Share

Ch. 08 Kemesraan Palsu

Author: Rein_Angg
last update Huling Na-update: 2023-12-09 20:32:53

Rex selesai menelepon Marina, lalu jatuh tertidur hingga sore. Saat pintu kamarnya diketuk, ia pun terbangun. Berjalan gontai menuju pintu, membukanya, dan melihat sang ayah di depan kamar.

“Malam ini kita akan makan di luar. Berangkat satu jam lagi. Beritahu Lyra, ya? Mana dia?” tanya Harlan saat melongok ke kamar dan tidak menemukan menantunya.

“Aku tidak tahu, dia keluar kamar dari siang. Katanya mau ke bawah,” jawab Rex mengendikkan bahu.

“Kamu ini bagaimana? Istri sendiri di mana, kok, tidak tahu? Kamu lupa kata-kata Papa? Mau fasilitas dicabut?” kesal Harlan menghela jengkel. “Ayo, cari sekarang!”

Rex menahan emosi, “Papa ini kenapa, sih? Dengan Lyra, kok, perhatian sekali? Dia itu Cuma perawat Nenek Tariyah saja, Pa!”

“Dia itu perempuan yang sudah kamu rudapaksa, Rex! Sebagai seorang wanita dia pasti hancur! Papa kasihan padanya! Apa kamu tidak punya hati nurani sampai terus mengasarinya?” balas Harlan ikut melangkah mencari Lyra.

Rex hanya diam diomeli begitu oleh sang Ayah. Sebagai anak manja yang tidak pernah disalahkan oleh Ajeng sejak kecil, pemuda itu memang minim nurani, apalagi empati.

Sampai di lantai satu, keduanya bertemu dengan salah satu pekerja, “Mbak, lihat Lyra?” tanya Rex menguap.

"Tadi masuk ke kamarnya, Tuan," jawab asisten rumah tangga tersebut.

“Kamarnya?” Harlan bingung.

“Kamarnya saat masih jadi perawat. Saat sebelum menikah dengan Tuan Rex,” jelas wanita paruh baya itu tersenyum canggung.

“Oh,” sahut Rex kemudian berbalik menuju kamar neneknya. “Aku bilang apa, Pa. Dia itu tetap merasa menjadi seorang perawat, makanya tidak mau tidur satu ranjang denganku.”

Padahal, dia sendiri yang mengusir Lyra hingga terjatuh dari atas tempat tidurnya. Sekarang, memutarbalikkan fakta di depan Harlan.

“Lyra! Buka pintu!” seru Rex mengetuk kamar istrinya.

Suara langkah kaki terdengar, “Eh, Tuan Rex dan Tuan Harlan, eh ... Papa?” jawab Lyra begitu melihat ayah mertua dan suaminya.

“Masih panggil Rex dengan sebuatan Tuan? Wah, itu tidak boleh! Panggil Mas atau sekalian sebutan yang mesra, misal Sayang,” tawa Harlan meksi bersamaan dengan menatap iba. Ia bisa melihat mata Lyra sedikit bengkak, baru saja menangis.

“I-iya, Pa, ehm ... maaf, belum terbiasa,” angguk Lyra menunduk, tidak berani melihat pada sang suami.

“Kamu kenapa tidur di sini? Kamu sudah menikah, jadi kamarmu adalah bersama Rex. Itu barang-barangmu sudah dipak, nanti akan dibawa ke kamarnya Rex. Lagipula, besok akan ada perawat baru untuk menggantikanmu.”

“Apaaa!” pekik Rex tanpa sadar menoleh dengan tatapan seakan ingin mati saja. “Barang-barangnya kenapa harus di kamarku? Biarkan saja di sini!” tolaknya spontan.

Harlan menghela panjang, lalu menatap pada menantu perempuannya. “Lyra, kamu naik dulu ke kamarnya Rex dan segera bersiap, ya. Satu jam lagi kita akan makan di restoran.”

Terkejut, Lyra berharap ia bisa menolak. “Boleh saya tidak ikut?” Bagi gadis desa ini, pergi bersama keluarga Adiwangsa sama saja dengan mimpi buruk.

“Tentu tidak boleh! Kita akan pergi satu keluarga!” geleng Harlan. “Sudah, cepat bersiap.”

Tak ada pilihan, Lyra terpaksa mengikuti saja apa kata ayah mertuanya. Toh, hanya Harlan satu-satunya yang bersikap baik. Ia tidak ingin mengecewakan atau pun membuat masalah. “Baik, Pa.”

Setelah Lyra pergi, mata Harlan langsung memandang tajam pada putranya. “Kamu membuat dia menangis sampai pergi ke sini, ‘kan?”

“Papa jangan asal tuduh! Aku tidak berbuat apa-apa!” dusta Rex. “Siapa tahu dia ke sini untuk berbicara dengan pacarnya, lalu menangis?”

“Tutup mulutmu! Mulai sekarang, Jaguar-nya tidak bisa kamu pakai! Cukup pakai Mercy saja! Uang jajan bulananmu juga papa potong tinggal 25 juta saja!”

“Pa! Ini gila! Ini tidak mungkin terjadi! Papa ini apa-apaan!” pekik Rex bak disambar petir.

“Setelah Papa lihat Lyra bahagia, setelah Papa yakin kamu perlakukan dia dengan baik, baru akan Papa kembalikan fasilitasmu! Paham!” bentak Harlan kemudian berlalu dengan gusar.

***

Rex masuk ke kamar dengan geram. Lyra baru saja keluar dari kamar mandi untuk berganti baju. Melihat suaminya datang dengan wajah penuh amarah, jantungnya langsung berdetak kencang.

“Kamu wanita brengsek! Wanita sialan! Lacur, kamu itu lacur!” maki Rex mendadak mencekik leher istrinya dan mendorong hingga punggung Lyra menghantam dinding kokoh.

Dengan mata memerah, pemuda itu berdesis. “Kamu harus terlihat bahagia menjadi istriku di depan Papa! Apa kamu paham?”

Lyra mengangguk dengan susah payah. Jemarinya mencengkeram jemari Rex, tetapi ia kalah kuat. Tidak bisa berbicara, bahkan kerongkongan sudah sangat sakit.

“Apa pun yang aku perbuat, kamu tidak boleh menangis! Mengerti, brengsek? Sialan! Gara-gara kamu kelihatan baru saja menangis, sekarang satu mobilku ditarik, dan uang jajan bulananku juga dipangkas separuh!” cekik Rex makin kencang penuh dengan emosi.

“Awas, kamu, ya! Sampai buat gara-gara, aku rudapaksa lagi tanpa ampun! Mau?” ancam pemuda tersebut gelap mata, berucap sesuka hati.

Lyra menggeleng, mata berkaca-kaca, tetapi bukankah ia dilarang menangis?

Rex menyeringai, “Camkan itu baik-baik di otak bodohmu!” desisnya melepas cekikan.

Spontan mengambil napas panjang, Lyra pun terbatuk akibat leher yang baru saja lepas dari cekikan sang suami. Ia bersandar di tembok, terengah, menahan setengah mati agar air mata tidak terjatuh.

“Minggir! Aku mau mandi!” bentak Rex lagi mendorong kasar, lalu membanting pintu kamar mandi.

Napas Lyra masih tercekat, dengan gontai ia berjalan menuju kursi. Duduk di sana, mengusap air mata yang meleleh. “Jangan menangis, Lyra! Jangan menangis! Kamu tidak boleh menangis!”

Wajahnya pias, memandang ranjang tempat di mana ia kehilangan keperawanan secara keji. Sprei telah diganti. Titik merah tak ada lagi di situ. Perasaan menyesal mulai menyeruak. Berpikir tak seharusnya dia menerima tawaran Harlan pada waktu itu.

‘Mungkin menjadi ibu tunggal itu susah, tapi paling tidak aku tidak sesakit ini. Aku tidak ditindas!’

Namun, nasi sudah menjadi bubur. Bagaimana mengembalikan uang dari Harlan? Tentu saja tidak mungkin. Perjanjiannya tetap harus diikuti, dan dia harus bertahan.

‘Paling tidak, ada Papa Harlan yang masih berbaik hati kepadaku. Dia memanusiakan aku. Tidak seperti Bu Ajeng, Eva, atau pun Rex. Selama ada beliau, aku pasti baik-baik saja,’ yakin Lyra dalam hati, menguatkan diri.

***

Makan malam tiba, semua berangkat menggunakan satu mobil Alphard seperti biasa. Mendatangi sebuah restoran mewah, di mana hanya ada deretan mobil mahal di area parkir. Pengunjungnya pun terlihat dari kalangan kelas atas.

“Rex, besok belikan Lyra pakaian mahal! Lihat itu, dia seperti pembantu!” desis Ajeng melirik jijik pada menantu perempuannya.

“Ya, kan, memang pembantu, Ma. Eh, perawat,” kekeh Eva tidak kalah sinis.

“Terus, ya!” geram Harlan. “Lama-lama, fasilitas kalian juga Papa kurangi separuh seperti Rex! Mau?”

“Hah? Kak Rex sudah dikurangi fasilitasnya? Apa saja yang dipotong!” pekik Eva sontak khawatir.

“Aku tidak mau membahasnya!” tukas Rex melirik benci pada sang istri yang hanya menunduk dan terdiam.

Ajeng menatap pada sang suami dan menggeleng. Dalam hati ia berkata, ‘Demi satu perempuan brengsek, kamu menyakiti anak kita, Mas! Keterlaluan!’ engahnya tertahan.

Mereka duduk di sebuah meja bundar. Seorang pelayan sigap datang dan melayani dengan penuh rasa hormat.

Lyra menatap sekitar. ‘Begini rasanya menjadi orang kaya? Dihormati, diutamakan,’ batinnya berkata.

“Lyra makan apa?” tanya Rex berpura-pura perhatian di depan ayahnya.

“Mana yang enak saja, Mas,” jawab Lyra juga berpura-pura semua baik-baik saja.

Harlan melirik, lalu tersenyum kecil. Berharap apa yang dia lihat akan bertahan selamanya. Berharap juga dengan adanya istri, maka rasa tanggung jawab Rex mulai muncul dan mau mulai masuk ke perusahaan, untuk belajar menggantikan posisinya di sana.

“Ya, sudah, pesan ribb steak saja. Itu enak, kok,” putus Rex kemudian memesankan pada pelayan. Saking totalitasnya berakting, ia bahkan meletakkan lengan di belakang pundak istrinya, seakan mesra.

Lyra memaksa diri untuk tersenyum. ‘Nah, benar, bukan? Selama ada Papa Harlan, aku aman. Dia tidak berani menyakitiku terlalu berlebihan,’ ucapnya menghela dalam hati.

Namun, apa yang kemudian dia dengar bagai petir di siang bolong.

“Besok pagi Papa harus berangkat ke Jepang untuk urusan bisnis. Harus meninjau pabrik serta kantor utama calon rekan kerja baru.”

Harlan memberi informasi yang sangat mengejutkan bagi Lyra.

“Berapa lama, Pa?” tanya Eva.

“Paling cepat dua minggu, paling lama satu bulan.”

Di sisi lain, Lyra tertegun saat mendengar Harlan akan pergi meninggalkan rumah antara dua minggu sampai satu bulan lamanya.

'Bagaimana nasibku nanti?' paniknya dalam hati.

BERSAMBUNG

Rein_Angg

Visual tokoh bisa dilihat di I* Author @Rein_Angg, Tiktok @rein_angg47. Mau menghalu bareng pembaca lain, silakan join Grup F******k: Rein Angg And Friends

| 1
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Frida Idam
jalan ceritanya sedih
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.87 Buah Hati Tercinta (END)

    “Apa-apaan! Kalian apa sudah gila menuduhku begitu!” bentak Marina dengan dada kembang kempis dan wajah yang mulai memucat. Dua polisi tetap tenang dan hanya tersenyum datar. “Anda baru saja melakukan pemerasan terhadap Tuan Rexanda Adiwanga. Semua bukti percakapan telah direkam, dan bukti pengiriman uang telah dilakukan oleh beliau.”“Oleh beliau? Beliau siapa?” engah Marina menggeleng. “Ini sebuah kesalahan! Aku tidak melakukan apa pun!”“Itu, pria yang ada di depan restoran yang telah melaporkan kasus ini kepada kami sejak tadi malam.”Dua lelaki bertubuh besar menggeser posisi mereka agar Marina bisa melihat siapa yang dimaksud. Mata wanita licik itu tebelalak saat memandang siapa yang ada di depan pintu restoran.Rexanda berdiri di sana, merangkul Lyra dengan mesra. Keduanya menatap ke arah Marina sambil tersenyum puas. Kali ini, tidak akan ada lagi yang mengganggu rumah tangga mereka. “Selamat menikmati penjara sampai beberapa tahun ke depan!” seru Rex sambil memberikan kiss b

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.86 Transaksi Dengan Marina

    “Pilihan apa yang kamu punya, hah? Mau hamil seorang diri? Mumpung kehamilanmu masih di awal, lebih baik punya suami supaya tidak malu!” bentak Harlan. “Kamu punya calon lebih baik?”Rex menghela panjang, “Sudahlah, Eva. Terima saja, kamu tidak ada pilihan lain. Kalau mencari lelaki yang sederajat dengan kita, mana ada yang mau?”Gadis itu menangis tersedu sembari menangkup wajahnya. Ia kembali didera perasaan sedang dihukum. Dulu selalu menghina Lyra orang kampung. Sekarang, dirinya pun akan memiliki suami orang kampung. Harlan mengembus berat, penuh beban, “Sudah, itu adalah yang terbaik. Minggu depan mereka datang ke rumah dan kalian akan menikah secara sederhana. Kita akan mengatakan pada orang-orang karena Mama sedang sakit, maka tidak jadi mengadakan pesta.”“Apa Papa sudah berhasil menemukan Ichad?” isak Eva masih berharap kekasihnya yang akan menikahi dia.“Polisi masih mencarinya. Tapi, saat ditemukan pun, kata polisi bukti penipuan adalah lemah. Kamu dengan sengaja dan sada

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.85 Apakah Lyra Beruntung

    “Kurang ajar! Wanita siala4n!” Rex memaki layar ponselnya sendiri. “Bisa-bisanya kamu mengancamku!”Dengan terengah, ia segera menelepon Marina. “Bangs4t kamu, ya!”Namun, yang dimaki hanya tertawa santai, “Kamu yang bangs4t, Rex! Kamu dulu janji mau menikahi aku saat mengambil keperawananku. Masih ingat, tidak?”“Waktu itu, saat kamu menelanjangiku, kamu bilang … aku mencintaimu, Marina. Aku akan menikahimu, aku berjani. Dan aku percaya, aku serahkan kesucianku padamu. Nyatanya apa? Dua tahun berlalu, kamu justru meniduri pembantu sialan itu!” desis foto model seksi itu tersenyum culas. Rex terengah, “Kalau sampai kamu sebar video itu, aku akan membuat perhitungan denganmu, brengs3k! Aku tidak akan tinggal diam!” “Silakan saja, silakan buat perhitungan denganku. Kamu pikir aku takut? Biar semua teman-teman kita, biar semua keluargamu melihat kita sedang sama-sama telanjang. Aku mau tahu, apa kamu dan istri kampungan tercinta masih bisa hidup nyaman setelah itu?” tawa Marina makin t

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.84 Balasan Setiap Perbuatan

    Mengurungkan niat untuk pergi ke restoran dan merayakan kehamilan Lyra, akhirnya justru mereka mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Kondisi Ajeng yang kritis membuat detak jantung Harlan dan Rex tidak bisa tenang.“Pak, Bu, maaf, karena kami harus segera kembali ke Jakarta siang ini juga. Nanti, saya akan kirim kontraktor kemari untuk memperbaiki rumah Bapak dan Ibu, ya,” pamit Rex sekaligus mengatakan itu semua saat mencium tangan kedua mertuanya.“Kontraktor untuk memperbaiki rumah? Tidak usah, Nak Rexanda. Bapak belum ada dananya. Lain kali saja, ya?” geleng Suripto menolak dengan gugup. “Saya yang menanggung biayanya. Bapak dan Ibu tenang saja dan tinggal menikmati rumah yang nanti lebih baik dari ini,” senyum Rex. Lyra yang ada di sebelahnya terbelalak, nyaris tak percaya.Ajeng menggeleng, “Aduh, jangan, Nak Rexanda. Nanti habisnya banyak. Sudah, yang penting Bapak dan Ibu titip Lyra saja. Perlakukan istrimu dengan baik dan penuh kasih sayang, itu sudah lebih dari cukup. K

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.83 Dua Garis Biru

    Pagi yang berembun di kaki gunung, tempat Lyra tinggal selama beberapa hari ini. Seperti biasa, mereka semua sarapan pagi bersama. Namun, kali ini ada yang berbeda. “Hmmppp!” Lyra menutup mulutnya secara mendadak dan berlari ke kamar mandi. “Hmppff!” Suara muntah tertahan semakin intens terdengar.Narsih dan Suripto saling pandang, begitu juga Rex dan Harlan yang bertukar tatap dengan bingung. Tanpa disuruh, Tuan Muda Adiwangsa cepat berlari mengikuti langkah istrinya menuju kamar mandi. “Hoeeek! Hoeeek!”Lyra memuntahkan apa yang dia makan barusan. Rasa mual menghajarnya dengan cukup ekstrim pagi ini. Rexanda memasuki kamar mandi, membantu menyibak ke belakang rambut hitam tebal dan panjang milik sang istri.Lalu, ia bertanya, “Kamu masuk angin, Sayang?” Dengan khawatir memijit tengkuk wanita yang ia cintai.Lyra tidak menjawab, terus saja ia memuntahkan sarapan yang baru beberapa menit masuk ke dalam lambung. Suara terengah hebat terdengar dari bibirnya.“Panggil dokter, ya?” Rex

  • SIKSA BATIN ISTRI TUAN MUDA    Ch.82 Boleh Peluk Kamu?

    Tiga hari berlalu dan Lyra belum ada tanda-tanda akan luluh. Pagi keempat, saat sarapan bersama, wajah Rex terlihat pucat. Ia pun berkali-kali bersin dan berdehem. “Kamu sakit?” tanya Harlan melirik. “Cuma flu saja, Pa,” geleng Rex. “Tenggorokanku agak perih. Mungkin efek hawa dingin. Aku belum terbiasa.”“Di kamarmu ada AC yang selalu dipasang 18’, Mas. Apa iya kamu tidak tahan dingin?” sindir Lyra melirik dan tetap cemberut. Rex mengendikkan bahu, “Mungkin karena aku selalu tidur di lantai. Jadi, dinginnya lebih menusuk tulang.”“Nak Rex tidur di lantai? Ya, Tuhan! Lyra, kamu apa-apaan!” pekik Narsih terkejut. Lyra mendelik, menatap jengkel pada suaminya. Lalu, ia menoleh pada ibunya, “Kasur aku kan kecil, Bu. Mana muat dibuat tidur berdua? Jadi, ya, Mas Rex tidur di atas tikar.”Harlan terkikik, lalu menggeleng. ‘Sekarang kamu merasakan jadi orang susah, Rex!’“Tidak apa, Bu. Saya hanya flu biasa. Apa ada obat flu?” senyum Rex berusaha nampak sebagai menantu idaman yang tidak ba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status