dalam kamarnya. Kamar yang cukup luas dengan tempat tidur king size dan sepertinya nyaman. Satu buah lemari yang cukup lebar juga terdapat di ujung kamar. Sementara sebuah jendela dengan tirai putih berada di samping kanan tempat tidur. Aku baru ingat kalau ruko Om Do ini terletak paling ujung hingga dari dalam sini tidak tertutup karena tidak punya tetangga di sebelahnya.

Kamar yang cukup rapi untuk ukuran kamar seorang pria. Tak sadar aku melangkah mendekati ranjang ukuran besar itu kemudian duduk di pinggirnya. Penampakan kamar ini tidak seperti berada di sebuah ruko. Ini lebih mirip dengan kamarku di rumah Mama, hanya pemilihan warna saja yang lebih maskulin dan ukurannya lebih kecil sedikit.

"Kamarnya cukup nyaman juga." Aku bergumam sambil mengusap kasur lalu mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Entah dorongan dari mana tubuhku seperti terkena magnet yang berasal dari tempat tidur ini. Tiba-tiba aku merebahkan diri. Jujur saja aku seharian ini merasa sanga lelah. Kenyataan kalau aku gagal nikah dengan Rendy dan terpaksa harus menikah dengan Om-nya Rendy sangat menguras pikiranku. Lalu tiba-tiba tanpa pernah terpikirkan sebelumnya, hari ini juga aku pindah ke sini, ke sebuah ruko kecil milik suami dadakanku. Entah bagaimana kehidupan besok yang harus aku jalani bersama Om Do, pria yang umurnya kutaksir terpaut 10 tahun lebih tua dariku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
effy
ada juga perempuan x sedar diri...hamil dgn jantan lain... tp x bersyukur ada kelaki yg mahu selamatkan ppuan hamil dr aibnya... gilaaa...masih berani berteriak gitu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   207. Bahagia Akhirnya

    Lala"Sah!!" ucap dua orang saksi secara bersamaan. Kami yang berada di ruangan tengah rumah orang tua Bu Zaskia pun serempak mengucap alhamdulillah. Setelah sempat gagal satu kali, Mas Danang akhirnya lancar mengucap ijab kabul. Detik ini juga Mas Dadang dan Bu Zaskia resmi menjadi suami istri. Kudengar Mas Faldo pun mengucap syukur dengan suara yang begitu lirih. Sesaat setelah itu aku pun menoleh ke arahnya. Ternyata suamiku itu pun sedang melakukan hal yang sama. "Terima kasih sudah membantu," ucapnya lirih. "Aku tidak melakukan apa pun, Mas.""Sekecil apa pun, sangat berarti. Sekarang aku sangat lega. Akhirnya Zaskia berada di tangan yang tepat."Aku bisa mengerti kenapa Mas Faldo merasa lega seperti itu. Dalam hatinya mungkin masih ada rasa bersalah telah membiarkan Bu Zaskia salah paham selama bertahun-tahun. Lima hari yang lalu, pagi-pagi sekali Bu Zaskia datang ke rumah kami. Beruntung saat itu kami belum berangkat ke rumah Mama karena malamnya Mas Faldo sudah merencanak

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   206. Kesaksian

    "Di mana kamu, Zaskia?! Cepat pulang! Jangan bikin malu Ayah!!"Suara Ayah bagai petir menyambar telingaku. Sampai-sampai aku menjauhkan benda pipih tersebut dari kepalaku. Tidak seperti biasanya, Ayah berkata dengan nada tinggi seperti itu. Apa telah terjadi sesuatu? Jangan-jangan Anjar mengadu pada Ayah melalui telepon, karena tidak mungkin kalau pria itu sudah sampai di rumah Ayah. "Iya, Yah. Sebentar lagi aku sampai di rumah .... ""Ayah tunggu kamu dan jelaskan semuanya!"Tak salah lagi, Anjar bergerak cepat mengadu pada Ayah. Bisa jadi ia memutar balik fakta atau mengarang cerita supaya aku salah di mata Ayah. Jika benar seperti itu, maka makin ketahuan sifat aslinya. Beruntung, aku belum menyetujui perjodohan ini. "Tunggu! Apa bapak-bapak bisa menolong saya sekali lagi?" Aku menghentikan langkah, dua orang yang ada di depanku pun spontan berhenti."Maksudnya gimana, Neng?" tanya salah satunya.Akhirnya aku menceritakan detail permasalahan ini pada dua orang di hadapanku secar

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   205. Cepat Pulang!

    "Beneran tidak ada jalan lain, Pak?" "Beneran, Neng." Untuk beberapa saat aku hanya mematung. Bingung harus bagaimana. Mana malam semakin larut. Aku juga tidak terbiasa pergi sendirian apalagi malam-malam seperti ini. Apa baiknya aku menelepon Mas Faldo atau Danang. Ah, malu rasanya jika meminta tolong padanya.Pada saat bersamaan, tiba-tiba telingaku menangkap suara derap langkah beberapa orang. Sepertinya ada yang berlari lebih dari satu orang. Selain gelap, di sini juga banyak tanaman seperti pohon pisang dan pohon lainnya. Jadi tidak begitu terlihat orangnya, hanya suaranya. Curiga kalau itu Anjar yang mencariku, maka tanpa pikir panjang lagi aku langsung berlari ke arah pintu pagar warga yang rumahnya terletak di belakang pos ronda ini."Tolong jika ada yang mencari saya, jangan kasih tahu. Mereka orang jahat." Kuucapkan itu sebelum tubuhku hilang di balik pagar. Aku pun segera berjongkok dan memasang telinga karena pagarnya hanya sebatas dada orang dewasa. Beruntung tadi pintu

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   204. Kabur

    Aku terus berlari melewati koridor hotel yang sepi. Suara sepatuku yang beradu dengan lantai terdengar jelas. Tak peduli orang-orang akan heran melihat dan mendengarnya, aku terus berlari hingga mencapai pintu lift. Dengan tangan gemetar, aku menekan angka satu. Kedua tanganku saling bertaut dengan keringat dingin mengucur di sana. Sekarang sudah jelas, Anjar berniat melecehkan aku, dari sini aku bisa mengambil kesimpulan kalau dia bukan pria baik-baik. Pantas saja begitu mudahnya saling bersentuhan dengan Nabila. Semua terjawab sudah dalam beberapa menit saja. Setelah pintu lift terbuka, tergesa-gesa aku menuju satu-satunya pintu keluar yang terdapat di lobby hotel ini. Namun, langkahku tertahan lantaran di sana terlihat Nabila tengah berdiri bersama teman prianya. Apa mungkin gadis itu sengaja menungguku. Di sini aku yakin kalau Nabila dan Anjar bekerja sama. Bisa jadi, ketika aku berada di lift tadi, Anjar menghubungi Nabila supaya mencegatku di tempat itu.Tanpa pikir panjang la

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   203. Janggal

    "Kita naik lift saja." Anjar berbelok ke arah lift. Padahal kami hanya berada di lantai dua, tadi saja sewaktu naik kami menggunakan tangga biasa. Kenapa sekarang turun harus menggunakan lift?"Pake tangga saja." Aku menolak secara halus sebab risih jika harus berduaan di dalam lift. "Perutku sudah kenyang, rasanya enggan untuk melangkah meskipun itu menuruni anak tangga." Anjar beralasan sambil mengusap perutnya. Sementara satu tangannya sibuk mengetik di layar ponsel."Kalau begitu, Mas saja yang naik lift. Saya turun pakai tangga saja." Setelah berkata seperti itu aku pun hendak melangkah."Tunggu! Bagaimana kata orang nanti kalau kita jalan masih pisah-pisah. Please," kata Anjar seraya menahan langkahku dengan cara meraih tangan kananku meskipun detik berikutnya aku menariknya hingga terlepas.Tidak mau berdebat yang akhirnya hanya akan menjadi pusat perhatian. Akhirnya aku mengalah. Dalam hati berdoa mudah-mudahan ada orang lain yang akan menggunakan lift bersama kami.Ternyata k

  • SETELAH IBUKU MENIKAHI BERONDONG   202. Aku Normal

    Selama kami makan, satu hal yang membuat aku tidak nyaman-selain cara Anjar dan Nabila berkomunikasi-yaitu cara Anjar menatapku. Ketika pria itu melihatku, tatapannya begitu dalam seolah ingin menerkamku. Bukan itu saja, dia juga kerap tersenyum miring sehingga aku merasa seperti seorang mangsa yang sedang diincar."Kamu tidak mau bertanya tentang Nabila?" tanyanya beberapa saat setelah gadis itu pergi."Tidak. Saya bukan tipe orang yang kepo pada kehidupan orang lain," jawabku jujur. Tak disangka, mendengar jawabanku Anjar mencebik."Kamu tidak cemburu melihat Nabila memeluk dan menciumku?""Cemburu itu harus berdasar. Dan hanya bisa dirasakan oleh orang yang sudah menaruh perasaan. Sementara kita belum ada komitmen apapun, jadi saya tidak berhak untuk cemburu." Ia pun melirik sekilas ke samping kirinya, seperti reaksi kecewa tapi Anjar mencoba untuk tetap tenang. Apa ada yang salah dengan jawabanku."Mas Anjar jangan salah paham. Sekali lagi saya tekankan, kalau saya belum menyetuj

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status