Udara malam yang beradu dengan detak jam dikesunyian, membuat suasana makin terasa sunyi. Sunyi dan sepi, dua kata yang begitu akrab dengan hari-harinya. Apalagi setelah pulang kerja, Aksara jarang kemana-mana dan lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar apartemen yang disewanya. Kesunyian itu begitu sempurna. Mata Aksara rasanya mengembun saat menelusuri setiap inci bayangan wajah yang tengah tersenyum lucu dalam bingkai di tangannya. Mata bening itu ibarat ribuan bintang di langit saat malam gelap gulita, dan bibir mungil yang selalu merah dan menyimpan senyum itu, ibarat gula-gula yang manisnya rasanya bikin diabetes. Manis banget. Tak bosan-bosannya dia memandangi bibir, mulut, mata, rambut ikal dan pipi bulat dalam potret di tangannya. Tak terasa ada yang begitu menggebu-gebu di sudut hatinya yang paling dalam. Rindu. Cellia, Papa kangen. Bisiknya dalam hati, lirih,sunyi dan hampa. Berbulan-bulan Papa mencarimu siang malam, bertanya pada sahabat, kerabat dan memb
Langit Bandung menjelang senja. Merah keemasan bercampur dengan langit yang menjelaga karena mendung. Aksara, memacu mobilnya dalam kecepatan sedang, jalanan mulai padat merayap. Bandung di sore hari kadang seperti ini, apalagi ini jalan utama. Dari balik jendela mobil Aksara, melihat samar rintik hujan mulai turun, membiaskan pandangannya ke depan sana. Membawanya pada ribuan kenangan pada sosok perempuan yang duduk di sampingnya dengan wajah menunduk. Hellena. [ Zar, gue ke rumah Lo ya. Gue, pingin ketemu Cellia.]Aksara mengingat pesannya tadi pagi. Minta izin. [Datang, Ra. Ngapain juga minta izin, rumah itu selalu jadi rumahmu. Dulu dan sekarang.][Bener, Zar?][ kapan gue gak bener, Ra? Gue tunggu, Mama juga sempet nanyain lo. ]Abizar memang tidak berubah. Pria realistis yang tidak suka memusingkin hal yang belum jelas. Menebak dan mencurigai orang lain. [ Ra, bisa gak pulang bareng Hellena. Tunggu gue di rumah.][ What, bukannya lo mo jemput? ][Pulang bareng lo aja. G
Aksara menghirup dalam- dalam udara segar yang menerobos jendela di ruangannya. Suplay oksigen yang berasal dari pohon yang tumbuh di sekitar kantornya, sungguh membuat dadanya merasa plong. Kontras dengan gedung-gedung yang tumbuh tinggi di depan sana. Apa kabar alun-alun Bandung, yang sudah berubah wujud menjadi begitu elok dan makin elok saat malam menjelang. Juga sudut-sudut kota lainnya yang telah berubah wajah menjadi semakin apik dan dinamis.Ah, Cellia seandainya kau masih bisa kupeluk, ingin sekali Papa, membawamu menyusuri setiap sudut kota Kembang. Menikmati segala keindahan dan keunikan dari kota sejuta pesona ini.Bandung memang sejuk. Meski tak sesejuk dulu saat dia masih kuliah. Pemandangan kemacetanpun sudah menjadi hal yang biasa sekarang, Bandung tumbuh dengan cepat, banyak sudut kotanya yang dulu asri dan masih alami berubah menjadi lebih modern, tapi tetap romantis. Bandung memang selalu romantis. Sayang, bertahun-tahun Aksara menghabiskan waktu di Bandung sela
19 ~ PergiHellena segera mengurai pelukan Aksara. Memaksakan berdiri dengan ajeg, merapikan debar dadanya yang tidak karuan. Pelukan Aksara yang tiba-tiba jauh lebih mengagetkannya dibandingkan puluhan jar kain yang menimpa tubuhnya.Astagfirullah. Ampuni aku Ya Allah. Bisik hati Hellena, dia tidak menduga, tiba-tiba saja, menyadari tubuhnya ada dalam pelukan Aksara, laki-laki yang telah memberinya banyak kenangan manis dan juga kata talak, hampir sepuluh bulan yang lalu.Sementara Hellena yang pucat pasi, Aksara juga tidak kalah kaget. Sesaat menyesali tindakannya yang terlalu reflek. Memeluk tubuh Hellena adalah kesalahan besar, bukan hanya mendapati Abizar yang menatapnya penuh prasangka, tapi membuat kenangan tentang sulaman hari-hari indah bersama perempuan itu perlahan hadir kembali.Hellena.Untuk pertama kalinya Aksara menyebut nama itu hampir tujuh tahun yang lalu, saat dirinya tak sengaja menatap raut wajah lembut dengan binar mata yang sulit dilupakan. Gadis polos yang
PengakuanAbizar menyudahi kalimatnya, dengan cepat. Ada nada getir dalam lautan kebesaran jiwanya, ada tatapan terluka pada ketulusan dan kerelaan hatinya. Ribuan bunga cinta sepertinya terasa layu sebelum berkembang dengan sempurna. Melepas Hellena, pada saat cintanya sedang tumbuh dan bermekaran. S-akit. Abizar tahu setelah hari ini, saat Hellena kembali pada sosok pria masa lalunya, merenda kembali kisah mereka yang sempat terkoyak, dia yang akan merasakan hatinya sepi. Dia yang akan merasakan jiwanya sunyi. Tapi membiarkan asa pada dua orang dihadapannya yang masih menyala hancur, hadir diantara dua orang yang masih mencinta, menghadirkan mereka jarak yang tak terbatas, Abizar tak sanggup. Lebih baik sakit dari pada menyakiti. Tatapan Abizar mengembun, berusaha tegar saat membayangkan rencana yang sempat terukir begitu indah bersama Hellena. Menikah, merajut hari indah,Perlahan mencoba melupakan, mungkin lebih baik. "Apa yang kau katakan, Mas?" Hellena bangkit mendekat.
Dua bulan sejak kejadian di gudang yang menimbulkan prasangka dan hampir membuat Abizar pergi. Aksara menjalanlan harinya seperti biasa. Tak terasa dia sudah menjalani harinya di Bandung berbulan lamanya. Hari berjalan begitu sempurna, pagi, siang, malam datang dan pergi silih berganti. Udara Bandung yang sejuk dan rutinitas dari penduduknya yang beraneka ragam berjalan dengan teratur. Segala keindahan alam dan keelokan budayanya menghadirkan sisi indah dan romantis dari kota yang berjuluk Paris Van Java ini.Sudah seminggu Hellena tidak masuk kerja. Meja tempatnya duduk nampak lengang. Tak ada lagi wajah teduh dengan senyum lembutnya yang dengan sopan memberikan laporan atau sekedar mengingatkan jadwal pentingnya.Seperti kata Abizar, Hellena akan resign bekerja.Aksara menatap meja yang kosong dan ruangan yang rasanya begitu sepi. Sedang apa Hellena? Kau pasti sedang sibuk mempersiapkan pernikahanmu. Mata Aksara kembali menyapu ke arah meja kerja Hellena. Sepi. Mengapa hatiku
Apa Mbak? Membatalkan pernikahan Abizar dan Hellena?""Ya, saya ingin mereka tidak jadi menikah. Hellena tidak pantas untuk Abizar."Astaghfirullah. Aksara, menatap tidak percaya pada perempuan yang sedang memandang ke arah jendela dengan tatapan berkabut dan kosong. "Apa karena status Hellena?" Tanya Aksara hati-hati. Diana kembali menatap Aksara. Pandangannya penuh selidik. "Maaf kalau pertanyaan saya sedikit menyinggung ranah pribadi, mengapa kalian bercerai?" tanya Diana tajam. "Saya yang bersalah, Mbak Diana." Aksara segera menjawab. "Perceraian ini murni salah faham dan karena ada fihak ketiga yang membuat rumah tangga kami tidak tenang dan rawan konflik." Aksara melanjutkan penjelasannya. "Saya jamin, Hellena perempuan baik. Dia bisa menjadi istri Abizar.""Oh ya?""Tentu saja Mbak. Saya, mengenal Hellena dengan baik, saya menyesal pernah menceraikannya." Diana memandang mata Aksara, ada riak sangsi di matanya. "Aku tidak suka adikku menikahi janda. Apalagi dia mantan sa
Bergegas Hellena keluar ruangan Aksara. Menyisakan suara pintu yang perlahan tertutup rapat. Begitulah kisah hidup dan masa lalu, pada akhirnya akan tertutup oleh kisah baru dan waktu, tertutup oleh cerita yang hadir kemudian. Hilang seiring putaran jam dan masa. Maafkan aku Aksara, bukan aku tidak memberimu kesempatan untuk kembali pada kehidupan kita seperti dulu, hanya saja kau hadir pada saat yang tidak tepat. Kita dipertemukan, saat aku telah menerima seorang Abizar. Abizar yang telah menolongku, yang telah begitu tulus menyayangi Cellia dan membukakan pintu hatinya untukku. Perempuan terluka, yang bahkan tidak tahu kalau hari esok masih miliknya atau tidak. Ada ketulusan yang kudapat dari cinta Abizar, yang tidak bisa kutukar dengan cintaku padamu sekalipun. Kesucian cinta Abizar tidak bisa kugantikan, meski sejuta kenangan manis diantara kita masih jelas dan belum terhapuskan. Maafkan Mama, Cellia. Bukan Mama egois dengan tetap memilih menikah dengan Om Abizar, tapi Ma