Home / Urban / HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA / Bab 2 Hasrat Liar Kakak Ipar

Share

Bab 2 Hasrat Liar Kakak Ipar

Author: Chana Lee
last update Last Updated: 2025-07-18 14:32:18

“Ayahmu... sedang sakit keras,” suara di ujung telepon itu melanjutkan. “Dia ingin bertemu. Waktunya sudah dekat. Kamu harus mengambil alih semua perusahaan!”

Elkan terdiam. Lidahnya kelu. Jantungnya berdebar keras, seperti genderang perang yang ditabuh tanpa aba-aba.

“Kenapa sekarang?” tanya Elkan pelan.

“Karena kamu harus bersiap. Kamu akan mewarisi segalanya, Nak. Tapi sebelum itu... kau harus tahu siapa teman dan siapa musuhmu.”

Klik.

Sambungan telepon terputus. Suara detak jantung Elkan menggema di kepala Elkan lebih lama dari yang ia perkirakan.

sementaraDi luar, petir menyambar langit Jakarta. Hujan mulai turun, pelan-pelan, seperti air mata yang menetes dari langit. Di dalam rumah mewah keluarga Hartawan, tawa nyaring perempuan-perempuan di ruang tengah masih terdengar—ibu mertua dan dua adik iparnya sedang menonton sinetron tentang perselingkuhan dan warisan. Sambil mengomentari betapa tampannya pemeran utama, mereka menyisipkan cemoohan tentang Elkan, yang duduk di dapur, merapikan kardus bekas tempat kue ulang tahun yang tak pernah tersentuh.

“Ih, Elkan itu ya... kalau gak jadi kurir, cocok deh jadi OB,” suara Citra, adiknya Anya, terdengar jelas.

“OB? OB juga masih punya harga diri, Cit. Kalau si Elkan, jadi suami aja kayak beban negara,” timpal sang ibu mertua. “Pokoknya, ibu mau ANYA segeramenceraikan Elkan secepatnya! Banyak lelaki kaya yang suka sama Anya, kan?” lanjut Ibu Mirna dengan tatapan penuh intimidasi kepada Anya dan semua anak-anak perempuannya.

Ironis. Mereka tak tahu, pria yang mereka rendahkan malam ini akan segera menjadi pemilik jaringan perusahaan terbesar di Asia Tenggara. Tapi Elkan memilih diam. Ia menunduk, menghapus sisa krim cokelat di ujung jari—bekas kue yang gagal menjadi simbol cinta.

Esok paginya, suasana rumah yang biasanya riuh oleh gelak tawa dan aroma kopi Arabika yang baru diseduh kini berbeda. Elkan sudah bangun lebih awal. Ia tahu diri. Baju-bajunya tidak pernah disentuh oleh para asisten rumah tangga. Bahkan untuk sekadar menaruh di keranjang cucian, para pembantu itu selalu mendapat perintah untuk mengabaikan milik Elkan.

Seperti biasanya, ia mencuci pakaiannya sendiri. Sekalian ia angkat baju kotor milik penghuni rumah lain—tanpa diminta, tanpa dihargai. Ia juga mengepel lantai marmer, mencuci piring dari sisa makan malam yang berceceran, dan mengelap jendela besar di lorong utama.

Semua dilakukan dalam diam. Dengan sabar. Seperti budak yang tak boleh bersuara. Namun, pagi ini tubuhnya letih. Kepalanya masih berat karena semalaman sulit tidur—pikirannya berputar antara warisan, ayah kandung yang lama menghilang, dan masa depan yang masih buram.

Dengan kaus tipis yang sudah mulai luntur dan celana pendek yang sedikit longgar, Elkan berjalan menyusuri lorong menuju kamar mandi di ujung. Ia pikir kamar mandi itu kosong karena pintunya setengah terbuka, apalagi tidak ada suara dari dalam.

Ia mengetuk pelan.

“Permisi, mau numpang…” Belum sempat kalimatnya selesai, tiba-tiba—

BRAK! pintu terbuka

dan ... Sesuatu—atau seseorang—tergelincir dari dalam dan menabrak Elkan dengan kecepatan yang tak bisa dihindari!

BRUK!

Mereka jatuh bersamaan. Tubuh Elkan menubruk lantai marmer, sementara sosok perempuan yang hanya tertutup handuk tipis terjerembap tepat di atas tubuh Elkan. Handuk itu nyaris terlepas, hanya diselamatkan oleh lengannya yang sigap memeluk dada.

Saat Elkan membuka mata, napasnya tercekat.

Kak Tiara.

Kakak kandung Anya. Janda seksi yang selalu tampak seperti baru keluar dari majalah mode. Tubuhnya harum—campuran sabun bayi, vanila, dan aroma kulit lembut yang baru saja tersiram air hangat. Rambutnya basah, menempel di leher dan bahu. Dan dada itu... hampir menempel ke wajah Elkan.

“ELKAN! Astaga, kamu kenapa nyelonong masuk!?” seru Tiara panik, matanya membelalak.malah menyalahkan Elkan.

“Aku—aku kira kosong! Tadi aku ketuk, gak ada jawaban!” jawab Elkan tergagap, berusaha bangkit, tapi tangan Tiara mendorongnya kembali. Ia panik, dan sialnya, iaterpeleset lagi—lalu jatuh tepat di atas perut Elkan, seolah duduk di pelukan seseorang… hanya saja, kali ini lebih intim dari sekadar duduk.

“Oh my God, ini bukan bagian dari yoga, kan!?” katanya setengah geli, setengah histeris.

Elkan tak bisa bergerak. Selain karena malu, tubuhnya juga mulai… bereaksi. Hal yang tak bisa dihindari. Otaknya memerintahkan untuk tenang, tapi tubuhnya berkata lain.

Tiara menoleh, lalu membeku.

“ASTAGA! Itu... itu bukan dompet, kan?” serunya, suaranya nyaris bergetar.

Elkan menutup wajah dengan telapak tangan. “Kak Tiara... itu cuma reaksi tubuh. Bukan maksudku…”

Namun, Tiara tak bergeming. Wajahnya memerah—entah karena marah, malu, atau… penasaran. Ia menggoyang-goyangkan pinggulnya perlahan, dan Elkan bisa merasakan tekanan itu semakin membara.

“Ya ampun, Elkan… ternyata punyamu besar juga, ya…” Tiara berbisik, seolah menemukan harta karun yang lama hilang.

“Tapi aku... bukan... maksudku... kamu iniistriku yang berarti kakak iparku,” gumam Elkan, nyaris tak terdengar.

Tiara menunduk, bibirnya nyaris menyentuh telinga Elkan. “Aku sudah empat tahun jadi janda, Elkan… empat tahun gak ngerasain sosis, apalagi sosis yang sebesar begini. Sekali aja, ya? Satu celup aja, ya... Pleaaase!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lisma Dewi
lanjutkannnn.............
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA   30.di TENGAH-TENGAH BUNGA PENGGODA

    Rumah tampak lebih sunyi dari biasanya, namun udara tetap tebal oleh ketegangan dan hasrat yang tak tersampaikan. Elkan berdiri di ruang tengah, menatap Anya yang duduk di sofa dengan ekspresi campuran antara penasaran, bangga, dan sedikit cemburu. Matanya tak lepas dari setiap gerak tubuhnya, dari rambut yang tergerai sampai lekuk gaun yang jatuh anggun mengikuti bentuk tubuhnya. Langkah-langkah halus terdengar dari arah tangga. Tiara dan Citra, dua sosok yang sebelumnya menghilang, muncul perlahan. Mereka menatap Elkan dengan senyum tipis penuh misteri. Hadirnya mereka membuat aura rumah berubah—lebih panas, lebih menantang. "Elkan," bisik Citra sambil melangkah lebih dekat, aroma parfumnya memikat. "Kamu tampak berbeda malam ini… lebih… percaya diri." Elkan menatap tajam, mencoba tetap tenang. "Aku tetap sama," jawabnya, walau hatinya merasakan godaan yang semakin kuat. Tiara duduk di kursi dekatnya, menyingkirkan jarak. "Sungguh? Aku rasa banyak yang berbeda dari dirimu," kata

  • HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA   HANYA SATU RATU untuk PUTRA MSHKOTA

    Pagi datang dengan cahaya keemasan yang menembus tirai tipis ruang keluarga Hartawan. Aroma teh dan kue sarapan berputar di udara, namun apa yang terjadi di meja pagi itu bukan lagi sekadar makan bersama—melainkan pengadilan keluarga, dengan Elkan sebagai terdakwa sekaligus hakimnya sendiri. Semua anggota keluarga besar telah berkumpul. Bu Mirna dengan blus mewahnya, Paman Arif, Bibi Rina, sepupu-sepupu seperti Linda dan Claudia, hingga para menantu lain yang selalu memandang Elkan setengah mata. Anya duduk tenang di samping suaminya, sementara Elkan mengambil posisi di kursi paling ujung—tempat yang memberi pandangan penuh ke seluruh ruangan. "Elkan," buka Bu Mirna, menyilangkan tangan, "karena semalam kau membuat pernyataan besar di pesta keluarga Mendoza, hari ini kau harus menjelaskan semuanya. Kalau kau memang pewaris besar seperti yang digembar-gemborkan… tunjukkan buktinya." Elkan mendongak perlahan, sorot matanya tenang namun tajam. Ia menatap satu per satu wajah di sekelil

  • HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA   28MALAMyang SEMAKIN PANAS

    rtawan belum beranjak dari ruang tamu megah yang kini ditelan hawa panas tak kasat mata. Kristal pada lampu gantung berkilauan, memantulkan tatapan penuh penasaran setiap mata yang menatap Elkan bagai menatap teka-teki terbesar dalam hidup mereka. Setiap kalimat manis dibalut racun, setiap senyum menyimpan niat tersembunyi.Elkan duduk tenang di sofa tengah, bercangkir teh hangat yang tak pernah ia teguk. Di satu sisi, Anya duduk mendekat, menyentuhkan lututnya ke paha Elkan, sebagai isyarat kepemilikan. Claudia bersender di kursi seberang, menatap mereka bagai pemangsa. Katya—masih dengan tatapan khilaf sensualnya—menyilang kaki tanpa malu, sekali-sekali memperlihatkan paha porselen untuk menguji fokus Elkan yang tetap dingin.Bu Mirna berjalan pelan membawa nampan buah, mencoba terlihat keibuan padahal matanya begitu tajam memperhitungkan posisi. "Elkan, kau membuat kejutan semalam. Kau bilang akan selamatkan keluarga Mendoza. Sekarang seluruh dunia sedang membicarakanmu. Kau pikir

  • HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA   27 – Dilema, Godaan, dan Dinamika Keluarga

    Elkan menutup pintu apartemennya dengan lembut, namun napasnya masih berat karena sisa adrenalin dari pesta malam sebelumnya. Cahaya lampu kota menembus jendela besar, memantulkan kilauan malam yang elegan. Di sisinya, Anya berdiri dengan memakai gaun malam yang lembut, rambutnya yang basah diguyur hujan sore tadi masih menetes perlahan di bahunya. Tatapan mereka bertaut lama, penuh kata yang tak terucap, ketegangan yang bercampur antara cinta, keingintahuan, dan godaan. “Aku… tak menyangka kau bisa melakukan itu,” bisik Anya, suaranya lirih namun tegas. “Mengambil alih kendali begitu saja, di hadapan semua orang. Kau… menakutkan sekaligus memikat.” Elkan tersenyum tipis, tangannya meraih jemari Anya. “Kalau ingin dijaga… kau harus tahu siapa yang benar-benar memegang kendali. Tidak ada kompromi, tidak ada kebohongan.” Anya menghela napas. Tubuhnya bergetar, namun matanya tetap menatap tajam. “Dan kalau aku jatuh di hadapanmu lagi? Bagaimana kalau aku tak bisa menahan… hasrat ini?

  • HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA   25TEKAN LEBIH DALAM!!!

    Elkan menutup pintu apartemennya dengan lembut, namun napasnya masih berat, sisa adrenalin dari pesta malam sebelumnya. Cahaya lampu kota menembus jendela besar, memantulkan kilauan malam yang elegan. Di sisinya, Anya berdiri dalam gaun rumah yang lembut, rambutnya yang basah diguyur hujan sore tadi masih menetes perlahan di bahunya. Tatapan mereka bertaut lama, penuh kata tak terucap, ketegangan yang bercampur antara cinta, keingintahuan, dan godaan.“Aku… tak menyangka kau bisa melakukan itu,” bisik Anya, suaranya lirih namun tegas. “Mengambil alih kendali begitu saja, di hadapan semua orang. Kau… menakutkan sekaligus memikat.”Elkan tersenyum tipis, tangannya meraih jemari Anya. “Kalau ingin dijaga… kau harus tahu siapa yang benar-benar memegang kendali. Tidak ada kompromi, tidak ada kebohongan.”Anya menghela napas. Tubuhnya bergetar, namun matanya tetap menatap tajam. “Dan kalau aku jatuh di hadapanmu lagi? Bagaimana kalau aku tak bisa menahan… hasrat ini?”Elkan memandangnya dal

  • HASRAT TERPENDAM SANG PUTRA MAHKOTA   24. GIGGOLO KELAS ATAS???

    Anya di sisinya, gaunnya jatuh anggun mengikuti lekuk tubuhnya. Ada sesuatu di tatapan mata Anya malam itu—campuran bangga, khawatir, dan rasa percaya yang dalam. Ia tahu Elkan bukan sekadar pria yang berdiri pasif di pesta ini. Bisikan-bisikan mulai terdengar."Siapa pria itu?" "Kenapa bersama Nyonya Anya?" "Kurir? Bodyguard? Atau sekadar tamu bayangan?"Elkan menahan senyum tipis. Ia sudah terbiasa diremehkan.Malam semakin larut saat alunan musik berubah menjadi jazzy sensual, menggoda siapa pun yang mendengarnya. Sebuah tepukan di bahu menyadarkan Elkan dari lamunannya. Saat ia menoleh, Claudia berdiri sambil menyeringai, segelas martini di tangan."Tebakan mereka makin liar, Elkan," bisik Claudia genit. "Ada yang bilang kamu itu gigolo pribadi yang disewa Anya. Menarik sekali, bukan?"Elkan hanya tertawa kecil, menyambar gelas sampanye miliknya. "Gigolo yang bisa beli gedung pesta ini kalau mau, ya? Biarkan mereka berkhayal, Claudia."Claudia mendekat, aromanya provokatif. "Tapi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status