“Puas karena sudah berhasil menjebakku, hah? Akan kupastikan pernikahan kita menjadi neraka!” Rexanda Adiwangsa sedang dalam pengaruh alkohol saat tanpa sadar menodai pekerjanya sendiri, yaitu Lyra Kanigara. Insiden ini membuat sang Tuan Muda terjebak dalam pernikahan yang sama sekali tidak ia bayangkan. Apalagi, sejatinya ia sudah memiliki seorang kekasih. Lyra sama sekali tidak menyangka kesuciannya harus terenggut dengan cara sedemikian keji. Menjadi istri Rexanda ternyata bukan semata solusi untuk menutupi aib, tetapi justru menjadi awal kehancuran batinnya bertubi-tubi. Sang suami tidak pernah mencintainya. Ditambah dengan keluarga Rex yang selalu menghina, memfitnah, dan menyakiti tidak hanya psikis, tetapi juga fisik, mampukah ia bertahan? Sampai sejauh mana batin seorang wanita desa seperti Lyra Kanigara mampu bertahan menghadapi siksaan ini?
View More“Rex pulang dalam keadaan mabuk lagi. Urusi dia seperti kemarin!” perintah ibunda pria itu pada Lyra Kanigara, yang masih berusia 23 tahun.
“Ganti pakaiannya dengan baju bersih, jangan lupa bersihkan juga wajahnya.”Lyra pun mengangguk. Sebenarnya, dia bekerja sebagai perawat untuk nenek dari Rex. Namun, ia memiliki tugas tambahan setiap malamnya, termasuk hari ini.
Di sisi lain, seorang pemuda bernama Rex Adiwangsa baru saja memasuki kamar tidur dibantu dengan sopir dan tukang kebun. Kondisinya sedang mabuk setelah pulang dari sebuah klub untuk berpesta pora menghamburkan uang.
Dengkus napas terdengar berat, bersamaan dengan mata memerah. Kepala jelas terasa pusing tujuh keliling. Ia merebahkan diri, lalu menutup pelupuk.
Namun, suara hingar bingar musik menghentak masih terngiang jelas di telinga. Begitu juga dengan pemandangan para striptease, penari telanjang yang meliuk di atas panggung.
Ia terkekeh sendiri, sesekali menggelengkan kepala. Wajah cantik para penari erotis itu membayangi ingatan, tak mau pergi. Bentuk liuk tubuh molek, sintal, dan padat berisi menggoda kelaki-lakiannya meski sudah tak lagi berada di lokasi.
Alkohol memang memiliki pengaruh sedemikian rupa bagi orang yang menenggaknya. Otak mereka tidak bisa berpikir jernih.
“Hmm,” sahut Rex bergumam tidak jelas. Mata beratnya terbuka sedikit dan melihat sesosok wanita cantik polos ada di depannya. “Siapa?” racau sang pemuda.
“Saya Lyra, Tuan. Saya mau mengganti baju Anda,” jawab Lyra tersenyum dan mengangguk.Sudah satu tahun lebih wanita itu bekerja sebagai perawat nenek pria ini. Hampir setiap pagi mereka bertemu di meja makan, tetapi Rex sama sekali tidak pernah menoleh apalagi berbicara dengannya. Kehadiran seorang perawat di meja makan utama hanyalah sebagai pekerja rendahan yang tidak perlu diperhatikan.“Ganti baju?” racau Rex lagi. Matanya jadi lebih terbuka saat kata ganti baju berafiliasi dengan para penari telanjang yang melepas pakaian di atas panggung.Lyra mengangguk, mulai membuka kancing baju pemuda tampan beralis tebal itu satu per satu. Jemarinya begitu telaten melepaskan butiran demi butiran.Namun, mendadak ....“Tuan Rex!” pekiknya mendelik saat tangan kekar Rex mencengkeram jemari dengan kasar.Belum sempat berkata apa-apa, apalagi berteriak, tubuh sintal perawat itu sudah dijatuhkan di atas kasur. Saking kasarnya, kepala Lyra sampai menghantam jeruji besi yang menjadi sandaran ranjang.Ia memekik tertahan, memegangi kepala yang kini terasa nyeri dan sedikit pusing. Akan tetapi, tiba-tiba tubuhnya sudah ditindih oleh Rex tanpa bisa dilawan.“T-Tuan! Apa-apaan ini!” jerit Lyra berbarengan dengan gelegar petir mengaum di angkasa. Hujan lebat mulai sama deras seperti air mata yang mengalir di pipi putih mulus.“Diam kamu!” bentak Rex terkekeh menyeramkan. Mata yang memerah, napas berbau alkohol tebal, dan kaki mulai meregangkan paha sang gadis.“Ja-jangan, Tuan! Jangan!” geleng Lyra tidak mau melakukan ini.“AKU BILANG DIAM!” tampar Rex begitu kencang hingga ada cap telapak tangannya di pipi gadis malang tersebut.Lyra menangis, menjerit kesakitan, “Saya masih perawan, Tuan! Jangan lakukan ini!” pintanya memelas.Mendengar kata perawan, otak Rex yang sudah kacau terendam alkohol justru semakin bergairah. Napasnya memburu dengan cepat, karena sesuatu di antara kedua kakinya juga mulai bereaksi dengan cepat.Tak ayal, nafsu bejat Tuan Muda itu meninggi hingga ia tarik daster batik Lyra ke arah atas sampai setinggi dada. Matanya terbelalak saat melihat segitiga mungil berwarna merah muda di antara kedua paha mulus.“Jangan! Jangan!” tangis Lyra meronta, tetapi tiada guna. Rex sudah menguncinya dengan segenap kekuatan yang ada.Dengan beberapa kali usaha, segitiga itu berhasil diturunkan dan terpampanglah semua area pribadi seorang Lyra Kanigara. Air liur Rex serasa menetes saat melihat itu semua.Jeritan yang membuat kepalanya kian pusing dibungkam dengan ciuman panas hingga ada saat-saat di mana Lyra merasa kesulitan bernapas.“Tuan, jangan lakukan ini! Sadarlah, Tuan!” pinta wanita itu memelas. “Saya mohon!”Namun, satu tamparan datang di pipi kanan, berlanjut dengan tamparan kedua di pipi kiri. Jari Rex yang besar dan kokoh kini membekap mulut Lyra. Persis seperti orang yang kerasukan setan, ia berdesis. “Diam, atau aku akan mencekikmu hingga mati!”Lyra benar-benar tak berdaya lagi menghadapi serangan majikannya. Tenaga yang dimiliki semakin lama semakin habis dipakai untuk meronta. Wajahnya pun sudah dirasa sangat panas dan perih akibat ditampar beberapa kali.Maka, ketika sebuah benda tumpul dirasa meringsek ke antara dua pangkal paha ....“AAAAKKKHHH!” jeritannya membahana, meraung di kamar Rex yang besar dan mewah. Lagi, jeritannya itu bersamaan dengan dentuman petir di angkasa penuh hujan deras.“Uugghh!” desah Rex tak peduli jika ada rasa sakit yang menghunjam di tubuh lawan bercintanya. Dengan beringas, ia terus melesakkan kejantanannya yang sudah sedari tadi bereaksi akibat bayangan penari telanjang.Perih! Sungguh perih, sungguh sakit! Itu yang kini dirasakan Lyra, baik di jiwa maupun di antara kedua pahanya. Ada sesuatu yang terkoyak, dan itu lebih dari sekadar harga diri!Kesuciannya malam ini telah terenggut dengan paksa. Tidak ada lagi malam pertama yang syahdu bagi sang wanita ....***Sekian menit berlalu dari berhentinya Rex menodai Lyra. Lelaki itu telah mencapai klimaksnya dan ambruk begitu saja di atas ranjang. Bahkan, dengan mudahnya ia mendengkur seakan tidak terjadi apa-apa.Berbeda dengan Rex yang mendengkur nyaman, Lyra justru kini merintih kesakitan dan bersimbah air mata. Seluruh tubuhnya lemas, nyeri, sangat sakit!Tamparan di wajah, pukulan di kepala dan juga bagian tubuh lain, itu yang baru saja dilakukan oleh Rex kepadanya. Bayangan masa depan akan keluarga yang bahagia seketika runtuh di batin Lyra.Bayangan ayah ibu yang ada di desa melintas, membuatnya merasa sangat malu dengan apa yang dialami sekarang. Dirinya tak lagi suci! Pergi ke ibu kota untuk mencari uang, ternyata justru dinodai dengan cara yang teramat keji.Menoleh pelan ke kanan, menatap wajah tampan sedang tertidur pulas seperti bayi. Gemuruh hati Lyra menjerit luar biasa. Jemari ingin memukuli, tetapi tak ada satu pun lentik yang bergerak. Bibir ingin berteriak, tetapi tak satu patah suara pun keluar.Membeku, demikian kondisinya sekarang yang dipenuhi oleh rasa syok teramat hebat. Saking terguncangnya fisik dan jiwa sampai tak bisa bergerak sama sekali.Lyra memejamkan mata, membiarkan linang terus mengalir sebagai pelampiasan atas kesialan yang dialami detik ini. Ingin turun dan berlari dari ranjang, tetapi ia tak mampu bergerak.***Tiga jam berlalu dari detik yang memilukan, Lyra masih terduduk lemas di tepi ranjang. Menatap jendela, matahari mulai terbit terang. Melirik jam dinding, sudah pukul enam pagi.Biasanya, dari jam lima ia sudah mulai bekerja mempersiapkan segala sesuatunya. Akan tetapi, bagaimana bisa berbuat itu dalam kondisi seperti ini? Barusan, ia mencoba turun ranjang dan disambut dengan rasa nyeri luar biasa di area kewanitaan.Air mata kembali meleleh, kebingungan melanda. Daster batik berwarna biru tua miliknya sudah rusak tidak karuan. Sobek di bagian dada karena ulah tangan jahanam Rex.Lalu, saat matanya melihat secarik celana dalam berwarna merah muda di atas lantai, rintih kehancuran mulai terdengar dari bibirnya. Bagai video yang terus terputar ulang dengan sendirinya, momen mengerikan itu kembali teringat.Tidak hanya itu, Lyra juga berpikir bagaimana caranya bisa turun ke lantai satu, ke kamarnya, tanpa dilihat orang dalam kondisi seperti sekarang.Tidak perlu berkaca, ia sudah tahu dari perihnya wajah kalau pasti banyak lecet-lecet di sana. Apalagi, dasternya sudah sobek tidak karuan. Ia akan jadi pusat perhatian.Seakan belum cukup rasa kalut yang diderita, terdengarlah suara langkah mendekati pintu kamar. Lalu, suara Ajeng Adiwangsa terdengar. Dia adalah Nyonya Rumah, ibundanya Rex.“Rex! Ayo, bangun! Papamu sudah hampir datang dari bandara! Jangan sampai kamu kelihatan mabuk!”“Rex! Bangun! Nanti kamu diamuk lagi seperti kemarin kalau ketahuan mabuk! Bangun, bangun!”Karena tidak ada jawaban, wanita itu kembali mengetuk dan memanggil. “Rex! Mama masuk, ya! Kamu harus cepat bangun!”Mata Lyra terbelalak, napasnya tersengal hebat! Seseorang akan memasuki kamar dengan kondisinya masih seperti ini!Pintu kamar terbuka dan ....BERSAMBUNG“Apa-apaan! Kalian apa sudah gila menuduhku begitu!” bentak Marina dengan dada kembang kempis dan wajah yang mulai memucat. Dua polisi tetap tenang dan hanya tersenyum datar. “Anda baru saja melakukan pemerasan terhadap Tuan Rexanda Adiwanga. Semua bukti percakapan telah direkam, dan bukti pengiriman uang telah dilakukan oleh beliau.”“Oleh beliau? Beliau siapa?” engah Marina menggeleng. “Ini sebuah kesalahan! Aku tidak melakukan apa pun!”“Itu, pria yang ada di depan restoran yang telah melaporkan kasus ini kepada kami sejak tadi malam.”Dua lelaki bertubuh besar menggeser posisi mereka agar Marina bisa melihat siapa yang dimaksud. Mata wanita licik itu tebelalak saat memandang siapa yang ada di depan pintu restoran.Rexanda berdiri di sana, merangkul Lyra dengan mesra. Keduanya menatap ke arah Marina sambil tersenyum puas. Kali ini, tidak akan ada lagi yang mengganggu rumah tangga mereka. “Selamat menikmati penjara sampai beberapa tahun ke depan!” seru Rex sambil memberikan kiss b
“Pilihan apa yang kamu punya, hah? Mau hamil seorang diri? Mumpung kehamilanmu masih di awal, lebih baik punya suami supaya tidak malu!” bentak Harlan. “Kamu punya calon lebih baik?”Rex menghela panjang, “Sudahlah, Eva. Terima saja, kamu tidak ada pilihan lain. Kalau mencari lelaki yang sederajat dengan kita, mana ada yang mau?”Gadis itu menangis tersedu sembari menangkup wajahnya. Ia kembali didera perasaan sedang dihukum. Dulu selalu menghina Lyra orang kampung. Sekarang, dirinya pun akan memiliki suami orang kampung. Harlan mengembus berat, penuh beban, “Sudah, itu adalah yang terbaik. Minggu depan mereka datang ke rumah dan kalian akan menikah secara sederhana. Kita akan mengatakan pada orang-orang karena Mama sedang sakit, maka tidak jadi mengadakan pesta.”“Apa Papa sudah berhasil menemukan Ichad?” isak Eva masih berharap kekasihnya yang akan menikahi dia.“Polisi masih mencarinya. Tapi, saat ditemukan pun, kata polisi bukti penipuan adalah lemah. Kamu dengan sengaja dan sada
“Kurang ajar! Wanita siala4n!” Rex memaki layar ponselnya sendiri. “Bisa-bisanya kamu mengancamku!”Dengan terengah, ia segera menelepon Marina. “Bangs4t kamu, ya!”Namun, yang dimaki hanya tertawa santai, “Kamu yang bangs4t, Rex! Kamu dulu janji mau menikahi aku saat mengambil keperawananku. Masih ingat, tidak?”“Waktu itu, saat kamu menelanjangiku, kamu bilang … aku mencintaimu, Marina. Aku akan menikahimu, aku berjani. Dan aku percaya, aku serahkan kesucianku padamu. Nyatanya apa? Dua tahun berlalu, kamu justru meniduri pembantu sialan itu!” desis foto model seksi itu tersenyum culas. Rex terengah, “Kalau sampai kamu sebar video itu, aku akan membuat perhitungan denganmu, brengs3k! Aku tidak akan tinggal diam!” “Silakan saja, silakan buat perhitungan denganku. Kamu pikir aku takut? Biar semua teman-teman kita, biar semua keluargamu melihat kita sedang sama-sama telanjang. Aku mau tahu, apa kamu dan istri kampungan tercinta masih bisa hidup nyaman setelah itu?” tawa Marina makin t
Mengurungkan niat untuk pergi ke restoran dan merayakan kehamilan Lyra, akhirnya justru mereka mengepak barang untuk kembali ke Jakarta. Kondisi Ajeng yang kritis membuat detak jantung Harlan dan Rex tidak bisa tenang.“Pak, Bu, maaf, karena kami harus segera kembali ke Jakarta siang ini juga. Nanti, saya akan kirim kontraktor kemari untuk memperbaiki rumah Bapak dan Ibu, ya,” pamit Rex sekaligus mengatakan itu semua saat mencium tangan kedua mertuanya.“Kontraktor untuk memperbaiki rumah? Tidak usah, Nak Rexanda. Bapak belum ada dananya. Lain kali saja, ya?” geleng Suripto menolak dengan gugup. “Saya yang menanggung biayanya. Bapak dan Ibu tenang saja dan tinggal menikmati rumah yang nanti lebih baik dari ini,” senyum Rex. Lyra yang ada di sebelahnya terbelalak, nyaris tak percaya.Ajeng menggeleng, “Aduh, jangan, Nak Rexanda. Nanti habisnya banyak. Sudah, yang penting Bapak dan Ibu titip Lyra saja. Perlakukan istrimu dengan baik dan penuh kasih sayang, itu sudah lebih dari cukup. K
Pagi yang berembun di kaki gunung, tempat Lyra tinggal selama beberapa hari ini. Seperti biasa, mereka semua sarapan pagi bersama. Namun, kali ini ada yang berbeda. “Hmmppp!” Lyra menutup mulutnya secara mendadak dan berlari ke kamar mandi. “Hmppff!” Suara muntah tertahan semakin intens terdengar.Narsih dan Suripto saling pandang, begitu juga Rex dan Harlan yang bertukar tatap dengan bingung. Tanpa disuruh, Tuan Muda Adiwangsa cepat berlari mengikuti langkah istrinya menuju kamar mandi. “Hoeeek! Hoeeek!”Lyra memuntahkan apa yang dia makan barusan. Rasa mual menghajarnya dengan cukup ekstrim pagi ini. Rexanda memasuki kamar mandi, membantu menyibak ke belakang rambut hitam tebal dan panjang milik sang istri.Lalu, ia bertanya, “Kamu masuk angin, Sayang?” Dengan khawatir memijit tengkuk wanita yang ia cintai.Lyra tidak menjawab, terus saja ia memuntahkan sarapan yang baru beberapa menit masuk ke dalam lambung. Suara terengah hebat terdengar dari bibirnya.“Panggil dokter, ya?” Rex
Tiga hari berlalu dan Lyra belum ada tanda-tanda akan luluh. Pagi keempat, saat sarapan bersama, wajah Rex terlihat pucat. Ia pun berkali-kali bersin dan berdehem. “Kamu sakit?” tanya Harlan melirik. “Cuma flu saja, Pa,” geleng Rex. “Tenggorokanku agak perih. Mungkin efek hawa dingin. Aku belum terbiasa.”“Di kamarmu ada AC yang selalu dipasang 18’, Mas. Apa iya kamu tidak tahan dingin?” sindir Lyra melirik dan tetap cemberut. Rex mengendikkan bahu, “Mungkin karena aku selalu tidur di lantai. Jadi, dinginnya lebih menusuk tulang.”“Nak Rex tidur di lantai? Ya, Tuhan! Lyra, kamu apa-apaan!” pekik Narsih terkejut. Lyra mendelik, menatap jengkel pada suaminya. Lalu, ia menoleh pada ibunya, “Kasur aku kan kecil, Bu. Mana muat dibuat tidur berdua? Jadi, ya, Mas Rex tidur di atas tikar.”Harlan terkikik, lalu menggeleng. ‘Sekarang kamu merasakan jadi orang susah, Rex!’“Tidak apa, Bu. Saya hanya flu biasa. Apa ada obat flu?” senyum Rex berusaha nampak sebagai menantu idaman yang tidak ba
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments